PWMU.CO – Dua aspek kedekatan supaya relasi guru dengan siswa tetap terbangun dijelaskan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr M Saad Ibrahim MA dalam kegiatan pembinaan guru dan karyawan, Jumat (31/5/19).
Kegiatan bertajuk “Strengthening Teacher’s Personality to Improve Learning Quality in 4.0 Era” yang diikuti 91 guru dan karyawan ini digelar di SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Jalan Amuntai 01 GKB Gresik. Mereka berasal dari lima lembaga pendidikan di Kecamatan Manyar, yaitu Play Group Tunas Aisyiyah Perumahan Pongangan Indah (PPI), TK Aisyiyah 36 PPI, SDMM, MI Muhammadiyah 1 Gumeno, dan MI Muhammadiyah 2 Karangrejo.
Dua aspek kedekatan yang dimaksud Saad adalah kedekatan physically dan kedekatan mentalytic. Ia kemudian mengilustrasikan kedekatan physically seperti ketika dirinya mengajar. “Saya kalau ngajar, itu kemudian di depan ada bangku kosong, itu yang di belakang saya minta angkat, tolong ini ditaruh di belakang. Yang semangat langsung ke depan dan angkat. Lalu saya bilang, daripada Sampeyan angkat, Sampeyan duduk saja,” cerita Saad diikuti tawa para peserta.
Kenapa begitu? Saad menegaskan, kedekatan itu penting. “Sehingga hemat saya, model kelas itu tidak memanjang seperti kereta api. Masjid itu juga tidak bagus kalau memanjang gitu, karena shaf yang pertama itu yang terbaik,” jelasnya.
Menurutnya, hampir pasti semakin ke belakang semakin kurang fokus. Lag ipula ketika Nabi mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira itu, lanjutnya, Nabi merespon dengan ma ana biqari, saya tidak bisa membaca. “Malaikat Jibril kemudian merangkul Nabi hingga ia tak bisa bernafas karena didekap. Sampai tiga kali Nabi mengatakan ma ana buqari. Setelah itu ia bisa menirukan lima ayat,” kata Saad.
Demikian pula di surat An Najm, lanjutnya, dalam proses pewahyuan itu malaikat Jibril tampak di ufuk dan semakin mendekat kepada Nabi. “Sampai kira-kira berjarak dua anak panah. Lalu malaikat Jibril menyampaikan wahyu Allah kepada Nabi Muhammad. Jadi dekat,” ujarnya.
Selain itu, Saad juga menceritakan kisah Nabi ketika dalam sebuah pertemuan dengan para Sahabat. Saat itu, para Sahabat diam, Nabi pun juga diam. “Tiba-tiba datang sezeorang dengan pakaian serba putih dan para sahabat tidak mengenalnya. Mereka menyimpulkan orang ini dari perjalanan jauh, tapi gak kelihatan capeknya dan bekas-bekas perjalanan jauh,” ceritanya.
Ia melanjutkan, orang itu kemudian mendekati Nabi, lalu duduk bersimpuh sehingga lututnya bersentuhan dengan lutut Nabi. “Lalu orang tersebut mengatakan ma huwa iman, ma huwa islam, ma huwa ihsan, mata yaumul qiyam,” ujarnya.
Selepas orang tersebut pergi, kata Saad, Nabi menanyakan apakah para Sahabat tahu siapa dia. “Allah dan RasulNya yang lebih tahu, kata Sahabat. Nabi mengatakan, yang datang tadi malaikat Jibril mengajarkan agama-Nya kepada kalian,” kata Saad menceritakan.
Seperti itulah kedekatan physically yang dimaksud Saad. Ia kemudian menganalogkan dengan cara orangtua menasihati anaknya. “Kalau menasihati anak itu beda jauh dan dekat, apalagi kita elus-elus. Le, kowe belajar sing apik yo, Sampeyan belajar sing apik. Itu lak enak. Dari pada ‘belajar yo Sampeyan yo’. Masuknya beda,” jelasnya memberi contoh disambut tepuk tangan dan tawa peserta.
Selain kedekatan physically, Saad mengatakan harus ada kedekatan mental, jiwa kita. Ia kemudian menceritakan kisah seorang guru yang begitu dekat dengan murid-muridnya. “Lalu di akhir, sekolah mengadakan wisata yang harus membayar sejumlah biaya. “Ketika itu semua muridnya sudah daftar, tinggal satu anak kelihatan sedih,” ujarnya.
Ia melanjutkan, guru tersebut kemudian mendekati si anak dan menanyakan alasan kesedihannya, namun tidak ada jawaban. “Maka kemudian gurunya tadi mbayari anak itu. Anak itu kemudian pulang dengan berlari, sangat gembira menyampaikan kepada orangtuanya,” kata dia.
Suasana aula SDMM mendadak hening ketika Saad diam sejenak tidak melanjutkan ceritanya. Matanya tampak berair. Raut wajahnya menahan isak tangis yang sesekali keluar dari bibirnya. “Maaf, saya tidak bisa membayar apa yang diajarkan oleh guru-guru saya,” ujarnya dengan suara sedikit tertahan.
Melihat dan mendengar apa yang diceritakan Saad, beberapa peserta tampak larut dalam suasana itu. Sesekali mereka tampak mengusap air matanya. “Sekian puluh tahun kemudian, murid tersebut mencari gurunya dan tahu guru tadi telah pensiun serta menempati rumah yang sangat sederhana,”ujar Saad melanjutkan.
Murid tadi kemudian mengajak gurunya bersilaturahim mengendarai mobil. “Sesampainya di sebuah rumah tanpa penghuni, murid tadi mengatakan, ‘Rumah dan mobil ini untuk Bapak’,,” cerita Saad.
Ia melanjutkan, kemudian siswa tadi mengatakan kepada gurunya, dulu dia adalah anak yang sedih karena tidak bisa mengikuti wisata. “Bapak yang mbayari saya saat itu. Maka apa yang saya berikan kepada Bapak ini tidak ada bandingannya,” ujarnya.
Dalam cerita Saad, si anak tadi menangis karena ternyata hadiahnya ditolak. “Padahal yang saya berikan ini tidak ada apa-apanya dengan yang Bapak berikan. Saya sadar sekarang ini ketika itu Bapak memberikan sesuatu yang sebenarnya Bapak perlukan. Saya sadar sekarang ini berapa gaji Bapak ketika itu, tapi Bapak berikan. Sementara rumah dan mobil ini hanya bagian kecil dari kekayaan saya. Sekali lagi tolong ini Bapak terima,” cerita Saad penuh haru.
Menurutnya, kisah tersebut adalah bagian dari tazkiyatun nufus si guru. “Di dunia saja mendapat balasan seperti itu, apalagi nanti di akhirat,” ujarnya.
Ia mengingatkan, tentu sebagai guru juga bukan itu motivasi kita. “Maka bersemangatlah ketika mengajar. Ini bagian dari komitmen kita kepada siswa kita. Selalu doakan mereka dengan sadar. Ini bagian dari kedekatan moral kita dengan siswa,” tuturnya. (Vita)