Di SD Muhammadiyah 1 dan 2 Taman, Sidoarjo (SD Mumtaz), suasana setelah ujian akhir semester tidak pernah dibiarkan sunyi. Alih-alih muram oleh kepadatan belajar yang baru saja dilewati, halaman dan lorong-lorong sekolah justru kembali hidup oleh tawa, tepuk tangan, dan semangat kompetisi yang bersahabat.
Semua itu hadir dalam rangkaian Class Mate (Class Meeting Antar Teman)—sebuah ruang transisi yang bukan hanya menghibur, tetapi juga mendidik (8/12/2025).
Menurut Wakil Kepala Kesiswaan SD Mumtaz, Prasidhi Sunusurya Widhiarsa, S.Sos., M.Pd., Class Mate adalah jembatan lembut yang menghubungkan masa setelah ujian dengan awan-awan keceriaan belajar.
“Class Mate kami rancang sebagai transisi positif. Kami ingin menghadirkan ruang untuk memperkuat solidaritas dan kerja sama lintas kelas, memunculkan semangat kolaborasi dan sportivitas murni. Anak-anak perlu tahu bahwa belajar bisa hadir dengan wajah yang menyenangkan,” tuturnya.
Ketika Sekolah Menjadi Panggung Kreativitas
Di bawah langit cerah Taman Sidoarjo, tiga lomba utama digelar. Masing-masing lomba bukan hanya adu keterampilan, tetapi jendela tempat karakter anak-anak memantulkan cahaya terbaiknya.
1. Cerdas Cermat: Melatih Keputusan Sat-Set
Tiga perwakilan dari tiap kelas duduk berjejer, jemari mereka bersiap di atas tombol jawab. Wajah-wajah kecil itu memancarkan perpaduan tegang dan percaya diri.

Materi yang ditanyakan bukan sembarang pengetahuan—semua diramu dari pelajaran semester pertama: Matematika, Pancasila, Seni Budaya, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, hingga Bahasa Inggris.
“Cerdas cermat bukan sekadar siapa yang cepat menjawab. Ini tentang melatih logika, wawasan, dan pengambilan keputusan cepat dan tepat,” jelas Prasidhi.
Setiap sorak sorai dari teman sekelas menjadi bukti bahwa kompetisi dapat menjadi bahasa persahabatan.
2. Sambung Ayat Tahfidz: Membaca Ayat dengan Hati
Ketika lomba Tahfidz dimulai, suasana berubah hening dan khidmat. Satu per satu siswa maju, melanjutkan ayat yang dibacakan juri.
Tidak sekadar hafal, mereka diuji adab, tajwid, hingga mahroj huruf—menandai bahwa ilmu Al-Qur’an harus menyatu dengan karakter.
“Lomba ini menguatkan hafalan dan nilai-nilai spiritual anak-anak. Mereka belajar bahwa setiap ayat bukan hanya untuk diucapkan, tetapi dihayati,” ujar Prasidhi.
Di wajah para peserta tampak keteduhan: ketekunan yang tumbuh dari hati kecil yang tulus belajar.
3. Paduan Suara Lagu Tradisional: Merayakan Budaya, Menjaga Warisan
Jika tahfidz menciptakan keheningan, maka lomba paduan suara menghadirkan geliat warna. Anak-anak tampil dengan aksesori sederhana namun kreatif, menyanyikan lagu-lagu tradisional seperti Cublak-cublak Suweng, Apuse, Manuk Dadali, dan Suwe Ora Jamu. Suara mereka tidak hanya melagukan nada, tetapi juga menyuarakan kebanggaan pada Indonesia.
“Di era modern, anak-anak sering jauh dari musik tradisional. Lewat lomba ini kami ingin menanamkan kecintaan budaya sejak dini,” tambahnya.
Ruang untuk Semua, Tidak Ada yang Tersisih
Di balik semua kemeriahan, Class Mate menyimpan satu tujuan besar: memberikan ruang bagi setiap anak untuk bersinar.
Prasidhi menegaskan, “Kami ingin semua anak—yang paling percaya diri maupun yang paling pemalu—merasakan bahwa mereka punya panggung. Inilah cara kami menumbuhkan iklim kompetisi yang sehat, fun learning yang relevan, dan rasa percaya diri yang positif.”
Lebih dari sekadar kegiatan pasca-ujian, Class Mate adalah cara sekolah merawat semangat belajar. Prasidhi berharap seluruh siswa kelas 1–6 berpartisipasi secara menyeluruh dan menikmati kegiatan yang dikemas efektif namun tetap fleksibel.
“Kami ingin anak-anak pulang dengan senyum, membawa keyakinan bahwa belajar itu menyenangkan dan bisa dilakukan dengan banyak cara. Tidak harus selalu di kelas, tidak selalu dengan buku—tetapi bisa lewat permainan, kolaborasi, dan karya,” tutupnya.
Class Mate di SD Mumtaz kembali membuktikan bahwa pendidikan bukan hanya tentang angka dan nilai. Di sela kompetisi yang riang, sekolah ini merayakan tumbuhnya karakter, kebersamaan, dan cinta terhadap budaya serta agama—sebuah harmoni indah yang membuat belajar bukan beban, melainkan pengalaman yang layak dirayakan.


0 Tanggapan
Empty Comments