Sejak siang hari (09/11/2025), panitia Muhammadiyah Historical Walk menyiapkan kegiatan napak tilas jalan sejarah Muhammadiyah Kota Surabaya. Rintik hujan mulai turun, ditambah informasi adanya hujan deras di berbagai wilayah Surabaya.
Hal ini tidak menyurutkan semangat panitia. Dengan doa dan tawakal, rintik hujan itu perlahan meninggalkan langit Genteng. Tepat pukul 15.00 WIB, kegiatan dimulai dengan seremonial pembukaan di Aula SMP Muhammadiyah 2 Genteng.
Ada beberapa tujuan dalam perjalanan sejarah Muhammadiyah kali ini, mulai dari Hotel Majapahit, Kantor BPN, Gedung Siola, hingga Masjid Da’wah yang menjadi titik awal dakwah Muhammadiyah di tengah himpitan kemegahan Empire Palace. Tepatnya di Jalan Blauran Kidul II/21. Di sebelah masjid tersebut juga berdiri TK ABA.
Sore menjelang magrib, rombongan Muhammadiyah Historical Walk berjalan menelusuri gang-gang sempit dengan rumah-rumah yang berhimpitan satu sama lain. Pemandangan itu membuat Radius Setiawan, Sekretaris MPID PWM Jatim, terketuk hatinya melihat kesenjangan sosial yang begitu menganga. Ia sempat merekam perjalanan di gang sempit itu dengan telepon genggamnya.

Sesampainya di Masjid Da’wah, tak lama kemudian lantunan azan berkumandang. Setiap peserta kemudian bergantian melepas sepatu dan meminjam sandal untuk mengambil air wudu. Tempat wudu dan toilet berada di area luar, sehingga jamaah harus menggunakan sandal untuk ke sana. Lampu yang remang, ditambah tembok tebal yang agak lembap, membuat beberapa peserta yang ke toilet harus menggunakan telepon genggam sebagai bantuan penerangan.
Salat magrib pun dimulai, dipimpin oleh imam Masjid Da’wah. Seperti biasa, setelah salat imam menghadap ke arah makmum. Ada tatapan yang bertanya-tanya—tidak biasanya jamaah salat magrib di Masjid Da’wah seramai itu. Penulis menghitung, warga sekitar yang ikut berjamaah hanya sekitar enam orang. Dengan kedatangan peserta Muhammadiyah Historical Walk yang berjumlah sekitar 40 orang, suasana sore itu menjadi momen yang tidak biasa di Masjid Da’wah.

Imam Masjid Da’wah hingga salat usai mungkin belum mengetahui bahwa jamaah yang datang sore itu adalah saudara-saudara seiman dari Muhammadiyah. Di antara mereka turut berjamaah Prof. Hidayatullah, Wakil Ketua PWM Jatim yang juga Rektor Umsida.
Narasi historis tentang Masjid Da’wah sudah beberapa kali dimuat di PWMU.CO. Masjid yang berdiri pada tahun 1960 ini sempat menjadi pusat studi Fakultas Ilmu Agama dan Dakwah (FIAD) Universitas Muhammadiyah Surabaya. Masjid yang menolak mati di tengah tawaran untuk dibeli oleh Empire Palace ini mengajarkan kita bahwa sebanyak apa pun materi tidak dapat ditukarkan dengan nilai spiritual sebuah rumah ibadah.
Penulis berharap, Masjid Da’wah akan terus menjadi tonggak dakwah Muhammadiyah di tengah Kota Surabaya, di antara gempuran gedung-gedung megah yang mengelilinginya.


0 Tanggapan
Empty Comments