Search
Menu
Mode Gelap

Di Bawah Bayangan Gamalama, Guru SD Muhammadiyah Maluku Utara Meng-koding Masa Depan dengan Ramuan Logika dan Etika

Di Bawah Bayangan Gamalama, Guru SD Muhammadiyah Maluku Utara Meng-koding Masa Depan dengan Ramuan Logika dan Etika
Ria Pusvita Sari bersama guru-guru SD di Maluku Utara. Foto: Istimewa/PWMU.CO
Oleh : Ria Pusvita Sari, M.Pd. Fasilitator Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) Muhammadiyah
pwmu.co -

Sore jelang malam itu, Rabu (19/11/2025) psawat mendarat di Bandara Sultan Babullah Ternate dengan latar Gunung Gamalama yang gagah. Saya datang membawa materi yang terdengar “langit” bagi sebagian orang: Koding dan AI. Ada kekhawatiran kecil di benak saya: “Apakah materi ini akan terasa terlalu asing? Apakah teknisnya akan membebani?”

Di ruangan pelatihan, saya bertemu wajah-wajah itu. Guru-guru SD Kelas A dari berbagai pelosok Maluku Utara. Tatapan mereka menyiratkan campuran antara rasa ingin tahu dan sedikit intimidasi terhadap kata “Kecerdasan Artifisial”. Namun, semangat mereka hangat, sehangat sambutan di tanah ini.

Pertemuan awal kami membahas tentang dekonstruksi. Kami tidak langsung menyentuh komputer. Kami berbicara tentang logika. Saya coba menjelaskan bahwa koding bukan sekadar baris kode rumit, melainkan seni menyusun logika dan penyelesaian masalah (Computational Thinking). Saya juga mengenalkan AI sebagai asisten, yaitu memperkenalkan AI bukan sebagai pengganti guru, tapi sebagai mitra berpikir.

Momen terbaik adalah saat kami akhirnya punya pemahaman yang sama, bahwa algoritma itu seperti resep memasak makanan. Harus urut, kalau salah langkah, hasilnya beda. Gelak tawa pecah, tapi di situlah klik pemahaman terjadi.

Tantangan kami adalah bagaimana mengajarkan pola pikir komputasi (coding) kepada anak SD tanpa bergantung pada laboratorium komputer canggih, khususnya bagi sekolah yang terbatas fasilitas. Kami masuk ke konsep Unplugged Coding.

Saya meminta mereka merancang desain pembelajaran. Syaratnya harus terintegrasi dengan mata pelajaran utama. Tidak berdiri sendiri sebagai “pelajaran TIK”. Ruangan penuh dengan diskusi, kertas plano, post-it, dan perdebatan seru tentang unplugged coding.

Di sinilah rasa haru itu tumpah. Setiap kelompok maju mempresentasikan desain pembelajaran mereka. Mereka tidak membuat aplikasi canggih, tapi mereka membuat sesuatu yang jauh lebih bermakna, yang melatihkan dekomposisi, algoritma, pola, dan abstraksi.

Mereka membuat game tanpa layar. Siswa menjadi “robot” yang bergerak di atas lantai ubin kelas berdasarkan instruksi teman kelompoknya, sesuai program yang sudah dibuat (maju, belok kiri, belok kanan, mundur). Mereka mengintegrasikan Matematika dan Pendidikan Pancasila.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Saya terdiam sejenak melihat simulasi mereka. Mereka berhasil. Mereka tidak hanya mengajarkan anak-anak cara berpikir logis (coding), tetapi menanamkan nilai luhur bangsa (Pancasila) dan memperkuat numerasi (Matematika) dalam satu tarikan napas. Tanpa komputer mahal, tanpa internet super cepat, tapi kena di hati dan logika.

Melatih di Maluku Utara mengajarkan saya satu hal: keterbatasan infrastruktur bukanlah penghalang kreativitas. Justru, di tangan guru-guru yang berhati tulus, keterbatasan melahirkan inovasi yang membumi.

Guru-guru ini telah membuktikan bahwa teknologi tercanggih bukanlah chip komputer, melainkan akal budi manusia yang mampu meramu logika dan etika.

Terima kasih, Bapak/Ibu guru hebat Maluku Utara. Kalian telah “meng-koding” masa depan anak-anak Indonesia dengan nilai-nilai kebaikan.

Bimtek ini berlangsung selama lima hari, Rabu-Ahad (19-23/11/2025) di Asrama Haji Ternate, Maluku Utara. (*)

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments