Search
Menu
Mode Gelap

Gonjang-Ganjing Sound Horeg, Ketua LDK PP Muhammadiyah Sampaikan Ini

Gonjang-Ganjing Sound Horeg, Ketua LDK PP Muhammadiyah Sampaikan Ini
pwmu.co -
Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustadz Muchamad Arifin SAg MAg (Nashiiruddin/PWMU.CO)

PWMU.CO – Di tengah riuhnya kehidupan kampung dan pesta rakyat, sering kali terdengar dentuman suara dari sound system raksasa yang dikenal sebagai sound horeg. Suaranya membelah malam, menggetarkan dinding rumah, melintasi gang-gang sempit, bahkan menggema hingga ke tempat ibadah.

Sebagian orang menikmatinya: ada yang berjoget, menyanyi, dan larut dalam suasana. Bagi mereka, ini bagian dari hiburan dan kebahagiaan.

Dalam Islam, hiburan tidak dilarang selama tidak melampaui batas syariat. Rasulullah SAW pun pernah membiarkan hiburan ringan di rumah Aisyah selama tidak merusak akhlak dan menimbulkan dosa. Namun demikian, hiburan yang baik adalah yang tidak melukai hak orang lain. Demikian disampaikan Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustadz Muchamad Arifin SAg MAg.

“Kita perlu jujur bertanya pada diri: apakah suara keras hingga larut malam itu membawa manfaat untuk semua? Ataukah hanya menghibur segelintir, sementara banyak yang terganggu? Tidakkah kita dengar rintihan lansia yang tak bisa tidur, anak kecil yang menangis karena terbangun, atau pelajar yang sulit belajar karena bising?” ujar Ustadz Arifin.

Islam mengajarkan kita untuk menimbang setiap tindakan dengan ukuran kemaslahatan. Apakah hal itu membawa kebaikan bersama, atau justru mengganggu kedamaian?

Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS Al-Isra: 36)

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR Malik dan Ahmad)

Iklan Landscape UM SURABAYA

Bahkan dalam hal suara, Islam mengajarkan adab. Luqman yang bijak menasihati anaknya agar tidak meninggikan suara, karena “seburuk-buruk suara adalah suara keledai” (QS Luqman: 19). Betapa lembutnya Islam dalam menata kehidupan sosial—bahkan hal sekecil suara pun menjadi perhatian.

Maka, marilah kita bersikap bijak. Kemeriahan bukan berarti kebisingan, dan kegembiraan tidak harus mengorbankan kenyamanan. Kita bisa tetap bersuka cita dengan cara yang penuh etika dan empati. Suara boleh terdengar, tapi jangan sampai menyakiti. Musik boleh dimainkan, namun jangan sampai menggusur hak orang lain untuk tenang.

Sebab, sebaik-baik amal adalah yang membawa manfaat, bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar kita.

“Mari kita hadirkan hiburan yang beradab, kegembiraan yang penuh berkah, dan suasana yang menenangkan. Karena sejatinya, kemuliaan seorang Muslim adalah saat kehadirannya menjadi rahmat, bukan sumber keluhan,” tutup Ustadz Arifin. (*)

Penulis Nashiiruddin Editor Wildan Nanda Rahmatullah

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments