Search
Menu
Mode Gelap

Guru Mengabdi Tanpa Pamrih: Kisah Hidup Siti Muntamah

Guru Mengabdi Tanpa Pamrih: Kisah Hidup Siti Muntamah
pwmu.co -
Hj. Siti Muntamah, B.A

PWMU.CO – Dalam dunia pendidikan, tidak sedikit guru yang mencurahkan hidupnya untuk membentuk generasi muda tanpa mengharapkan pamrih. Salah satu sosok teladan itu adalah Hj. Siti Muntamah, B.A., seorang guru agama dan aktivis perempuan Muhammadiyah yang dikenal karena ketulusan, ketegasan, serta kesetiaannya pada nilai-nilai kejujuran dan keikhlasan.

Hj. Siti Muntamah lahir di Purwodadi, Jawa Tengah, pada 1 April 1954, dari pasangan Moch Chayun dan Kartinah. Ia tumbuh dalam suasana keluarga sederhana yang menjunjung tinggi nilai keagamaan. Sejak kecil, Muntamah sudah menunjukkan ketekunan dalam belajar dan kesantunan dalam bertutur. Dua sifat ini kelak menjadi ciri khasnya sebagai pendidik dan tokoh perempuan di masyarakat.

Pendidikan dasarnya ia tempuh di SD Negeri Kunduran, Blora. Semangat belajarnya yang tinggi membawanya melanjutkan studi ke Pendidikan Guru Agama (PGA) 4 Tahun di Kudus, lalu dilanjutkan ke PGA 6 Tahun di tempat yang sama. Tak berhenti di situ, Muntamah kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bojonegoro, hingga meraih gelar sarjana muda. Di tengah keterbatasan kala itu, menuntut ilmu hingga jenjang perguruan tinggi merupakan prestasi tersendiri, terutama bagi perempuan.

Menemukan Pasangan Hidup dan Mengabdi Lewat Keluarga

Setelah menyelesaikan studinya, pada 6 Desember 1976, Siti Muntamah menikah dengan Munasir, putra dari pasangan H. Masyhuri dan Hj. Tarkinah. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai tiga orang anak: Ahmad Imam Adib Mubarrok, Syafi’ Fitriya Nuzuly dan Mohammad Fazid Ulya Nahar.

Bersama sang suami, Siti Muntamah membangun keluarga yang religius dan berorientasi pada pendidikan. Anak-anak mereka tumbuh dalam suasana rumah yang penuh kasih sayang dan nilai-nilai Islami. Ia tidak hanya menjadi ibu yang baik, tapi juga guru pertama bagi anak-anaknya sebuah peran yang dijalankannya dengan sepenuh hati.

Bergiat di Organisasi Perempuan dan Dakwah

Sejak muda, Siti Muntamah telah aktif dalam organisasi perempuan Islam. Ia tercatat sebagai anggota aktif IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama) di Bojonegoro. Keaktifannya dalam organisasi bukan hanya untuk eksistensi pribadi, tetapi sebagai wadah pengabdian dan pemberdayaan perempuan muda dalam bidang keagamaan dan sosial.

Setelah menikah dan menetap di Bedahan, Babat pengabdiannya berlanjut di lingkungan ‘Aisyiyah, organisasi otonom perempuan Muhammadiyah. Ia menjadi penggerak kegiatan di Ranting Bedahan, dan kemudian dipercaya menjadi Ketua Bagian Pendidikan Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah (PRA) Bedahan Babat selama hampir dua dekade, yakni dari tahun 1990 hingga 2009.

Dalam kepemimpinannya, ia dikenal tegas namun penuh empati. Ia mendorong berdirinya kegiatan pendidikan formal dan nonformal. Pelatihan keterampilan, dan penguatan peran ibu-ibu dalam pendidikan anak-anak di rumah. Baginya, perempuan bukan sekadar pelengkap, tapi aktor utama dalam mendidik dan membentuk karakter generasi bangsa.

Mengabdi sebagai Guru Agama dengan Penuh Dedikasi

Dedikasi Hj. Siti Muntamah sebagai seorang pendidik tidak dapat diragukan. Ia mengajar sebagai guru agama di dua sekolah Muhammadiyah, yaitu di SMP Muhammadiyah 12 Sendangagung, Paciran, dan SMP Muhammadiyah 1 Babat. Di kelas, ia tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, tapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual yang mendalam kepada para siswa.

Siswa-siswinya mengenang beliau sebagai guru yang santun namun berwibawa. Ia selalu datang tepat waktu, rapi dalam berpakaian dan menyampaikan pelajaran dengan jelas serta menyentuh hati. Banyak muridnya yang kemudian menempuh jalan hidup religius atau menjadi pengajar, terinspirasi dari keteladanan dan semangat mengajarnya.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Dalam pengabdian panjangnya sebagai guru, Hj. Siti Muntamah tidak pernah menuntut lebih. Gaji kecil tidak menjadi alasan untuk berhenti mengajar. Ia menganggap tugas mendidik sebagai amanah ilahi yang harus dijalankan dengan ikhlas dan sepenuh hati. Inilah yang membuatnya dihormati, tidak hanya oleh siswa, tetapi juga oleh rekan-rekan sejawat dan masyarakat.

Sosok Santun, Tegas, dan Taat

Menurut kesaksian suaminya, H. Munasir, Hj. Siti Muntamah adalah pribadi yang santun, tegas, jujur, dan taat dalam menjalankan ajaran agama. Ia tidak suka menonjolkan diri, namun selalu menjadi tempat bertanya dan tempat bersandar banyak orang.

Dalam lingkungan masyarakat, ia dikenal sebagai perempuan yang tidak banyak bicara, namun setiap perkataannya mengandung makna mendalam. Ia juga termasuk orang yang konsisten: antara kata dan perbuatannya selalu sejalan. Tidak heran jika dalam berbagai kesempatan musyawarah di ‘Aisyiyah, ia selalu menjadi rujukan, baik dalam mengambil keputusan maupun dalam menyelesaikan persoalan.

Akhir Hayat yang Tenang dan Penuh Doa

Pada 21 Desember 2009 Hj. Siti Muntamah berpulang ke rahmatullah dalam usia 55 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam, bukan hanya bagi keluarga, tapi juga bagi murid-muridnya, para ibu ‘Aisyiyah, dan masyarakat luas yang mengenalnya. Ia dimakamkan di pemakaman Islam Bedahan, Babat, dan diiringi doa dari begitu banyak orang yang pernah merasakan kebaikan dan keteladanan hidupnya.

Kepergian Siti Muntamah bukanlah akhir, melainkan awal dari keberlanjutan nilai-nilai yang telah ia tanamkan. Anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan berakhlak. Rekan-rekannya di ‘Aisyiyah meneruskan semangat juangnya dalam pendidikan dan pemberdayaan perempuan. Murid-muridnya mengenang beliau sebagai guru terbaik yang pernah mereka miliki.

Hj. Siti Muntamah, B.A. adalah contoh nyata dari guru yang mengabdi tanpa pamrih, yang tidak mengejar popularitas atau materi, tetapi benar-benar mendidik demi kebaikan umat. Ia adalah teladan tentang bagaimana seorang perempuan bisa menjadi ibu, pendidik, pemimpin komunitas, sekaligus teladan moral bagi masyarakat.

Kisah hidupnya mengajarkan kita bahwa dedikasi yang tulus, meskipun tampak sederhana, sesungguhnya menciptakan dampak yang mendalam dan abadi. Dalam diamnya, dalam kesederhanaannya, Hj. Siti Muntamah telah menorehkan sejarah—sejarah keteladanan yang akan terus hidup dalam ingatan mereka yang mengenalnya. (*)

Penulis Fathurrahim Syuhadi Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments