Search
Menu
Mode Gelap

Ikut Natal Atas Nama Toleransi?

Ikut Natal Atas Nama Toleransi?
Ilustrasi Alfain Jalaluddin Ramadlan. (Dok Pribadi/PWMU.CO)
Oleh : Alfain Jalaluddin Ramadlan KM3 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ketua PC IMM Lamongan Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman, Wakil Sekretaris LSBO PDM Lamongan, Pengajar Ponpes Al Mizan Muhammadiyah Lamongan
pwmu.co -

Perayaan Natal merupakan hari besar keagamaan umat Kristiani yang diperingati setiap 25 Desember. Di tengah masyarakat majemuk seperti Indonesia, persoalan sikap umat Islam terhadap perayaan Natal, baik mengucapkan selamat maupun ikut merayakan sering menjadi diskursus yang berulang.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin telah memberikan rambu-rambu yang jelas, begitu pula Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.

Dalam Islam, setiap agama memiliki ajaran, akidah, dan ritual ibadah masing-masing. Islam menegaskan prinsip tauhid sebagai fondasi utama keimanan. Sementara dalam ajaran Kristiani, Natal berkaitan dengan keyakinan tentang kelahiran Yesus sebagai Anak Tuhan, yang secara teologis berbeda dan bertentangan dengan akidah Islam.

Allah Swt. berfirman:

لَقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam.’” (QS. Al-Maidah: 72)

Ayat ini menegaskan bahwa Islam menolak konsep ketuhanan selain Allah Swt. Oleh karena itu, mengikuti atau terlibat dalam ritual perayaan Natal yang bersifat keagamaan tidak dibenarkan dalam Islam, karena berpotensi mencampuradukkan akidah (tasyabbuh dan ikhtilath al-‘aqidah).

Rasulullah Saw. juga bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

 “Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

Hadis ini menjadi dasar kehati-hatian umat Islam agar tidak meniru praktik ibadah agama lain.

Hukum Merayakan Natal Menurut Islam

Mayoritas ulama sepakat bahwa: Satu, Haram bagi umat Islam ikut merayakan Natal dalam bentuk ritual, ibadah, atau simbol keagamaan.

Dua, Tidak dibenarkan mengakui kebenaran akidah agama lain yang bertentangan dengan tauhid.

Tiga, Islam tetap mewajibkan umatnya untuk bersikap adil, santun, dan toleran dalam kehidupan sosial.

Allah Swt. berfirman:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Iklan Landscape UM SURABAYA

Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6)

Ayat ini menjadi prinsip dasar toleransi Islam tanpa harus mengorbankan keyakinan.

Pandangan Muhammadiyah tentang Perayaan Natal

Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (pembaruan) dan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar memiliki sikap yang tegas namun moderat. Dalam berbagai keputusan dan pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah ditegaskan bahwa:

Satu, Umat Islam tidak dibenarkan mengikuti perayaan Natal, karena Natal merupakan ibadah dan syiar agama lain.

Dua, Menghadiri atau terlibat dalam acara Natal yang bersifat ritual keagamaan tidak diperbolehkan, karena bertentangan dengan akidah Islam.

Tiga، Muhammadiyah tetap mendorong hubungan sosial yang harmonis, kerja sama kemanusiaan, dan sikap saling menghormati antarumat beragama.

Muhammadiyah membedakan secara tegas antara: Toleransi (tasamuh): sikap saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai.

Dan Sinkretisme dan pluralisme akidah: mencampuradukkan keyakinan, yang ditolak dalam Islam.

Dalam konteks ini, Muhammadiyah menekankan bahwa toleransi tidak berarti ikut merayakan hari besar agama lain, melainkan menghormati hak umat lain dalam menjalankan ibadahnya.

Mengucapkan Selamat Natal

Dalam isu ucapan “Selamat Natal”, Penulis mengajak umat Islam untuk bersikap sangat hati-hati. Ucapan yang mengandung pengakuan terhadap aspek teologis Natal dinilai bermasalah secara akidah.

Sebagian ulama membolehkan ucapan yang bersifat netral dan sosial, namun Penulis cenderung mendorong umat Islam untuk memilih ungkapan doa universal tanpa menyebut ritual keagamaan, demi menjaga kemurnian tauhid.

Islam dan Muhammadiyah mengajarkan keseimbangan antara keteguhan akidah dan keluhuran akhlak. Umat Islam dilarang ikut merayakan Natal atau terlibat dalam ritual keagamaannya, namun tetap diwajibkan menjaga toleransi, kedamaian, dan persaudaraan kebangsaan.

Di tengah pluralitas bangsa Indonesia, sikap ini menjadi wujud Islam yang berprinsip, mencerahkan, dan berkeadaban; teguh dalam keyakinan, santun dalam pergaulan.

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments