
PWMU.CO — Di tengah meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya perlindungan pelajar dari kekerasan seksual, terutama di wilayah Madura yang kini masuk kategori zona merah, Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PD IPM) Sumenep menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Ruang Aman Literasi”.
Kegiatan ini dihadiri oleh pelajar dari berbagai SMA/sederajat se-Kabupaten Sumenep serta para Duta Kampus UNIBA.
Ketua Bidang Ipmawati Pimpinan Wilayah IPM Jawa Timur, Almasy Tsalisa Haiba, menyampaikan pernyataan tegas mengenai urgensi redefinisi makna literasi di kalangan pelajar.
“Literasi hari ini tak cukup hanya berbentuk kemampuan membaca teks atau data. Ia harus menjadi alat untuk membaca rasa, luka, dan ketidakadilan yang dialami pelajar, terutama perempuan,” ujar Almasy dalam sesi Focus Group Discussion(FGD).
Ia menegaskan bahwa pelajar khususnya perempuan, sering kali tidak menyadari bahwa mereka menjadi korban, karena budaya diam dan normalisasi kekerasan telah tertanam sejak dini.
“Pelajar hari ini harus diajak untuk memahami bahwa tubuh bukan objek konsumsi publik, bukan untuk dikomentari, apalagi disentuh tanpa izin. Kita perlu menciptakan ruang aman, bukan hanya secara fisik, tapi juga secara nilai, budaya, dan sistem,” jelasnya.
Lebih lanjut, Almasy mengajak peserta untuk melihat literasi sebagai jalan menuju keberanian dan empati. Ruang aman, katanya, bukan hanya milik perempuan, tapi juga untuk laki-laki.
“Literasi adalah keberanian untuk menyuarakan luka. Ruang ini terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar memahami dan melindungi, bukan membungkam. Kita semua bertanggung jawab menciptakan ekosistem yang sehat bagi tumbuh kembang pelajar,” tambahnya.
Kegiatan ini juga menghadirkan pemateri dari Satreskrim Polres Sumenep dan Forum Genre, yang membagikan edukasi hukum serta pemahaman tentang kesehatan reproduksi dan relasi yang sehat. Para peserta tampak aktif berdiskusi, bertanya, dan membagikan pengalaman secara terbuka dalam suasana yang inklusif.
Sebagai penutup, Almasy menekankan bahwa gerakan pelajar hari ini tak boleh hanya terfokus pada prestasi akademik.
“Literasi keadilan adalah ketika pelajar berani membaca ketimpangan di sekitarnya, lalu memilih untuk tidak diam. Dan ruang seperti inilah tempat keberanian itu bisa dilatih dan dilahirkan.”
Menurut Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2024 terdapat lebih dari 20.000 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan sebagian besar kasus terjadi di lingkungan terdekat, termasuk sekolah. Namun, angka ini diyakini hanya puncak gunung es, mengingat masih banyak korban yang memilih diam karena takut, malu, atau tidak tahu harus melapor ke mana.
Melalui “Ruang Aman Literasi,” PW IPM Jawa Timur bersama PD IPM Sumenep berharap dapat melahirkan generasi pelajar yang tidak hanya cakap secara akademik, tetapi juga sadar, peduli, dan berdaya untuk melindungi dirinya sendiri serta orang di sekitarnya. (*)
Penulis Liset Ayuni Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan


0 Tanggapan
Empty Comments