
PWMU.CO – Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surabaya (FK UM Surabaya) menggelar Kajian Ramadhan dan Buka Bersama pada Kamis (13/3/2025) di At-Ta’awun Tower Lantai 23.
Acara ini menghadirkan Prof Dr Syafiq A Mughni, MA, yang membahas tujuh tingkatan jiwa manusia dalam perspektif Islam.
Prof Syafiq mengawali kajian dengan mengutip Qs At-Tin ayat 4-6, yang menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (ahsani taqwim), tetapi dapat terjerumus ke dalam kehinaan jika tidak menjaga keimanannya. Ayat tersebut berbunyi:
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Maka, mereka akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya.” (Qs At-Tin: 4-6).
Menurutnya, manusia tidak akan mampu berbuat baik jika jiwanya masih kotor. Oleh karena itu, Allah Swt menegaskan dalam Qs Asy-Syams ayat 9-10:
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
Tujuh Tingkatan Jiwa dalam Islam
Dalam kajian ini, Prof Syafiq menjelaskan tujuh tingkatan jiwa manusia, yaitu:
Pertama, An-Nafsul Amarah
Jiwa yang cenderung pada keburukan dan kemaksiatan. Jika seseorang melakukan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), maka jiwanya dapat meningkat ke tingkatan yang lebih baik.
Kedua, An-Nafsul Lawwamah
Jiwa yang mulai menyadari kesalahan dan sering menyesali perbuatan buruknya. Pada tingkatan ini, manusia mampu membedakan mana yang baik dan buruk, meskipun terkadang masih terjerumus dalam kesalahan.
Ketiga, An-Nafsul Mulhamah
Jiwa yang mulai memahami bisikan baik dan buruk dalam dirinya. Dalam Qs Asy-Syams ayat 8-10, Allah menyebutkan bahwa manusia memiliki potensi fujur (keburukan) dan taqwa (kebaikan). Tantangannya adalah bagaimana membersihkan hati dari bisikan buruk agar dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Keempat, An-Nafsul Muthmainnah
Jiwa yang telah mencapai ketenangan dan keridhaan dalam menghadapi takdir Allah Swt. Orang dengan jiwa ini selalu merasa tenteram dalam melakukan kebaikan.
Allah menjamin mereka masuk surga, sebagaimana disebutkan dalam Qs Al-Fajr: 27-30:
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
Kelima, An-Nafsul Radhiyah
Jiwa yang sepenuhnya ikhlas dalam menerima ketentuan Allah Swt. Orang dengan jiwa ini tidak membedakan antara takdir baik dan buruk, karena ia yakin bahwa semua berasal dari Allah.
Keenam, An-Nafsul Mardhiyah
Jiwa yang sangat dicintai Allah. Orang yang mencapai tingkatan ini tidak terpengaruh oleh gemerlap dunia dan selalu berkata serta bertindak dengan penuh hikmah.
Ketujuh, An-Nafsul Kamilah
Jiwa yang sempurna dalam keimanan dan ketakwaan. Orang-orang dengan tingkatan ini disebut Waliyullah (kekasih Allah), yang hidupnya penuh keberkahan dan bermanfaat bagi orang lain. Namun, hanya Allah yang mengetahui siapa yang benar-benar mencapai tingkatan ini.
Ramadhan sebagai Momentum Penyucian Jiwa
Prof Syafiq menutup kajian dengan mengingatkan bahwa bulan Ramadhan adalah waktu terbaik bagi umat Islam untuk melakukan tazkiyatun nafs agar menjadi manusia yang ahsani taqwim.
Ia mengutip Qs Al-Isra’: 70, yang menyatakan bahwa manusia telah dimuliakan oleh Allah:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.”
Dengan meningkatkan keimanan dan membersihkan jiwa, umat Islam dapat mencapai derajat yang lebih tinggi serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi lingkungan sekitar. (*)
Penulis Rahma Ismayanti Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan


0 Tanggapan
Empty Comments