
PWMU.CO – Sebagai orang Muhammadiyah, siapa yang kenal Pak AR? Salah seorang tokoh Muhammadiyah yang terkenal dengan kesederhanaannya. Nama lengkapnya KH Abdur Rorak Fachruddin, beliau lebih populer dengan sapaan akrab Pak AR. Beliau merupakan sosok ulama dan pemimpin yang terkenal sangat sederhana.
Beliau menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah selama 22 tahun (1968–1990). Di kenal pula sebagai figur yang rendah hati, bersahaja, serta dekat dengan masyarakat kecil.
Suatu ketika, saat bulan Ramadhan dan menjelang waktu berbuka, datang seorang tamu ke kediaman Pak AR. Tamu tersebut tak lain adalah seorang aktivis muda Muhammadiyah yang ingin bersilaturahmi dan berdiskusi dengan beliau.
Saat berada pada kediaman beliau, anak muda itu merasa heran saat mengamati suasananya yang begitu sederhana. Rumah Pak AR tidak megah, perabotannya pun biasa saja.
Ketika adzan Maghrib berkumandang, Pak AR mengajak tamunya tersebut untuk berbuka puasa bersama. Anak mud aitu semakin terkejut saat memperhatikan hidangan berbuka yang sudah disiapkan. Di atas meja, hanya ada segelas teh manis dan sepotong singkong rebus.
Dengan penuh rasa ingin tahu, anak muda itu pun bertanya, “Pak AR, kenapa berbukanya sederhana sekali? Bukankah Bapak seorang tokoh besar? Seharusnya bisa makan yang lebih enak.”
Pak AR tersenyum, dengan tenang beliau menjawab, “Saya ingin merasakan apa yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang kurang mampu. Jika kita terbiasa berbuka dengan makanan lezat, kita bisa lupa bahwa banyak orang yang hanya punya ini untuk berbuka. Puasa bukan hanya tentang menahan lapar, tetapi juga belajar memahami penderitaan orang lain.”
Mendengar jawaban itu, tamu ini pun terdiam. Dalam hatinya, ia merasa malu karena selama ini selalu berbuka dengan makanan yang berlimpah tanpa pernah memikirkan bagaimana kondisi mereka yang kurang beruntung.
Hadiah dari dermawan
Selain tentang kesederhanaan itu, Pak AR juga memiliki kebiasaan unik saat menerima hadiah atau makanan dari orang lain.
Suatu hari, seorang dermawan datang ke rumah beliau dan memberi hadiah beberapa bungkus makanan enak untuk berbuka puasa. Namun, alih-alih menyimpannya untuk diri sendiri, Pak AR justru langsung membagikannya kepada orang-orang di sekitar yang lebih membutuhkan.
Salah seorang muridnya saat melihat hal itu pun bertanya, “Pak AR, kenapa makanan ini tidak dimakan sendiri? Bukankah ini hadiah untuk Bapak?”
Pak AR tersenyum dan menjawab dengan lembut, “Kalau saya makan sendiri, hanya saya yang kenyang. Tapi kalau saya bagikan, lebih banyak yang bisa merasakan nikmatnya makanan ini. Rezeki itu bukan untuk ditumpuk, tapi untuk dibagikan.”
Buah Ramadhan
Kisah ini menunjukkan bahwa bagi Pak AR, Ramadhan bukan sekadar menahan lapar dan haus. Tetapi juga membangun empati, kesederhanaan, dan kepedulian kepada sesama. Beliau tidak hanya mengajarkan nilai-nilai Islam melalui ceramah, tetapi juga dengan keteladanan melalui kesehariannya.
Sikapnya yang sederhana dan dermawan mengingatkan kita bahwa hakikat puasa adalah menahan diri dari sifat serakah. Caranya dengan selalu berbagi kepada sesama. Karena itu merupakan makna sejati dari ketakwaan yang diajarkan dalam Islam.
Kisah kesederhanaan dan kepedulian Pak AR dalam berbuka puasa serta kebiasaannya berbagi sangat selaras dengan ajaran Islam. Selain itu, kisah ini juga memberikan inspirasi dan teladan kepada kita semua agar
1. Sederhana dalam hidup dan tidak berlebihan
Allah Swt berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS Al-A’raf 31)
Ayat ini menegaskan pentingnya hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Termasuk dalam hal makan dan minum. Pak AR memilih berbuka puasa dengan makanan yang sederhana, bukan karena tidak mampu. Tetapi sebagai bentuk pengamalan ayat ini agar selalu merasa dekat dengan orang-orang yang kekurangan.
2. Mempunyai sikap pedulian kepada sesama
Allah Swt berfirman:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.” (QS Al-Insan: 8)
Pak AR yang selalu berbagi makanan kepada orang lain meskipun itu adalah hadiah untuknya sendiri. Hal ini menunjukkan, beliau mengamalkan nilai dari Islam mengajarkan bahwa keutamaan memberi itu lebih besar daripada sekadar menikmati untuk diri sendiri.
3. Memberi Makan Orang yang Berbuka Puasa
Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barang siapa memberi makan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.” (HR. Tirmidzi No. 807, Ibnu Majah No. 1746)
Kebiasaan Pak AR yang selalu memberikan makanan kepada orang lain menunjukkan bahwa beliau memahami betapa besar pahala memberi makan orang yang berbuka puasa.
4. Mengutamakan orang lain daripada diri sendiri (Itsar)
Dalam Al-Qur’an Allah Swt juga menyanjung orang-orang yang lebih mengutamakan kepentingan orang lain.
Allah Swt berfirman:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُو۟لَٰئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
“Dan mereka mengutamakan (orang lain) atas dirinya sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan barang siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr: 9)
Pak AR selalu mendahulukan orang lain, bahkan dalam kondisi yang terbatas. Sikap ini mencerminkan akhlak para sahabat Rasulullah Saw yang lebih mengutamakan kebutuhan saudaranya meskipun mereka sendiri membutuhkan.
***
Kisah Pak AR bukan sekadar cerita inspiratif, tetapi juga contoh nyata dari pengamalan ajaran Islam. Kesederhanaan dalam berbuka puasa, kebiasaan berbagi kepada sesama, serta sikap mendahulukan orang lain adalah bentuk nyata dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus. Tetapi juga tentang mengajar tentang rasa empati, kepedulian, dan semangat berbagi yang tulus. (*)
Editor Notonegoro


0 Tanggapan
Empty Comments