
PWMU.CO – “Mitsaqan Ghaliza” (ميثاقا غليظا) istilah yang dalam Al-Qur’an hanya tersebut sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu dalam 1) QS Al-Ahzab:7 tentang perjanjian Allah SWT dengan para nabi-Nya, 2) QS. An-Nisa: 154 tentang penegasan perjanjian Allah dengan Bani Israil; dan 3) QS An-Nisa: 21 yang berarti “bagaimana kamu akan mengambilnya kembali (dalam hal ini harta pemberian atau mahar), padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 dan 3, menjelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan. Yaitu akad atau perjanjian penyerahan yang kuat dari ayah kandung seorang perempuan kepada seorang laki-laki dengan tujuan mentaati perintah Allah dan mengamalkan amal sholih. Perkawinan juga bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Dalam bahasa Arab, kata Sakinah (سكينة) berasal dari akar kata sa-ka-na yang berarti kedamaian atau ketenangan. Dalam QS Ar-Rum 21, Allah berfirman::
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٢١
Artinya: Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya (litaskunuu ilaihaa). Dia menjadikan diantaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Menurut Ustadz Adi Hidayat, “sakinah” adalah ketenangan dalam rumah tangga yang muncul setelah hilangnya permasalahan. Ibaratnya dahan pohon yang tenang setelah terkena angin kencang, atau kapal yang damai setelah berhasil menerjang badai. Permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga, dapat menjadi pengalaman bersama sebagai persiapan menghadapi permasalahan selanjutnya (sumber: youtube).
Pandangan Muhammadiyah dan Aisyiyah
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang memiliki pengaruh besar telah lama menjadi pendukung konsep keluarga sakinah. Dengan pemahaman bahwa keluarga sakinah adalah pondasi bagi masyarakat. Maka untuk memperkuat dan mewujudkan keluarga sejahtera, maka Muhammadiyah mendukung pendidikan dan pelatihan bagi pasangan suami-istri untuk membangun hubungan yang lebih baik.
Sedang ’Aisyiyah — sebagai salah satu ortom utama Muhammadiyah — mendefinisikan istilah Keluarga Sakinah, sebagaimana yang tertuang dalam buku Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah sebagai “bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) yang dilandasi rasa saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa tanggung jawab dalam menghadirkan suasana kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridlai Allah swt“.
Mengutip dari suaramuhammadiyah.id, buku Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih XXVIII Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjelaskan bahwa dalam membangun Keluarga Sakinah perlu berlandaskan pada lima asas berikut:
- Asas karamah insaniyah: menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemuliaan dan kedudukan utama.
- Asas hubungan kesetaraan: hubungan antar manusia berdasarkan pada sikap penilaian bahwa semua manusia mempunyai nilai sama. Perbedaan status dan peran, tidak menimbulkan perbedaan nilai kemanusiaannya di hadapan orang lain.
- Asas keadilan: adil terhadap diri, pasangan, anak-anak, orangtua, serta kerabat. Adil terhadap diri sendiri dalam arti mampu memenuhi kebutuhan dan hak-hak diri, baik kebutuhan badan, jiwa, spiritual maupun sosial secara berimbang dan baik. Bersikap adil terhadap keluarga mampu memenuhi hak-hak keluarga secara baik dan seimbang.
- Asas mawaddah wa rahmah: keadaan jiwa pada masing-masing individu anggota keluarga yang memiliki perasaan lekat secara sukarela pada orang lain, yang diikuti oleh dorongan dan usaha untuk menjaga dan melindunginya. Dengan mawaddah wa rahmah akan tercipta ketenteraman dan keharmonisan antar anggota keluarga.
- Asas pemenuhan kebutuhan kehidupan sejahtera dunia akhirat. Kebutuhan itu meliputi kebutuhan ketauhidan, kebutuhan ‘ubudyyah, potensi kehalifahan, kebutuhan jasadiyah, dan kebutuhan berfikir.
Sedang dalam buku Fiqih Keluarga Muslim Indonesia, untuk mencapai taraf sakinah mawaddah wa rahmah, harus dibangun, diperjuangkan, dan diupayakan oleh kedua pasangan suami istri. Allah telah memberi tuntunan kepada suami istri untuk saling muasyaroh, mempergauli dengan baik, menghormati, sesuai dengan QS Al-Baqarah 187. Ayat tersebut dapat dipahami dalam konteks urusan suami istri yang bersifat saling timbal balik. Saling tolong menolong, saling mengingatkan untuk bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan saling menasehati untuk menjauhi larangan-Nya.
Beberapa tips agar konsep sakinah tetap terwujud di zaman sekarang:
- Niatkan semua untuk mencari ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
- Memperkuat komunikasi, membangun komunikasi terbuka dan jujur.
- Mengatur keuangan bersama dan saling transparan.
- Membatasi penggunaan gadget saat sedang bersama dan mengatur pengaruh media sosial, tdak perlu membandingkan dengan kondisi rumah tangga orang lain yang “terlihat” lebih baik.
- Biasakan untuk mengelola dan menyelesaikan konflik dalam keadaan tenang.
- Membangun empati dan saling menghargai.
- Mau untuk terus belajar dan berproses, serta saling mengingatkan.
- Senantiasa memohon pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Konsep sakinah untuk kesehatan masyarakat
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Hubungan suami istri yang harmonis, akan lebih kompak dalam menerapkan pendidikan karakter dan pola asuh yang baik untuk anak-anak. Minimnya konflik antara suami istri, lebih jarang menciptakan lingkungan yang penuh stres dan trauma yang dapat berdampak pada anak-anak.
Keluarga yang harmonis juga cenderung lebih baik dalam menerapkan pola hidup yang sehat. Kebiasaan menjaga kebersihan dan berpola hidup sehat, akan mempengaruhi kesehatan. Baik kesehatan pada diri sendiri, keluarga, maupun pada lingkungan sekitar. Dari keluarga yang sehat — secara fisik, mental, spiritual, dan sosial — akan menjadi support system bagi terbentuknya masyarakat yang sejahtera.***
Editor Notonegoro


0 Tanggapan
Empty Comments