Search
Menu
Mode Gelap

Membangun Budaya Kerja ‘Ramah dan Santun’ di Sekolah

Membangun Budaya Kerja ‘Ramah dan Santun’ di Sekolah
Oleh : Alvin Qodri Lazuardy, MPd Kader Muhammadiyah Pegiat Literasi, Pemerhati Pendidikan
pwmu.co -

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melontarkan sebuah gagasan tentang budaya kerja “ramah dan santun” sebagai landasan layanan pendidikan.

Bukan sekadar slogan, nilai-nilai ini sebagai rancangan untuk menjadi ruh tata hubungan antar-pegawai, kepala sekolah, pendidik, siswa, dan masyarakat.

Tujuannya, agar sekolah benar-benar mampu berperan sebagai “rumah pendidikan” yang menenangkan, memotivasi, dan memberdayakan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ramah berarti sikap baik hati, manis tutur kata dan sikap, serta luwes dalam pergaulan. Secara lebih rinci, ramah bisa diartikan sebagai perilaku yang baik, sopan, dan bersahabat dalam berinteraksi dengan orang lain.

Sedang santun memiliki makna keluhuran budi atau perilaku, misalnya: sopan, baik, penuh empati terhadap orang lain.

Dalam konteks pendidikan, perpaduan kedua kata tersebut mengandung makna pelayanan yang cekatan dan responsif dengan tetap menjaga nilai-nilai integritas, empati dan memanusiakan atau menjunjung tinggi martabat setiap insan pendidikan.

Pilar budaya ramah

Kemendikdasmen merumuskan sejumlah nilai operasional yang menjadi fondasi budaya ramah. Pilar ini diharapkan dapat membentuk tata kelola pendidikan yang humanis, profesional, serta selaras dengan kebutuhan zaman.

  1. Responsif
    Mampu merespons dengan cepat setiap kebutuhan, baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Responsif berarti tidak menunda penyelesaian persoalan, melainkan sigap mengambil langkah yang tepat demi tercapainya solusi.
  2. Akuntabel
    Setiap tindakan dan keputusan dilakukan dengan penuh tanggung jawab serta dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Akuntabilitas memastikan adanya transparansi, kejujuran, dan integritas dalam setiap proses kerja.
  3. Melayani
    Memahami kepemimpinan sebagai pengabdian. Melayani berarti menghadirkan sikap empati, membantu, serta memfasilitasi penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat pendidikan. Fokusnya bukan pada kekuasaan, melainkan pada kebermanfaatan.
  4. Adaptif
    Mencerminkan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, budaya, maupun teknologi. Nilai adaptif mendorong terbentuknya inovasi, pembaruan, dan kreativitas agar pendidikan tetap relevan dengan tuntutan zaman.
  5. Harmonis
    Menjaga hubungan yang sehat, stabil, dan selaras antar pemangku kepentingan. Harmonis menciptakan suasana kebersamaan, gotong royong, serta kolaborasi yang konstruktif demi tercapainya tujuan bersama.

Sifat Insan yang Santun

Sedangkan untuk mewujudkan rumah pendidikan yang santun, Kemendikdasmen menekankan pentingnya karakter personal, yaitu: setia pada aturan kebenaran, amanah, semangat kebangsaan (negarawan), menjadi teladan, berusaha unggul tanpa arogan, serta bersikap ngemong — menjaga, membimbing, dan mengayomi.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Budaya kerja tidak diukur dari tumpukan dokumen. Tapi budaya kerja dapat dirasakan setiap hari dalam melakukan interaksi dengan sesamanya.

Sekolah dengan atmosfer ramah dan santun lebih mudah membangun kepercayaan orang tua siswa, dapat meningkatkan kesejahteraan guru, menurunkan potensi konflik, dan endingnya memberi dampak positif pada iklim belajar siswa.

Di era kualitas pelayanan publik semakin terukur, reputasi dan kinerja lembaga pendidikan bergantung pada hal-hal sederhana. Misalnya tentang: bagaimana menyampaikan salam, menangani keluhan, atau bagaimana mengambil sebuah keputusan dan mengkomunikasikannya.

Berkaitan hal tersebut, maka ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan oleh kepala sekolah, yaitu:

  1. Menjadikan nilai sebagai SOP harian. Yaitu dengan mengintegrasikan indikator ramah dan santun dalam prosedur penerimaan tamu, layanan administrasi, penanganan keluhan, hingga rapat guru.
  2. Menyelenggarakan program pelatihan berkelanjutan tentang komunikasi empatik, manajemen konflik, dan layanan publik bagi seluruh staf. Latihan pendek (micro-training) secara berkala lebih efektif daripada seminar sekali saja.
  3. Menjadi teladan dalam hal kepemimpinan. Kepala sekolah dan pengawas harus menjadi contoh atau teladan dalam hal tutur kata, memberi umpan balik, atau membangun kebijakan disiplin melalui cerminan nilai yang berlaku.
  4. Melakukan pengukuran sederhana. Misalnya berkaitan dengan survei tingkat kepuasan siswa, orang tua dan guru; memantau indikator responsivitas (waktu tanggapan), akuntabilitas (kepatuhan prosedur), dan kualitas layanan.
  5. Mempraktikkan budaya sebagai ritus, dalam pengertian sebagai kebiasaan yang tidak boleh hilang. Menumbuhkan ritual atau kebiasaan harian, meliputi: salam pagi yang konsisten, sesi refleksi singkat, penghargaan atas tindakan layanan ramah, serta forum berbagi praktik baik antar-sekolah.
  6. Melibatkan komunitas. Sekolah sebagai rumah pendidikan juga terbentuk dari dukungan masyarakat. Karena itu, libatkan orang tua dan tokoh masyarakat dalam penguatan nilai serta evaluasi layanan.
  7. Membuat sistem penghargaan yang adil. Apresiasi guru atau staf yang menunjukkan layanan santun dan inovatif dengan mekanisme yang transparan, bukan semata berdasarkan senioritas.

Konsistensi lebih penting dari wacana

Transformasi budaya bukan program sekali bak lari maraton — yang pengerjaannya secara borongan dan cepat selesai. Pesan sederhana bagi kepala sekolah dan pemangku kepentingan harus berjalan secara berkelanjutan: mulailah dengan tindakan-tindakan kecil tapi melakukannya secara konsisten.

Ketika salam menjadi sopan, respons menjadi cekatan, dan kebijakan dengan penuh empati, maka peran sekolah selain menyampaikan kurikulum juga membentuk karakter bangsa.

Kemendikdasmen memberikan kerangka; tanggung jawab implementasi ada pada setiap pemimpin sekolah dan komunitas pendidikan. Karena itu, mari kita jadikan sekolah sebagai rumah yang ramah, dan insan-insannya santun — agar pendidikan kita bukan sekadar transfer ilmu, tapi juga transfer akhlak.***

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments