Search
Menu
Mode Gelap

Menata Waktu dengan Iman, Ikhtiar, dan Tawakal

Menata Waktu dengan Iman, Ikhtiar, dan Tawakal
Ilustrasi: OpenAI
pwmu.co -

Masa lalu telah menjadi sejarah. Ia tidak akan pernah kembali, tetapi meninggalkan jejak pelajaran yang sangat berharga.

Islam tidak mengajarkan kita untuk terjebak dalam penyesalan yang berkepanjangan, namun mendorong muhasabah diri: mengambil hikmah, memperbaiki kekurangan, dan mensyukuri kebaikan.

Allah Ta’ala berfirman: “Sungguh, pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Yusuf: 111)

Yang baik dari masa lalu hendaknya kita tingkatkan, sementara yang buruk kita tinggalkan dengan tekad dan taubat yang sungguh-sungguh. Sebab, penyesalan yang tidak diiringi perubahan hanya akan melemahkan jiwa.

Hari ini adalah satu-satunya waktu yang benar-benar kita miliki. Maka, isilah hari ini dengan mengerjakan apa yang telah direncanakan secara sungguh-sungguh, penuh percaya diri, dan keyakinan, karena kita tidak berjalan sendiri. Kita berjalan bersama pertolongan Allah Wa Ta’ala.

Rasulullah saw bersabda: “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, masa mudamu sebelum tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu.” (HR. Al-Hakim)

Seorang petani tidak menunggu hujan sambil berdiam diri. Ia membajak tanah, menanam benih, dan merawat tanaman setiap hari. Ia yakin hujan adalah rahmat Allah, namun ikhtiar adalah kewajiban manusia.

Begitulah seharusnya seorang mukmin menjalani hari ini: bekerja dengan disiplin, berdoa dengan khusyuk, dan yakin bahwa Allah melihat setiap usaha.

Hari esok adalah wilayah yang tidak kita ketahui. Tidak ada satu pun manusia yang mampu memastikan apa yang akan terjadi.

Karena itu, Islam mengajarkan keseimbangan antara perencanaan, optimisme, dan kepasrahan kepada Allah.

Berencana Tanpa Berlebihan

Islam tidak melarang merencanakan masa depan. Bahkan, perencanaan yang matang adalah bagian dari kecerdasan dan tanggung jawab.

Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Rasulullah saw pernah menegur seorang Arab Badui yang meninggalkan untanya tanpa diikat sambil berkata, “Aku bertawakal kepada Allah.”

Beliau bersabda: “Ikatlah untamu, lalu bertawakal.” (HR. Tirmidzi)

Maknanya: Perencanaan dan usaha bukanlah lawan dari tawakal, melainkan bagian dari tawakal itu sendiri.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Seorang mahasiswa yang ingin lulus tepat waktu tidak cukup hanya berdoa. Ia menyusun jadwal belajar, mengerjakan tugas, dan berdiskusi dengan dosen. Doanya menjadi kuat karena diiringi ikhtiar yang nyata.

Optimistis dan Tidak Takut Berlebihan

Rasa takut terhadap masa depan adalah fitrah manusia. Namun, Islam melarang ketakutan yang berlebihan hingga mematikan harapan.

Allah Wa Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir.” (QS. Az-Zumar: 53)

Rasulullah saw adalah teladan terbesar dalam optimisme. Dalam kondisi terdesak, terancam, dan sulit, beliau tetap menanamkan harapan kepada para sahabat.

Seorang pedagang yang mengalami kerugian tidak langsung menyerah. Ia mengevaluasi kesalahan, memperbaiki strategi, dan kembali berusaha. Ia yakin rezeki Allah luas, dan kegagalan hari ini bukan akhir segalanya.

Menyadari Masa Depan Milik Allah 

Sebesar apa pun rencana manusia, keputusan akhir tetap berada di tangan Allah. Karena itu, Islam mengajarkan adab spiritual dalam merencanakan masa depan.

Allah Ta’ala berfirman: “Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan tentang sesuatu, ‘Aku pasti melakukan itu besok,’ kecuali dengan mengatakan, ‘Insya Allah.’” (QS. Al-Kahfi: 23–24)

Mengucapkan Insya Allah bukan sekadar ucapan lisan, melainkan pengakuan bahwa manusia lemah dan Allah Maha Menentukan.

Seorang profesional boleh menargetkan karier tinggi, namun ia tetap sadar bahwa sehat, umur, dan kesempatan adalah karunia Allah. Kesadaran ini membuatnya rendah hati saat berhasil dan sabar saat diuji.

Doa Seorang Hamba yang Yakin

Yaa Allah, aku memohon kekuatan dari-Mu karena kelemahanku,
aku memohon kekayaan dari-Mu karena kefakiran dan kepapaanku,
dan aku memohon kearifan serta ilmu dari-Mu karena kejahilanku.

Yaa Allah, sampaikanlah shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya,
dan bantulah kami agar mampu bersyukur dan berzikir kepada-Mu,
dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih di antara para pengasih. (*)

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments