Search
Menu
Mode Gelap

Mengenang Marsinah: Pejuang Kesejahteraan Buruh yang Mengorbankan Nyawa

pwmu.co -
Sumber gambar: ANTARA News Kalsel

Oleh: Andi Hariyadi – Ketua Majelis Pustaka Informatika dan Digitalisasi PDM Surabaya

PWMU.CO – Marsinah adalah sosok buruh yang ulet, tekun, dan disiplin. Ia dikenal mudah bergaul, khususnya dengan rekan-rekan buruh yang senasib. Dengan keberanian yang luar biasa, ia menyuarakan dan memperjuangkan hak serta kesejahteraan kaum buruh secara total. Namun, perjuangan mulianya harus dibayar mahal dengan penderitaan yang menyakitkan hingga akhirnya merenggut nyawanya.

Pejuang nasib buruh ini diketahui menghilang pada 5 Mei 1993, tanpa ada yang mengetahui di mana keberadaannya. Sebelumnya, ia tengah memperjuangkan nasib 13 rekan buruh lainnya sebagai bentuk solidaritas dalam menuntut keadilan dan kesejahteraan. Tragisnya, tiga hari kemudian, pada 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan telah meninggal dunia di sebuah gubuk di wilayah Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Ia ditemukan dalam kondisi mengenaskan akibat mengalami kekerasan berat yang merenggut nyawanya.

Pembunuhan Marsinah merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, ada perencanaan yang matang dan keterlibatan beberapa pihak di masa Orde Baru, dimana kebebasan warga dibatasi dan yang menyuarakan aspirasi dihabisi secara kejam di luar batas kemanusiaan.

Pada tahun yang sama dengan kematiannya, Marsinah dianugerahi Penghargaan Yap Thiam Hien atas keberaniannya dalam memperjuangkan hak-hak buruh. Tragedi yang menimpanya ini tidak hanya mengguncang Indonesia, tetapi juga menarik perhatian dunia internasional. Kasus Marsinah kemudian dicatat oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan dikenal sebagai Kasus No. 1773.

Tujuannya bukan untuk membuka kembali luka lama atas tragedi kemanusiaan yang merenggut nyawa Marsinah, tetapi untuk mengingatkan kita semua agar lebih bijak dan manusiawi dalam memperlakukan sesama, khususnya rakyat kecil. Terlebih lagi, Marsinah adalah seorang perempuan buruh yang dengan penuh keberanian memperjuangkan hak atas kesejahteraan sesuatu yang semestinya menjadi perhatian dan tanggung jawab bersama.

Marsinah adalah sosok tangguh lahir pada 10 April 1969 di desa Nglundo Sukomoro, Nganjuk, Jawa Timur. Ia memilki tiga saudara yaitu Marsini, Marsinah dan Wijiati. Setelah ibunya meninggal dunia saat ia berusia 3 tahun, ia pun diasuh oleh neneknya, Paerah. Mereka berdua tinggal bersama paman dan bibi Marsinah.

Pendidikan yang ditempuhnya hanya sampai di SMA Muhammadiyah Nganjuk. Setelah lulus, ia memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah, namun terkendala masalah biaya. Karena itu, ia bekerja sebagai buruh pabrik di Surabaya, lalu berpindah ke Sidoarjo, hingga akhirnya meninggal dunia pada usia yang relatif muda, 24 tahun.

Mengenang Marsinah bukan sekadar menabur bunga dan melangitkan doa, tetapi juga tentang bagaimana kita menemukan dan meneladani “bunga-bunga” perjuangannya, keteladanan dalam keberanian, kepedulian terhadap kesejahteraan, dan semangat menuntut keadilan bagi kaum buruh.

Sudah 32 tahun berlalu sejak tragedi kemanusiaan yang merenggut nyawa Marsinah. Kita berharap, peristiwa kelam seperti itu tidak pernah terulang kembali, dalam bentuk dan alasan apa pun, yang justru menimbulkan korban di antara rakyat sendiri. Kini saatnya kita membangun kesadaran dan kebersamaan, karena buruh bukan sekadar pekerja semata, melainkan sosok yang berjasa besar dalam menggerakkan roda pembangunan dan kemajuan industri di negeri ini.

Hubungan antara pengusaha dan buruh pada masa Orde Baru belum menunjukkan adanya rasa keadilan yang mampu menghadirkan kesejahteraan bagi semua pihak. Pengusaha semakin diperkaya, sementara buruh justru dibiarkan hidup dalam penderitaan. Ketimpangan ini mencerminkan bentuk arogansi dan diskriminasi yang sangat membahayakan kedaulatan sosial dan keutuhan bangsa.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Ketajaman berpikir Marsinah yang kritis terhadap kondisi sosial pada masanya telah membuka kesadaran kita semua. Dari sanalah lahir beberapa “bunga keteladanan” yang harus terus kita kobarkan yakni, pertama, perjuangan untuk mewujudkan keadilan, baik secara sosial maupun personal.

Sila kelima Pancasila, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, seharusnya menjadi pedoman dalam membangun kesejahteraan yang merata. Namun, dalam kenyataannya, keadilan sosial kerap tereduksi menjadi sekadar keadilan personal yang hanya dinikmati oleh lingkaran terdekat antara pengusaha dan penguasa. Akibatnya, keadilan sosial lebih sering menjadi retorika kosong tanpa upaya nyata untuk mewujudkannya.

Sementara itu, kemiskinan tetap tumbuh di sekitar kita, begitu dekat dan nyata. Di sisi lain, masih ada pihak-pihak yang hidup dalam kemewahan, berfoya-foya tanpa rasa empati atau kepedulian untuk berbagi. Ketimpangan inilah yang seharusnya menggugah hati kita semua, bahwa perjuangan seperti yang dilakukan Marsinah masih sangat relevan hingga hari ini.

Kedua, mengaktualisasikan nilai Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Berbagai ketimpangan yang terjadi di lingkungan kerja membuat Marsinah tergerak untuk menjalankan prinsip amar ma’ruf nahi munkar, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Ia sadar akan keterbatasan dirinya sebagai buruh, namun tak rela membiarkan ketidakadilan terus berlangsung tanpa perlawanan.

Ketiga, menggerakkan kepedulian. Meskipun kesejahteraan masih jauh dari harapan, Marsinah tetap tergerak untuk menumbuhkan kepedulian sebagai wujud nyata solidaritas kemanusiaan. Ia memahami sepenuhnya risiko yang harus dihadapi saat membangun kesadaran bersama, namun tetap memilih jalan itu karena baginya, kepedulian adalah sumber energi perubahan. Melalui kepedulian, lahir kekuatan kolektif untuk memperjuangkan keadilan dan memperbaiki keadaan.

Beberapa bunga keteladan perjuangan Marsinah untuk buruh merupakan hasil dari proses pendidikan yang diterimanya di SMA Muhammadiyah Nganjuk. Materi pelajaran Ke-Muhammadiyahan khususnya model dakwah KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah yang humanis dan konstruktif, coba untuk diaktualisasikan sehingga mendorong adanya perubahan tanpa pengerusakan.

Marsinah perjuanganmu tidaklah sia-sia, justru menginspirasi untuk peduli. Semoga menjadi amal soleh. (*)

Editor Ni’matul Faizah

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments