Dalam pusaran perubahan paradigma pendidikan nasional, dua arus besar kini saling beririsan: kebijakan deep learning ala Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan gagasan Kurikulum Cinta yang tengah dikembangkan Kementerian Agama (Kemenag).
Keduanya mengusung misi yang sama: melahirkan generasi pembelajar yang bukan hanya cerdas secara kognitif, tetapi juga matang secara afektif dan spiritual.
Staf Khusus Mendikdasmen, Arif Jamali, mengatakan pembelajaran mendalam bertujuan memperkaya pendekatan pembelajaran dengan menambah karakteristik pedagogi.
Sejalan dengan kompetensi literasi keagamaan lintas budaya, dalam penerapan pembelajaran mendalam semua pihak yang terlibat diharapkan saling menghargai dan menghormati dengan mempertimbangkan potensi, martabat, dan nilai-nilai kemanusiaan.
“Pembelajaran mendalam merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik,” kata Arif.
Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Menag, Farid F. Saenong, mengatakan tiga tokoh penting pemerintahan saat ini adalah Anggota Dewan Pengarah BPIP dan Penasihat Ahli Kemenag Amin Abdullah, Menteri Agama Nasaruddin Umar, dan Mendikdasmen Abdul Mu’ti. Itu sebabnya, kehadiran Kurikulum Cinta menjadi momentum untuk semakin memperkuat kompetensi guru.
“Ini akan menjadi kekuatan besar yang harus kita manfaatkan dalam makna positif, agar cita-cita kita bersama untuk menciptakan kehidupan damai dan toleran di Indonesia bisa terwujud,” kata Farid.
Farid menambahkan, Kurikulum Cinta pada dasarnya adalah substansi, nilai, karakter, dan konten yang akan mendominasi semua proses belajar mengajar.
Kurikulum Cinta masih dalam tahap uji publik, sehingga artinya masih menerima masukan dari berbagai pihak. Konsep Kurikulum Cinta menekankan terbangunnya relasi atau hubungan dalam menjaga persatuan bangsa.
Di sisi lain, Kemenag menggagas Kurikulum Cinta sebagai respons atas kegelisahan sosial: meningkatnya intoleransi, krisis empati, dan degradasi moral di kalangan pelajar.
Kurikulum ini menempatkan nilai kasih sayang (rahmah), penghormatan terhadap perbedaan, dan penguatan akhlak sebagai inti proses belajar.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Dr. H. Syarif Hidayatullah, menegaskan bahwa “pendidikan tanpa cinta akan menghasilkan generasi pintar yang kering hati; sebaliknya, cinta tanpa kecerdasan akan membuat generasi rapuh menghadapi tantangan zaman.”
Titik Temu dan Tantangan Integrasi
Prof. Amin Abdullah, Anggota Dewan Pengarah BPIP dan Penasihat Ahli Kemenag, mengatakan salah satu metode deep learning adalah mendorong guru menerapkan pembelajaran yang menyenangkan (joyful), sehingga kompetensi literasi keagamaan lintas budaya bisa ikut mendukung hal tersebut, yaitu mendorong pendidikan yang sarat nilai-nilai toleransi, menghormati orang lain, dan kerja sama. Hal senada juga muncul dalam konsep Kurikulum Cinta yang mengajarkan beragama dengan cinta kasih.
“Kombinasi kompetensi pribadi dan kompetensi komparatif bertujuan membangun kompetensi kolaborasi. Jadi, masyarakat Indonesia yang plural jangan sampai membenci penganut agama lain. Ajaran agama apa pun tidak boleh membenci penganut agama lain atau mengkafir-kafirkan,” kata Amin.
Pakar pendidikan menilai ada peluang besar untuk mengintegrasikan deep learning dan Kurikulum Cinta menjadi satu ekosistem pembelajaran yang utuh.
Dengan deep learning, peserta didik akan dilatih berpikir kritis, menghubungkan konsep lintas disiplin, dan menemukan solusi kreatif. Dengan Kurikulum Cinta, proses ini dilandasi niat baik, rasa empati, dan penghormatan terhadap sesama.
Namun, tantangan juga mengintai. Secara teknis, Kemendikdasmen berfokus pada sekolah umum dan pendidikan berbasis kompetensi akademik, sementara Kemenag bergerak pada pendidikan madrasah dan pesantren yang sarat muatan spiritual.
Integrasi dua pendekatan ini memerlukan koordinasi lintas kementerian, sinkronisasi perangkat ajar, serta pelatihan guru yang memahami kedua paradigma.
Kepala Kelompok Kerja Pengawas (Kapokjawas) Kankemenag Jakarta Utara, Sutikno, berharap agar Kurikulum Cinta dari Kemenag dan pendekatan deep learning dari Kemendikdasmen dapat diintegrasikan dalam satu sistem pembelajaran yang menyeluruh dan aplikatif.
Implikasi Sosial dan Ilmiah
Jika berhasil, integrasi ini diprediksi akan memperkuat human capital Indonesia secara signifikan. Studi Journal of Educational Change (2024) menyebutkan bahwa kombinasi pembelajaran mendalam dengan pendidikan berbasis empati mampu meningkatkan performa akademik sekaligus menurunkan tingkat perundungan hingga 40% di sekolah-sekolah percontohan di Asia Tenggara.
Bagi masyarakat, keberhasilan konsep ini akan menjawab tuntutan zaman: generasi yang cakap memanfaatkan teknologi sekaligus mampu merawat kemanusiaan.
Dalam bahasa Kiai Ahmad Dahlan, “Ilmu yang tidak diamalkan adalah kesia-siaan.” Maka, deep learning menjadi cara berpikir, Kurikulum Cinta menjadi cara hidup. (*)


0 Tanggapan
Empty Comments