Search
Menu
Mode Gelap

Merawat Jati Diri Pendidikan Muhammadiyah di Tengah Arus Perubahan

pwmu.co -
Oleh Husnil Hidayat, MT, MM – Dosen Universitas Muhammadiyah Muara Bungo, Jambi

PWMU.CO – Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang sejak awal berdirinya telah menempatkan pendidikan sebagai instrumen utama dalam mencerahkan kehidupan bangsa. Gagasan besar ini lahir dari pemikiran Kiai Haji Ahmad Dahlan. Sang pembaharu yang ingin membangkitkan kesadaran umat Islam di tengah keterbelakangan dan dominasi pendidikan kolonial Belanda.

Pada akhir abad ke-19, dua sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia — yakni sistem pendidikan liberal kolonial dan sistem pesantren tradisional — dalam pandangan Kiai Dahlan belum mampu memenuhi kebutuhan umat. Sistem kolonial bersifat eksklusif dan sekuler, sementara sistem pesantren cenderung konservatif dan tidak mendorong nalar kritis. Melihat kekosongan ini, Kiai Dahlan menghadirkan sintesis berupa sistem pendidikan Islam yang berkemajuan, modern, dan tetap berakar pada nilai-nilai keislaman.

Upaya Kiai Dahlan tidak hanya bersifat ideologis, tetapi juga praktis. Beliau memulai reformasi dari lingkup kecil, melalui pengajian dan diskusi terbuka bersama masyarakat. Masalah-masalah sosial dan keumatan dibedah secara kritis, lalu di cari solusinya melalui pendekatan pendidikan. Inilah cikal bakal gerakan Muhammadiyah — sebuah gerakan dakwah berbasis pendidikan yang berorientasi pada kemajuan. Sekolah-sekolah bentukan Muhammadiyah menjadi ruang belajar yang terbuka bagi siapa saja, menggabungkan pelajaran agama dengan ilmu umum, dan menerapkan sistem evaluasi yang rasional. Model ini menjadi pembeda dan pembaharu di tengah stagnasi pendidikan Islam pada masanya.

Pentingnya peran pendidikan dalam tubuh Muhammadiyah kembali mendapat penegasan saat Muktamar Seabad Muhammadiyah pada 2010 di Yogyakarta, dengan mengangkat isu “Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah”.

Pertanyaan besarnya yang muncul adalah, “Mengapa pendidikan perlu direvitalisasi?”. Jawabannya sederhana namun mendasar, “Karena sejak awal, pendidikan adalah jantung gerakan Muhammadiyah”. Dalam Statuta tahun 1912, tujuan Muhammadiyah telah jelas menyatakan: “Memajoekan hal Agama kepada anggauta-anggautanja.” Konsep “berkemajuan” inilah yang menjadi ruh pendidikan Muhammadiyah: progresif, ilmiah, dan tetap religius.

Pendidikan Muhammadiyah di era digital

Kini, saat dunia pendidikan menghadapi tantangan baru seperti digitalisasi, perubahan sosial, dan krisis moral. Semangat pembaruan Kiai Dahlan atau Muhammadiyah kian relevan untuk dihidupkan kembali. Revitalisasi pendidikan Muhammadiyah tidak sekadar membenahi sarana dan kurikulum. Tetapi menghidupkan kembali visi awal: “menjadikan pendidikan sebagai sarana dakwah pencerahan dan pembentukan karakter bangsa”. Dengan menguatkan pendidikan sebagai landasan pergerakan, harapannya agar Muhammadiyah dapat terus menjadi pelita perubahan bagi umat dan bangsa Indonesia.

Mengutip dari artikel MPKSDI PP Muhammadiyah, Revitalisasi pendidikan Muhammadiyah mencakup enam aspek utama: pertama, aspek pembelajar. Peserta didik harus terfasilitasi dalam mengembangkan akal sehat, hati nurani, dan soft skill secara seimbang berbasis nilai kemanusiaan dan fitrah insani. Kedua, aspek pembelajaran yang menekankan integrasi nilai-nilai Islam (al-Qur’an dan Hadis) dengan realitas sosial. Sehingga pendidikan Muhammadiyah mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan berkontribusi nyata bagi bangsa.

Ketiga, aspek pendidik, yang menuntut guru Muhammadiyah tidak hanya kompeten secara akademik dan pedagogik. Lebih dari itu juga memiliki komitmen kuat terhadap nilai-nilai persyarikatan. Keempat, aspek persyarikatan, yaitu bagaimana lembaga pendidikan Muhammadiyah menjadi alat dakwah dan pengabdian yang konsisten membawa visi sosial-keagamaan Muhammadiyah. Pesan Kiai Dahlan harus tetap menjadi pengingat agar setiap profesi kembali mengabdi untuk Muhammadiyah.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Kelima, aspek manajerial, dengan menekankan pentingnya perpaduan antara manajemen modern dan prinsip Islam dalam mengelola lembaga pendidikan agar tetap adaptif dan berkemajuan. Keenam, aspek kurikulum, yang dikembangkan secara backward design, dengan menonjolkan nilai-nilai religius, ideologis, dan humanistis. Kurikulum Muhammadiyah harus menghidupkan nilai-nilai tajdid, sikap pluralis, kemandirian, dan moderasi dalam kehidupan.

Dan keenam, aspek kemasyarakatan, yaitu pendidikan Muhammadiyah berorientasi untuk membebaskan dan mencerdaskan masyarakat yang termarginalkan. Pendidikan Muhammadiyah harus menjadi alat rekonstruksi sosial demi mewujudkan cita-cita Muhammadiyah, yaitu: “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (al-ijtima’ al-madinah)”.

Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) yang menjadi ruh dalam Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA), misalnya, menjadi pembeda dengan perguruan tinggi lain di Indonesia. Nilai- nilai AIK harus terintergrasi kepada seluruh kegitan tri dharma perguruan tinggi. Setiap mata kuliah perlu menyandingkan dengan nilai-nilai AIK dalam setiap topik pembelajaran. Nilai-nilai AIK harus menjadi dasar dalam setiap penelitian dan pengabdian dosen-dosen PTMA.

Fungsi AIK yang sebagai sarana pendidikan, pengajaran, dan pengkaderan, adalah sebagai core dalam menciptakan kampus Islami, serta pengembangan gagasan Islam yang berkemajuan. Tujuan AIK secara umum yang hendak dicapai ialah sebagai sumber Islam yang benar, membentuk masyarakat muslim yang berpikiran maju dan berbuat kemajuan bagi bangsa dan agama, penggerak agama dalam masyarakat (da’i), serta mencetak pemimpin-pemimpin di masa depan.

Pentingnya pengintegrasian nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) dalam sistem pendidikan Muhammadiyah untuk mendukung pengembangan keilmuan pada semua bidang keilmuan untuk menciptakan sistem pendidikan yang berimbang, memadukan nilai spiritual dengan ilmu pengetahuan modern. implementasi AIK dalam pendidikan Muhammadiyah menjadi fondasi kuat untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan modern, tetapi juga memiliki nilai spiritual yang kuat. Pendekatan ini semoga mampu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, menciptakan peradaban yang maju, dan mendukung kemajuan bangsa secara menyeluruh. (*)

Editor Notonegoro

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments