Search
Menu
Mode Gelap

Minat Baca dan Masa Depan Sebuah Bangsa

pwmu.co -
Oleh M Rendi Nanda Saputra – Sekretaris Umum PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta

PWMU.CO – Dalam lintasan sejarah peradaban dunia, literasi menjadi penanda dan kunci kemajuan suatu bangsa. Dari pusat-pusat ilmu pengetahuan di Baghdad pada masa keemasan Islam, hingga kebangkitan intelektual Eropa di era Renaisans. Tradisi membaca dan menulis telah melahirkan revolusi pemikiran yang mengubah dunia. 

Namun, di Indonesia — sebuah negara dengan lebih dari 270 juta penduduk dan warisan budaya yang kaya — minat baca masih menjadi persoalan serius yang mengancam daya saing bangsa. Data UNESCO (2021) menunjukkan, hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang memiliki minat baca tinggi. Sebuah statistik yang kontras dengan negara-negara lain seperti Singapura atau Finlandia, yang menjadikan literasi sebagai fondasi pembangunan.

Ada secercah harapan saat pada tahun 2024 lalu,Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) masyarakat Indonesia yang mencapai 72,44 persen. Kalangan generasi muda bahkan minat bacanya mencapai 88 persen. Namun, Hasil PISA 2022 yang dirilis pada akhir 2023 justru menempatkan Indonesia di peringkat 10 terbawah dalam hal literasi membaca. Ada penurunan skor menjadi 359, terpaut jauh dari rata-rata global. Kendati peringkat mengalami kenaikan tipis, penurunan skor ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemahaman bacaan secara mendalam masih menjadi pekerjaan rumah besar.

Membaca sebagai kebutuhan

Menurut hemat penulis membaca merupakan kebutuhan dasar manusia, selain makan dan minum. Kebutuhan untuk membaca itu layaknya kebutuhan akan oksigen untuk pikiran. Penelitian dari World Literacy Foundation (2022) membuktikan, masyarakat yang terbiasa membaca sejak dini memiliki kemampuan berpikir logis 3 (tiga) kali lebih baik daripada yang tidak. Aktivitas membaca tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga melatih otak untuk mencerna informasi kompleks. 

Tanpa budaya membaca, seseorang akan mudah terjebak dalam pola pikir sempit. Seperti peribahasa “bagai katak dalam tempurung”. Cenderung mendikotomi berbagai hal, serta mudah menyalahkan orang lain. Selain itu, bangsa yang minim literasi akan tertinggal atau terperosok dalam jurang kemunduran.

Membaca ibarat makanan bagi pikiran. Membaca memberikan nutrisi berupa pengetahuan, wawasan, dan perspektif baru yang esensial untuk bertahan dan berkembang. Melalui aksara, kita menjelajahi berbagai disiplin ilmu, memahami kompleksitas dunia, dan terhubung dengan pemikiran-pemikiran hebat dari masa lalu hingga kini. Kemampuan untuk menyerap informasi secara kritis dan analitis — yang diasah melalui kebiasaan membaca — menjadi bekal penting dalam mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis.

Peran pendidikan dalam menumbuhkan budaya membaca

Pendidikan memiliki peran penting dalam menumbuhkan minat budaya membaca di tengah masyarakat. Sebagai garda depan dalam pembentukan karakter dan kapasitas intelektual generasi penerus bangsa, institusi pendidikan bertanggung jawab dalam menumbuhkan kecintaan terhadap buku sejak dini. Melalui pendekatan yang menarik, metode pembelajaran yang tidak monoton serta penyediaan fasilitas perpustakaan yang memadai, lembaga pendidikan pasti mampu menciptakan ekosistem yang baik bagi tumbuh kembangnya minat baca.

Menumbuhkan budaya baca, pelaksanaanya tidak cukup hanya dalam kelas. Lebih dari itu juga melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang mendekatkan siswa dengan buku. Mulai dengan membuat klub buku, bedah buku, dan kunjungan ke perpustakaan dan lain sebagainya. Selain itu juga tidak cukup hanya mengandalkan sekolah atau institusi pendidikan formal semata. Minat baca harus tertanam pada anak sejak dini, mulai dari dalam rumah masing-masing. Terbatasnya waktu dan jarak dalam menempuh perjalanan ke sekolah, tentu tidak kondusif dalam upaya penumbuhan minat baca.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Karena, keterampilan literasi yang mumpuni harus menjadi pondasi penting bagi keberhasilan akademik, pengembangan diri, dan partisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Investasi dalam pendidikan yang berkualitas dan berfokus pada penumbuhan budaya membaca adalah investasi jangka panjang bagi kemajuan intelektual dan peradaban suatu bangsa.

Minat baca sebagai pilar kemajuan bangsa

Minat baca bukan sekadar preferensi individual, melainkan fondasi krusial bagi kemajuan sebuah bangsa. Bangsa yang memiliki tingkat literasi dan minat baca yang tinggi akan memiliki masyarakat yang cerdas, cenderung kritis, dan memiliki daya inovatif. Pengetahuan yang diperoleh melalui membaca membuka wawasan, memperluas perspektif, dan memberdayakan individu untuk berpikir secara mandiri serta mengambil keputusan yang tepat.

Lebih dari hal tersebut, minat baca yang membudaya dalam masyarakat menciptakan iklim intelektual yang dinamis dan produktif. Diskusi-diskusi berbasis ilmu pengetahuan, pertukaran ide yang konstruktif, dan apresiasi terhadap karya-karya intelektual akan mendorong lahirnya inovasi dan solusi bagi berbagai permasalahan bangsa. Generasi yang gemar membaca adalah generasi yang memiliki kemampuan belajar sepanjang hayat, adaptif terhadap perubahan, dan mampu berkontribusi secara signifikan dalam pembangunan nasional.

Catatan akhir

Membaca merupakan denyut nadi peradaban yang menentukan arah bangsa. Ketika minat baca suatu masyarakat rendah yang terancam bukan hanya kompetensi individu, melainkan daya saing kolektif bangsa di panggung global. Sejarah mencatat bahwa bangsa yang berinvestasi pada budaya literasi, akses buku yang merata, dan pembiasaan membaca sejak dini, relatif mampu bertahan dari gerusan zaman.

Karena itu, menurut penulis ada dua pilihan, yaitu: membaca atau tertinggal. Membangun minat baca berarti membangun imunitas kognitif, mengasah ketajaman analitis, dan daya imajiner untuk mencipta masa depan. Masa depan suatu bangsa ditulis oleh mereka yang mau membaca. (*)

Editor Notonegoro

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments