Saya selalu percaya bahwa perubahan besar dapat dimulai dari langkah kecil. Keyakinan itu tumbuh dari keseharian saya melihat lingkungan sekitar. Banyak keluarga ingin menyediakan makanan sehat bagi anak-anaknya, namun tidak selalu mampu membeli sayuran segar setiap hari.
Pada saat yang sama, terdapat lahan-lahan kecil yang dibiarkan kosong, padahal memiliki potensi besar sebagai sumber kehidupan. Dari kegelisahan sederhana itulah perjalanan saya dimulai.
Hati saya terketuk untuk meniti impian menjadi perempuan yang dirindukan, dikenang, dan senantiasa bermanfaat bagi sesama dalam berbagai ruang kehidupan. Dari sinilah saya ingin berbagi kisah perjalanan yang saya alami, dengan harapan mampu menginspirasi para perempuan hebat untuk menyongsong masa depan yang gemilang.
Perempuan yang mandiri, berdaya, kreatif, maju, dan berwibawa dalam membangun Indonesia. Mencapai kesuksesan tentu membutuhkan waktu dan perjuangan panjang. Menghargai setiap proses, bersabar, serta pantang menyerah adalah kunci untuk menjadi perempuan penumbuh harapan.
Saya, Siti Mukholifah, yang akrab disapa Bu Lifah, merupakan penggerak perempuan berdaya dari Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) SAPA TRESNA, Desa Dadapan, Kecamatan Solokuro. Perjalanan panjang yang penuh lika-liku dan rintangan menjadi cambuk bagi saya untuk terus bergerak membangun dan memperbaiki perekonomian.
Hal tersebut menjadi fondasi utama dalam menciptakan kesejahteraan keluarga, khususnya bagi masyarakat yang membutuhkan uluran tangan kreatif untuk menciptakan lingkungan yang sehat, bermanfaat, dan mendukung ketahanan pangan.
Inilah kisah perjalanan saya bersama para pejuang perempuan hebat yang tergabung dalam komunitas Balai Sakinah ‘Aisyiyah SAPA TRESNA yang saya rintis. Di sebuah desa yang asri dan subur, dengan mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani, kami terinspirasi untuk bergerak bersama ibu-ibu ‘Aisyiyah dan para kader perempuan di Desa Dadapan dan sekitarnya. Kami mengelola lahan-lahan kosong agar menjadi ruang produktif yang bernilai ekonomi serta hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Alkisah, terdapat sebidang tanah pekarangan seluas 13 × 50 meter persegi yang berlokasi di kompleks Masjid Ibnu Abbas Muhammadiyah Dadapan. Lahan tersebut dibiarkan kosong, ditumbuhi rumput, dan nyaris tidak terawat. Setiap kali melintas, saya melihat hamparan tanah luas yang kurang sedap dipandang. Dari situlah muncul dorongan untuk memanfaatkannya sebagai kebun gizi.
Bersama ibu-ibu pengurus ‘Aisyiyah, kami mulai mengelola dan merawat lahan tersebut. Tepat pada 17 Maret 2018, kami memulai langkah awal dengan mengolah tanah dan menanaminya. Dengan semangat yang menggebu, kami menanam berbagai sayuran organik, seperti tomat, kacang panjang, timun, cabai, sawi, pepaya, serta beragam tanaman toga. Dari proses itu, saya menyadari bahwa kebun gizi bukan sekadar tempat menanam sayuran, melainkan juga ruang menanam ilmu, kesadaran, dan kebersamaan.
Kerja keras dan kegigihan para perempuan hebat membuahkan hasil. Lahan yang semula hanya ditumbuhi rumput kini berubah menjadi kebun yang asri dan menghasilkan panen melimpah. Peran saya pun berkembang, tidak lagi sekadar pengelola kebun, tetapi juga penggerak masyarakat. Saya mengajak ibu-ibu untuk datang, belajar menanam, dan memanen sayuran dengan tangan mereka sendiri. Kami berbagi cerita, tertawa bersama, dan berpeluh dalam kebersamaan. Perlahan, kebun gizi menjadi ruang hidup yang menyatukan banyak hati.
Hasil panen dinikmati oleh seluruh anggota dan dibagikan kepada masyarakat sekitar, khususnya ibu hamil dan ibu balita, sebagai upaya mendukung pencegahan stunting. Selain itu, para dhuafa juga menjadi sasaran penerima manfaat. Sebagian hasil panen dijual dan digunakan sebagai kas organisasi untuk pengembangan program. Alhamdulillah, hingga kini lahan tersebut masih terus kami kelola.
Seiring perjalanan waktu, kami memperluas gerakan dengan mendirikan rumah pembibitan. Dengan penuh keyakinan, di tengah pandemi Covid-19, tepatnya pada 18 Juli 2020, rumah pembibitan berbentuk rumah kaca (greenhouse) berukuran 6 × 8 meter persegi resmi berdiri. Kami merintis usaha pembibitan sayuran organik dan mempromosikannya kepada masyarakat Desa Dadapan dan sekitarnya yang mayoritas berprofesi sebagai petani dan pekebun.
Kami meyakini bahwa rintisan rumah bibit ini sangat relevan karena sebelumnya belum ada di desa kami. Tujuan pendiriannya adalah untuk memenuhi kebutuhan bibit berkualitas, memberikan pelayanan tepat waktu, serta memudahkan masyarakat memperoleh bibit dengan harga terjangkau. Kami berkomitmen menjadi mitra masyarakat dengan menjaga kualitas bibit dan kepercayaan yang telah diberikan.
Kini, kebun gizi dan rumah bibit tidak hanya menghasilkan sayuran, tetapi juga menghadirkan perubahan. Akses masyarakat terhadap pangan sehat meningkat, lingkungan menjadi lebih hijau, dan semangat menanam tumbuh di banyak hati. Perempuan-perempuan di sekitar saya kini semakin percaya bahwa mereka mampu berperan besar dalam menciptakan ketahanan pangan keluarga dan menjaga kelestarian lingkungan.
Perjalanan selama delapan tahun ini mengajarkan bahwa perempuan tidak hanya menumbuhkan tanaman, tetapi juga menumbuhkan harapan dan kemandirian. Dari lahan kecil, bibit sederhana, dan ketulusan untuk berbagi, lahirlah sebuah gerakan yang terus bertumbuh. Pada akhirnya, saya meyakini bahwa perempuan mampu merawat kehidupan. Dari satu benih kecil, kita dapat menumbuhkan kebun. Dari satu langkah kecil, kita dapat membangun gerakan. Dari satu hati yang tulus, kita dapat mengubah banyak hal.
Ketika perempuan melangkah, bumi ikut subur. Ketika perempuan bergerak, masa depan ikut tumbuh. Saya percaya, sekecil apa pun upaya yang kita tanam hari ini, kelak akan menjadi harapan besar bagi generasi mendatang. Teruslah menanam, teruslah berbuat, dan jadilah perempuan yang menumbuhkan kehidupan.


0 Tanggapan
Empty Comments