Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menjadi saksi lahirnya momentum penting bagi perjalanan pemikiran Islam di Indonesia.
Pada Sabtu (27/9/2025), Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Seminar Sehari Risalah Akidah Islam.
Gelaran ini tidak sekadar forum ilmiah, melainkan upaya strategis Muhammadiyah meneguhkan risalah akidah sebagai fondasi teologis yang menopang gagasan Islam Berkemajuan dan memperkuat perannya di ranah global.
Dalam pembukaan seminar, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. KH. Saad Ibrahim, menekankan bahwa akar dari kejayaan peradaban Islam terletak pada tauhid dan keimanan.
Dia mengisahkan peristiwa menjelang hijrah Nabi Muhammad Saw ketika para pemuka Quraisy meminta dialog, dan Nabi menegaskan satu syarat, yakni pengakuan terhadap kalimat La Ilaha Illallah.
“Kalimat ini kelak menaklukkan Persia dan Romawi, serta menjadi kekuatan dahsyat yang menegakkan peradaban Islam berabad-abad lamanya,” ujarnya.
Kiai Saad juga menyinggung pentingnya dimensi teologis dalam perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk dalam menghadapi era teknologi modern.
Dia menekankan bahwa hierarki epistemik Islam menempatkan wahyu, akal, pembuktian empiris, dan intuisi secara berurutan dengan Tuhan di posisi tertinggi.
“Membuang intuisi memang menghadirkan kemajuan luar biasa, tapi manusia kehilangan arah spiritual. Pada akhirnya, manusia akan kembali mencari jalan spiritualisme. Maka risalah akidah yang kita susun harus mampu menjawab tantangan zaman,” tegasnya.
Lebih jauh, Kiai Saad mengajak Muhammadiyah menghadirkan risalah akidah yang tidak hanya berhenti pada tulisan, tetapi juga menawarkan pandangan segar dengan relevansi kekinian.
Kiai Saad mengaitkan persoalan teologi dengan analogi teori kuantum, serta menekankan pentingnya menghadirkan dimensi teologis dalam dunia literasi digital agar manusia tidak tercerabut dari akar ketuhanannya.
Sementara itu, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas, menyampaikan bahwa upaya penyusunan risalah akidah Muhammadiyah sesungguhnya sudah dirintis sejak 1970-an.
Namun, tradisi keilmuan Muhammadiyah lebih banyak berfokus pada fikih dan ushul fikih, sehingga gagasan tersebut belum terwujud. Kini, inisiatif tersebut kembali digelorakan dengan semangat baru.
“Rapat pleno Januari lalu menetapkan 2026 sebagai target penyusunan risalah akidah. Rumusannya akan berpijak pada muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dan Kitab Masalah Lima sebagai dasar akidah Muhammadiyah. Risalah ini diharapkan dapat berkontribusi secara teologis untuk memperkuat peran Islam Berkemajuan di ranah global,” jelas Hamim.
Dia menegaskan pentingnya risalah akidah sebagai landasan mentalitas pemenang bagi umat Islam.
“Saat ini, 1,8 miliar umat Islam kalah oleh 13 juta orang Israel. Kita ingin akidah Muhammadiyah menjadi fondasi teologis yang menggerakkan umat Islam untuk bangkit dan menjadi pemenang,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor UMY, Zuly Qodir, mengingatkan perlunya keberanian umat Islam dalam membangun kekuatan teologis dan sosial.
Menurutnya, kelemahan umat Islam sering terletak pada mentalitas muamalah yang tidak digarap dengan serius.
“Muhammadiyah memiliki banyak orang hebat dan pintar, tetapi kadang kurang berani memainkan wacana keagamaan. Kita sering terlalu tawadhu, padahal semestinya suara perlawanan menuju kemenangan harus lebih bertenaga,” ucapnya.
Seminar ini menjadi ruang penting untuk mempertemukan gagasan para pemikir Muhammadiyah mengenai urgensi risalah akidah. Harapannya, penyusunan risalah tersebut dapat melahirkan fondasi keilmuan yang kokoh, relevan dengan tantangan kontemporer. (*)


0 Tanggapan
Empty Comments