
PWMU.CO – Anggota DPRD Jawa Timur Khunul Khuluk menyerukan pentingnya penerapan sistem ekonomi syariah di tengah tantangan kebijakan pemerintah yang masih belum sepenuhnya berpihak pada ekonomi rakyat kecil.
Dalam Podium Podcast PWMU TV, dia menegaskan bahwa sistem syariah bukan sekadar alternatif, tetapi solusi nyata bagi masyarakat bawah yang selama ini terjebak praktik keuangan berbunga tinggi.
Khunul mengkritik lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam mendorong sistem ekonomi syariah.
Padahal, menurutnya, Jawa Timur memiliki potensi besar sebagai pelopor Peraturan Daerah (Perda) Syariah yang memberikan keleluasaan masyarakat untuk bertransaksi secara syariah.
“96 persen penduduk Jawa Timur itu muslim. Ini pangsa pasar yang luar biasa. Kalau Pemprov serius memberikan pemahaman tentang sistem syariah, saya yakin masyarakat mau. Tidak usah semuanya, 20 persen saja sudah sangat bagus,” tegasnya.
Menurut Khunul, prinsip utama dalam ekonomi syariah adalah akad—sebuah bentuk komitmen antara dua pihak dalam transaksi. Ia menekankan bahwa Islam mengajarkan pentingnya akad sebagai syarat sahnya jual beli, pinjam-meminjam, dan segala bentuk transaksi keuangan.
“Akad itu bukan sekadar formalitas. Ia adalah komitmen yang menentukan apakah transaksi membawa berkah atau malah dosa. Secara ekonomi rugi, secara syariah pun dosa,” ujar politisi Partai Keadian Sejahtera (PKS) ini.
Dia juga menyoroti praktik lembaga keuangan yang hanya memakai label syariah, namun tetap menjalankan sistem konvensional.
Dalam sistem seperti ini, terang khusnul, pihak pemberi pinjaman tidak peduli apakah penerima pinjaman mengalami kerugian atau tidak.
“Dalam syariah, soal untung dan rugi harus dibicarakan bersama. Harus ada transparansi, pembukuan, dan kesepakatan. Tapi sekarang, yang terjadi justru hanya kejar untung saja,” katanya prihatin.
Kepedulian Khunul terhadap sistem ekonomi syariah berangkat dari pengalaman pribadinya.
Bertahun-tahun lalu, dia mendirikan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di Klakah, Lumajang, karena miris melihat kondisi para pedagang kecil di sekitar rumahnya.
“Rumah saya di depan pasar. Setiap hari saya melihat para pedagang kecil ditagih oleh 5 sampai 10 orang dari rentenir. Mereka terjerat ‘bank titil’, pinjaman harian berbunga tinggi yang menjerat ekonomi mereka,” kenangnya.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, ia mengajak teman-temannya untuk belajar dan mengembangkan praktik ekonomi Islam. Mereka kemudian membuat skema pembiayaan sederhana berbasis kepercayaan dan akad.
“Modelnya sederhana. Masyarakat cukup membawa KTP. Pinjaman mulai dari Rp50 ribu, tahun 1992. Sekarang mungkin sekitar Rp 500 ribu. Bisa diangsur 10 kali. Kalau untung, hasil dibagi. Semua tergantung akad, bisa 10 persen, bisa 20 persen, tergantung kesepakatan,” papar Khunul.
Model sederhana ini justru mendapat respons luar biasa. Masyarakat berbondong-bondong datang untuk meminjam.
Bahkan, dalam rentang waktu 2008–2009, omset BMT yang ia kelola pernah menembus Rp 2 miliar.
“Setelah kami telusuri, tidak ada yang nakal. Mereka memang butuh uang. Mereka hanya tidak punya akses ke sistem keuangan yang adil,” ujarnya.
Khunul berharap sistem ekonomi syariah bukan hanya bisa diterapkan, tetapi juga seharusnya didorong melalui kebijakan yang kuat. Menurutnya, tantangan terbesar saat ini adalah political will dari pemerintah.
“Regulasi sudah ada. Undang-undang ada. Perda pun ada. Tinggal kemauan dari pemerintah. Kalau memang serius ingin memberantas praktik riba, maka sistem syariah harus dijadikan arus utama, bukan hanya alternatif,” katanya.
Dia juga mengajak masyarakat untuk aktif memilih dan mendukung kebijakan yang berpihak pada ekonomi syariah. Menurutnya, sistem syariah bukan hanya lebih adil, tetapi juga lebih berkah.
“Cara syariah itu lebih mudah dan lebih berkah. Ini bukan sekadar soal agama, tapi tentang keadilan ekonomi. Tentang bagaimana kita bisa membangun bangsa tanpa menjerat rakyat kecil dalam utang berbunga,” pungkasnya. (*)
Simak dialog lengkap di link ini: https://www.youtube.com/watch?v=UdHXO0SA06o
Penulis Agus Wahyudi Editor Wildan Nanda Rahmatullah


0 Tanggapan
Empty Comments