
PWMU.CO – Topik tentang bulan Sya’ban yang terlupakan menjadi kajian utama dalam pengajian Ahad Pagi KH Ahmad Dahlan PDM Kota Batu di Masjid At-Taqwa pada Ahad (2/2/’2025). Topik tersebut dibahas oleh Ustadz M. Syarif Hidayatullah, Sekretaris PDM Kota Batu.
“Bulan Sya’ban adalah bulan menjelang datangnya bulan Ramadan. Namun, sayangnya bulan ini sering dilalaikan oleh umat Islam,” kata Ustadz Syarif membuka kajian pagi ini.
Bulan Sya’ban ini sering dilalaikan, hal ini merupakan potongan dari hadis Rasulullah. Ketika salah satu sahabat Nabi yaitu Usamah bin Zait, suatu hari bertanya mengapa Nabi banyak berpuasa di bulan Sya’ban, Nabi menjawab, “Karena bulan Sya’ban cenderung dilalaikan manusia.” (HR. An Nasai).
Bulan Sya’ban dilalaikan karena bulan setelah Rajab dan sebelum Ramadan yang begitu semarak. Di bulan Sya’ban, amal manusia diangkat ke hadapan Allah SWT. Nabi banyak berpuasa di bulan ini karena ingin ketika amalnya diangkat, beliau sedang dalam keadaan berpuasa.
Kemudian dijelaskan tentang asal mula bulan Sya’ban. Sya’ban berasal dari kata “syi’b“, yang berarti muncul di antara dua bulan, yaitu Rajab dan Ramadan.
Ada pula yang berpendapat bulan itu dinamai Sya’ban karena pada masa itu, orang Arab berpencar (menyebar) mencari air, atau berpencar dalam melakukan serangan mendadak.
Tentang amalan puasa di bulan Sya’ban, beberapa hadis menyebutkan bahwa Rasulullah banyak berpuasa di bulan Sya’ban namun tidak sebulan penuh.
Puasa Sya’ban itu amalan yang utama, ibarat shalat qabliyah, sedangkan puasa Syawal itu ibarat shalat bakdiyah yang mengiringi puasa Ramadan. Posisinya seperti shalat sunah rawatib yang mengiringi shalat fardu. Puasa di bulan ini lebih utama daripada puasa yang dilakukan di bulan haram.
Keutamaan puasa di bulan yang sering dilalaikan ini adalah: (1) ibadah menjadi lebih tersembunyi, (2) ibadah tersebut menjadi istimewa karena lebih berat daripada berpuasa di bulan selain Sya’ban.
Adapun Nabi lebih banyak berpuasa di bulan Sya’ban karena: (1) untuk mengganti puasa tiga hari atau puasa sunah yang tidak sempat dilakukan, (2) Nabi menemani istrinya untuk mengqada puasa, terutama Aisyah, dan (3) sebagai edukasi pada umatnya agar mengingat bulan Sya’ban sering dilalaikan.
Tentang malam Nisfu Sya’ban, ada satu hadis hasan (HR Thabrani), yaitu: “Allah mendatangi makhluknya untuk memberi ampunan pada malam Nisfu Sya’ban asalkan dia tidak musyrik, tidak menyekutukan Allah, dan tidak bermusuhan dengan orang lain.”
Penjelasan Ibnu Thaimiyah tentang nisfu Sya’ban, yaitu: Jika seseorang shalat sendiri pada malam nisfu Sya’ban itu adalah hal baik, sedangkan apabila berkumpul di masjid lalu shalat seribu rekaat, atau membaca bacaan tertentu sebanyak seribu kali atau dalam bilangan tertentu, maka itulah bid’ah.
Sebagai penutup, Ustadz Syarif menjelaskan bahwa sesuai tarjih, kita dianjurkan untuk shalat dan memohon ampun pada Allah karena pada malam itu Allah memberikan ampunan pada hamba-Nya.
Penulis Khoen Eka Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun


0 Tanggapan
Empty Comments