Search
Menu
Mode Gelap

Ternyata Akal Berbeda dengan Otak

Ternyata Akal Berbeda dengan Otak
pwmu.co -
Ternyata Akal Berbeda dengan Otak

Akal Beda dengan Otak

Aql (akal) secara etimolog mempunyai arti “pengikatan”. Maksud dari pengikatan di sini aqlberfungsi untuk mengikat objek ilmu yang didapatkan. Aql bukanlah otak, kenapa demikian? Karena aql adalah suatu substansi ruhiah yang memungkinkan untuk mengenali kebenaran dan mampu membedakan antara hak dan bathil

Sedangkan otak adalah organ jasadiah sebagai alat pendukung yang krusial dalam proses aktivitas aql. Proses ini dapat dikatakan sebagai fikr. Jika ditelaah dalam kehidupan nyata, ada manusia yang mempunyai otak, namun kadang hilang aql-nya seperti orang mabuk, orang gila, orang tidur, orang sedang sakit koma, dan lain-lain. Maka ini sebagai bukti bahwa aql bukanlah otak. 

Boleh dikatakan, fitrah dari dari aql yang diberikan Allah kepada manusia ialah ikhtiar yaitu suatu upaya untuk memilih hal yang paling baik (khair). Karena aql sejatinya akan menuntun manusia ke jalan lurus serta pembeda antara baik dan buruk. Namun kembali lagi, aql membutuhkan bimbingan lebih tinggi darinya yaitu wahyu (khabar shadiq) yang final dari Allah disyarah oleh Nabi Muhammad SAW. Dari wahyu, aql akan menerima berita antara hakdan bathil, kemudian diproses dalam fikr dan dituangkan dengan lisan serta perbuatan dan direaliasasikan dalam sistem kehidupan (minhaj al-hayah). 

Di sepanjang bulan Ramadhan sudah berlalu, berbagai kajian terbuka lebar serta sangat mudah akses untuk mengikutinya. Intesitas kajian mengenai Islam meningkat secara signifikan. Dari tingkat majelis untuk athfal, pemuda-pemudi, bapak-bapak, ibu-ibu dari umur produktif hingga lansia. Lebih dalam lagi, dari tingkat awam hingga intelektual pun gandrung mengikuti kajian-kajian di bulan berkah ini. Di sinilah, aktivitas tazkiyatu al-fikr berjalan. Mengajak seluruh umat Islam yang beriman untuk menalaah kembali asas-asas ajaran Islam dari segi akidah, syariah, akhlak bahkan sampai tasawuf

Idealnya, dengan berbagai proses tempaan di bulan Ramadhan lalu, para umat Islam mampu meningkatkan daya pengetahuan serta daya pemahaman terhadap ajaran yang dianut (Islam). Memberikan semangat id (kembali) fitri (suci) dalam pikirannya, mampu men-tazkiyahfikr-nya. 

Sehingga mampu membedakan antara hak dan bathil, karena sudah jelas mana yang petunjuk mana yang penyesat (qad tabayyana ar-rusyd wal ghayy;al-Baqarah 256). Dan pikirannya setelah menjalani proses tazkiyatu al-fikr, mampu meningkatkan daya furqan (pembeda) dengan pedoman al-Qur’an, karena al-Qur’an bukan sekadar bacaan namun sejatinya untuk meningkatkan nalar yang tajam (al-Qur’an huda li an-naas wa bayyinati min al-huda wa al-furqon (al-Baqarah 185). 

Iklan Landscape UM SURABAYA

Dengan menyadari kembali makna fitrah (suci) yang disabdakan Rasulullah, maka seyogyanya kita ingat kembali asal kita yaitu suci dan bersih. Namun karena kezaliman manusia sendirilah kita menjadi kotor sehingga perlu di-tazkiah jiwanya serta pikirannya. 

Kemudian, menyadari kembali bahwa kita pernah bersaksi kepada Allah sebagai Rabb seluruh alam maka wajib kita sadari dengan hati lapang, sejauh mana kita istiqomah dalam memegang janji itu (al-A’raf 172). Dan wajib direnungi pula, di manakah posisi kita sekarang berada, apakah masih dalam status hamba yang mengabdi secara ikhlas kepada-Nya? (mukhlisina lahu ad-diin: al-Bayyinah) atau posisi kita menjadi hamba yang terpaksa?

Lebih penting lagi, kita mampu merekonstruksi secara rapi bangunan-bangunan ilmu dalam Islam yang diterima oleh aql bersumber dari wahyu, kemudian diproses dalam aktivitas fikr. Lebih lanjut, setelah terposes dalam fikr lebih lanjut dapat digunakan sebagai cara memandang kehidupan dunia ini yang bersifat teoritis sekaligus praksis. 

Walakhir, sebagai pesan, kembalilah (id) berpikir dengan fitrah (fitrah), berpikir selayaknya manusia berakal (al-Insan al-aqil) seutuhnya, senantiasa berproses untuk memilih hal yang paling baik (khayr) dengan ikhtiyar, serta mampu membedakan haq dan bathil dengan panduan wahyu (khabar shadiq) bukan nafsu. Besar harapan ditahap akhir, kita mampu mengoperasionalkan proses fikr untuk memandang kehidupan dunia ini menjadi cara pandang (world view) yang saling terikat realitas dan kebenaran (hak). Amin. Wallahu ‘alam bi shawab. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments