Tren angka perceraian di Gresik yang didominasi kasus gugat cerai kian meresahkan. SMA Muhammadiyah 1 Gresik mengambil langkah radikal.
Ujian praktik Fikih Munakahat diubah total, dirancang bukan sekadar penilaian, tetapi simulasi pernikahan secara totalitas untuk menanamkan kesakralan sebuah janji.
Data Pengadilan Agama Gresik menunjukkan rapor merah. Setiap tahun, ribuan pasangan memutuskan mengakhiri ikatan suci, menempatkan Gresik sebagai salah satu wilayah dengan tingkat perceraian paling memprihatinkan di Jawa Timur.
Fenomena ini, yang ironisnya banyak didominasi kasus gugat cerai oleh pihak istri dan kerap dipicu faktor ekonomi serta ketidakdewasaan emosional, telah menjadi alarm keras bagi ekosistem sosial maupun pendidikan.
Di tengah kegentingan itu, SMA Muhammadiyah 1 Gresik (Smamsatu) mencoba menawarkan solusi preventif yang tidak biasa.
Simulasi Totalitas, Membungkam Statistik Rapuh
Smamsatu menyadari bahwa kurikulum Fikih Munakahat (Hukum Pernikahan Islam) tidak cukup disampaikan melalui ceramah dan tes tulis. Para siswa kelas XII yang sebentar lagi lulus dan terjun ke masyarakat dibekali ujian praktik yang jauh dari kesan formalitas sekolah.
Dalam beberapa hari terakhir, Ruang Teater Lenon Makhali Smamsatu bertransformasi menjadi venue pernikahan dengan dekorasi megah dari berbagai adat. Ratusan siswa berpartisipasi dalam simulasi totalitas, memainkan peran sebagai calon pengantin, wali nikah, saksi, hingga pejabat KUA (penghulu).
Guru ISMUBA Smamsatu, KH. Anas Thohir, M.Pd.I, menjelaskan bahwa kemasan “spektakuler” ini bukan untuk sensasi, melainkan metode pengajaran yang dirancang untuk menciptakan emotional memory atau memori emosional.
“Ini bukan hanya tentang nilai akademis. Kami ingin mereka merasakan langsung tekanan, keseriusan, dan khususnya kesakralan prosesi ijab kabul,” ujarnya.
“Jika mereka hanya menghafal rukun nikah, itu mudah lupa. Tapi jika mereka berdiri di depan penghulu, didampingi wali, dan mengucapkan janji itu dalam suasana sakral, memori itu akan bertahan lama,” imbuhnya.
Bukan Pesta, tetapi Mītsāqan Ghalīzhā
Langkah Smamsatu mendapatkan apresiasi sebagai terobosan edukasi. Selama ini, pendidikan pra-nikah formal cenderung terlambat, baru diberikan menjelang proses KUA. Padahal, fondasi mental dan spiritual harus ditanamkan sejak remaja.
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah mītsāqan ghalīzhā (perjanjian yang berat dan agung). Konsep inilah yang menjadi benang merah dari ujian praktik tersebut.
Sekolah berusaha keras mengubah persepsi remaja bahwa pernikahan hanyalah gerbang menuju kemerdekaan atau pesta viral, melainkan sebuah pintu menuju tanggung jawab kolektif yang harus dijaga seumur hidup.
Banyak perceraian muda terjadi karena ketidakmampuan mengelola ekspektasi dan konflik setelah euforia pesta berakhir.
Apa yang dilakukan Smamsatu adalah langkah kurikulum antisipatif. Sekolah berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir terhadap rapuhnya ikatan keluarga yang melemah akibat arus modernitas dan minimnya literasi komitmen.”
Simulasi ini meliputi skenario kompleks, termasuk pembahasan mahar, hak dan kewajiban suami istri, hingga simulasi mediasi konflik rumah tangga ringan. Fokusnya adalah survival skill dalam berkeluarga, bukan sekadar perayaan.
Tantangan Pendidikan Antisipatif
Ujian praktik Munakahat totalitas ala Smamsatu Gresik menunjukkan bahwa dunia pendidikan tidak boleh pasrah terhadap realitas sosial. Jika angka perceraian terus meningkat, maka sekolah wajib berinovasi membekali siswa dengan kurikulum hidup.
Meskipun membutuhkan biaya serta perencanaan yang lebih besar, model pembelajaran seperti ini dinilai jauh lebih efektif dalam menanamkan kesadaran dan tanggung jawab fundamental.
Ujian yang “spektakuler” ini sejatinya adalah investasi untuk masa depan Gresik: memastikan bahwa janji suci yang diucapkan esok hari tidak berakhir rapuh di meja gugatan.
Ikhtiar Smamsatu ini patut menjadi cetak biru bagi sekolah lain, membuktikan bahwa pendidikan agama dan moral harus berani keluar dari kelas, berhadapan langsung dengan realitas, dan memberikan solusi nyata terhadap krisis sosial yang mengintai generasi muda. (*)


0 Tanggapan
Empty Comments