PWMU.CO-Radikalisme tidak mengenal batasan usia. Semua kalangan bisa berpotensi terpapar paham ini. Paham yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan ini patut diwaspadai sejak dini.
Hal itu disampaikan Utun Utami dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Sidoarjo dalam acara Forum Taaruf dan Orientasi Siswa (Fortasi) SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo (Smamda) bertempat di Aula AR Fachruddin, Kamis (18/7/2019).
Utun menjelaskan isu radikalisme hingga faktor-faktor munculnya radikalisme. Menurutnya, ciri orang yang terpapar paham radikalisme adalah adanya penolakan terhadap suatu sistem atau kebijakan.
”Ciri yang paling menonjol adalah penolakan terus menerus dan menuntut perubahan drastis. Radikalisme tidak hanya monopoli kelompok keagamaan tetapi juga terjadi pada semua gerakan ideologis yang dilakukan dengan cara fanatik dan revolusioner,” ungkapnya di depan para siswa.
Begitu juga dalam Islam, lanjut Utami. Seringkali adanya kesalahpahaman tentang konsep jihad. ”Nah di zaman sekarang banyak para pengikut paham ini yang mengarahkan agama untuk bertindak radikal, padahal di semua agama tidak ada yang pernah mengajarkan kekerasan dan memaksakan kehendak,” katanya.
Dia memaparkan faktor orang bertindak radikal. ”Pertama, adanya ketidakadilan sosial dan diskriminasi. Kedua, kemiskinan atau faktor ekonomi. Ketiga, dendam politik dengan menjadikan ajaran agama sebagai motivasi untuk membenarkan tindakannya,” bebernya.
Media sosial juga tak luput digunakan untuk menyebarkan paham ini dan memengaruhi orang. Membaca informasi dari internet dengan satu sumber saja bisa berpotensi terjerumus ke radikalisme, kata dia. Karena orang percaya satu informasi, tanpa melihat sumber sumber yang lain.
”Yang paling gampang dimasuki paham radikali itu ya remaja yang berusia sekitar 20-an. Pasalnya di usia ini anak masih masa transisi. Belum punya prinsip atau landasan pengetahuan yang kuat,” ujarnya.
Pencegahannya, anggota Satreskrim Polresta Sidoarjo ini menekankan penguatan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Hal ini bisa dilakukan di sekolah ataupun di lingkungan sekitar.
”Sebagai pelajar harus kritis dan banyak membaca buku. Dengan itu pengetahuan akan bertambah, sehingga tidak mudah terombang-ambing ketika ada hal-hal baru yang ia dengar,” pungkasnya. (Balqis)