PWMU.CO – Orangtua sering kehilangan kedekatan dengan anak-anaknya karena tidak akrab. Keakraban tersebut hilang, juga karena tidak tumbuhnya dialog di antara mereka.
Pendapat tersebut disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr M Sulthon Amien dalam Kajian Ahad Pagi di Masjid An Nur, Komplek Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo, Ahad (21/7/19).
Menurut Sulthon, membangun relasi yang baik antara orangtua dan anak dapat melalui dialog. “Lihatlah bagaimana Nabi Ibrahim dulu berdialog dengan Nabi Ismail,” ujar owner Parahita Diagnostic Center ini lalu memberi gambaran dialog saat Nabi Ibrahim memberitahukan mimpinya pada Nabi Ismail.
Pentingnya relasi orangtua dan anak, lanjut Sulthon, dapat meminimalisasi pergaulan bebas yang menjerumuskan. “Jika orangtua cerdas dalam mendengar apa yang dirasakan anak, maka anak tidak akan curhat pada teman atau orang lain,” ungkapnya.
Selain mengajak anak dialog, orangtua juga perlu memberi penghargaan pada anak. Sebab anak bukan miniatur orang dewasa. Mereka punya dunianya sendiri. “Kenapa anak keranjingan game? Karena game mencuri bahasa orangtua,” ungkap Sulthon.
Para pembuat game itu, kata Sulthon, belajar dari para psikolog. “Coba lihat anak-anak jika permainan game-nya selesai, ada reward yang diberikan,” ujarnya. Jika belum berhasil, mereka diberi motivasi untuk mencoba kembali. Mereka jadi tertantang.
Di sisi lain, ungkap Sulthon, orangtua juga tidak boleh bosan apabila sering ditanyai anak. “Karena menurut penelitian, anak-anak itu memberi pertanyaan pada orangtuanya hingga 21 kali. Dan yang ditanyakan hal yang sama,” terangnya disambut tawa para jamaah.
Hal lain yang perlu diperhatikan, ujar Sulthon, adalah melibatkan anak-anak dalam kegiatan orangtua. “Nabi Ibrahim itu membangun Kakbah sebagai bentuk rasa syukur pada Allah. Ibrahim juga melibatkan Ismail dalam membangun Kakbah,” ujarnya.
Melibatkan anak-anak dalam kegiatan sehari-hari dapat mengakrabkan relasi orangtua dan anak. Sebab, kata Sulthon, memanjakan anak-anak dapat membuatnya rapuh.
“Anak-anak yang sering dimanja pada masa kecilnya menjadi tidak punya tanggung jawab. Mereka cenderung tidak dekat dengan orangtuanya saat dewasa,” ungkapnya.
Maka, lanjut Sulthon, sesekali anak perlu juga untuk diajak ke tempat kerja. “Agar mereka ter-mindset menghargai uang dan tanggung jawab,” jelasnya.
Terakhir, Sulthon menyoroti fenomena baligh sebelum akil, yakni banyaknya anak memasuki masa baligh yang lebih awal. Cepatnya hormon pertumbuhan anak-anak, menurut Sulthon, salah satunya dipicu karena konsumsi ayam yang diberi suntik hormon. “Orangtua patut tanggap terhadap perubahan pada anak,” tandasnya. (Darul)