
PWMU.CO – Setahu saya, hari Arafah itu ialah hari di mana jamaah haji sedang wuquf di Arafah, dan setelah itu hari Nahr atau Idul Adha. Tetapi mengapa Muhammadiyah, NU, dan pemerintah Indonesia tidak mengikuti kaidah itu dalam menentukan Idul Adha sehingga sering berbeda denga Arab Saudi?
Mohon dijelaskan alasannya?
Ali Fauzi, Jember
Jawab:
Pada zaman sebelum dan beberapa waktu sesudah Nabi Muhammad SAW, belum dikenal sebutan tanggal dengan angka. Sehingga hampir semua peristiwa bersejarah dikenal dengan hari atau tahun kejadian, seperti tahun kelahiran Nabi SAW disebut tahun Gajah.
Nah, seperti itulah sebutan hari Arafah (yaumu Arafah), yang siapa berpuasa di hari itu akan terhapus dosa-dosa setahun yang lalu dan dosa-dosa setahun yang akan datang, sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah SAW.
Kemudian hampir semua hari peristiwa dikenal dengan sebutan tanggal. Dan kita yang sudah terbiasa dengan sebutan tanggal, hari-hari tersebut ditentukan tanggalnya.
Yang masyhur di kalangan ulama, apa yang dinamakan hari Arafah adalah hari ketika para jamaah haji sedang melakukan wuquf di Arafah. Karena itu, puasa Arafah adalah berpuasa pada hari tersebut, tanpa memandang tanggal di wilayahnya.
Tetapi belakangan ada yang berpendapat yaumu Arafah itu tanggal 9 Dzulhijjah, tanpa melihat jamaah haji yang sedang wuquf. Karena wuquf itu tanggal 9, sehari sebelumnya tanggal 8 disebut hari Tarwiyah, dan tanggal 10-nya disebut yaumun Nahr (hari penyembelihan kurban/hari raya).
Berikutnya tanggal 11, 12, dan 13 disebut ayyamut Tasyriiq (hari-hari tasyriq). Sehingga seandainya tidak ada orang haji, puasa Arafah itu tetap ada, yaitu pada tanggal 9 sesuai mathlak (wilayah) negara masing-masing.
Dan karena selama ini Muhammadiyah menggunakan hisab haqiqi dan mathla’iy (kewilayahan), maka penetapan hari raya Idul Adha juga dengan tanggal. Itu pula yang dipakai dasar oleh NU dan pemerintah. Dan ini sudah berjalan bertahun-tahun.
Namun, kami tidak mengingkari adanya orang yang berpegang yaumu Arafah itu adalah hari di mana jamaah haji sedang berwuquf tanpa melihat tanggal.
Namun, sebuah pertanyaan penting dikemukakan: seandainya tidak ada orang wuquf karena situasi kacau, masih adakah hari Arafah dan hari Nahr? Masih adakah puasa Arafah dan Idul Adha? Menurut hemat kami, masih tetap ada, yaitu hari Arafah adalah tanggal 9 Dzulhijjah dan Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah. Ini, benar-benar masalah ijtihadiyah. (*)
Oleh KH Mu’ammal Hamidy, diambil dari buku Islam dalam Masalah Keseharian (1), Penerbit Hikmah Surabaya.