PWMU.CO – Logo Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah resmi diperkenalkan ke publik oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir dan Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini di Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (31/7/19) malam.
Soft launching logo ini mengawali semarak acara menuju Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah yang dijadwalkan dihelat di Surakarta, Jawa Tengah, 1-5 Juli 2020 mendatang.
Lalu, apa filosofi dan makna logo itu? Ketua Panitia Pusat Muktamar H Marpuji Ali menerangkan, logo Muktamar ke-48 Muhammadiyah berbentuk gunungan atau kayon itu dalam konsep Jawa merupakan simbol tentang pohon kehidupan yang melambangkan seisi alam semesta.
Gunungan, kata dia, dalam pagelaran wayang itu digunakan sebagai pembuka dan penutup pagelaran. Juga sebagai penanda setiap pergantian adegan atau babak. “Kehadiran Muktamar adalah momentum bagi Muhammadiyah untuk terus menggelorakan dakwah yang membangkitkan kehidupan ke arah kemajuan,” katanya kepada PWMU.CO, Kamis (1/8/19).
Menurut dia, hal itu sebagaimana inspirasi lahirnya Gerakan Islam yang diprakarsai oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang dijiwai spirit Alquran surat Ali Imran : 104. Arti ayat itu, Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Bendahara Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu melanjutkan, bentuk gunungan angka 48 dalam tulisan Arab menjadi simbol dari Muktamar ke-48 yang menjelaskan estafet dari periode ke periode menuju babak baru yang menunjukkan langkah pergerakan dinamis dalam mencapai tujuan Muhammadiyah sebagaimana dicita-citakan KH Ahmad Dahlan.
“Gubahan gunungan berbentuk angka 48 dalam kaligrafi dan arsitektur Arab itu melambangkan peradaban dan seni Islam yang bernilai tinggi. Dan angka 8 berbentuk seperti anak panah menghadap ke atas itu melambangkan perkembangan dan tujuan organisasi dalam membangun atau membangkitkan peradaban Islam yang berkemajuan,” terangnya.
Kemudian, sebutnya, background dari gunungan adalah simbolisasi dari alam semesta, sekaligus menggambarkan lintas gerak cahaya (sinar) yang mencerminkan dinamisasi gerakan dakwah dan tajdid pencerahan Muhammadiyah di bumi Indonesia.
“Muhammadiyah terus bergerak dinamis melewati ruang dan waktu guna mencerahkan semesta sebagai aktualisasi Islam berkemajuan yang menyebarkan misi rahmatan lil alamin,” tegasnya.
Ia menerangkan, adapun bentuk lingkaran melambangkan keterusmenerusan tanpa putus dan melintas batas. Selain itu, semburat cahaya bersudut 48 menggambarkan energi, kekuatan, martabat, dan kecerdasan serta dapat diartikan juga sebagai simbol pencerahan yang menggembirakan dalam Muktamar ke-48. “Pancaran cahaya itu menyinari dunia sehingga menjadi rahmat bagi semesta,” urainya.
Sedangkan jenis huruf, penulisan Muktamar, tema, dan seterusnya menggunakan jenis future. “Artinya mempunyai karakter kokoh, modern, dan futuristik dalam spirit Islam berkemajuan untuk memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta,” ungkapnya.
Sementara, lanjut dia, Logo Aisyiyah merupakan sebuah karya batik truntum yang dibuat oleh Kanjeng Ratu Kencana, Permaisuri dari Pakoe Boewono (PB) III yang merupakan salah satu motif batik Solo yang paling memukau di dunia. “Aisyiyah mencoba lebih menggali kepada budaya setempat,” urainya.
Secara etimologi, ungkapnya, Trumtum berasal dari istilah Truntum Tuntum. Artinya senantiasa bersemi dan semarak. “Polanya halus dan sederhana bermotif seperti taburan bunga bunga menyerupai kuntum melati. Biasanya batik Truntum dipakai pengantin perempuan dalam acara midodareni dan acara panggih,” tandasnya. (*)
Penulis Aan Hariyanto. Editor Mohammad Nurfatoni.