PWMU.CO – Fukuyama adalah salah satu kota yang terletak di sebelah timur Hiroshima, Jepang. Di kota ini, Rizaldi Zaidan Zidna Fann siswa kelas VII International Class Program (ICP) SMP Muhamamdiyah 12 GKB Gresik (Spemdalas) mengikuti kegiatan Summer Camp 2019.
Bersama 40 peserta lainnya dari berbagai negara seperti Indonesia, Kamboja,Taiwan, Vietnam, Jepang, Thailand, dan Jerman ini Aldi mendapatkan pengalaman dan wawasan yang lebih luas tentang negara Jepang melalui Program Fukuyama International Youth Academy (FIYA) yang berlangsung mulai Sabtu-Selasa (20-30/7/19).
Aldi bercerita, kondisi lingkungan di kota Fukuyama tidak tampak rindang dengan berbagai tanaman. Namun, terasa sejuk. Di kota ini pula terlihat susunan gedung sangat rapi, bersih, dan tidak ditemukan satupun sampah. “Hampir di beberapa titik kota di Jepang memang jarang bahkan tidak ada sampah berserakan di jalan,” terang peserta yang tergabung dalam Fukuyama Association for Global Patnership (FAGP) ini.
Di Fukuyama, terlihat beberapa tanaman saja. Salah satunya bunga mawar yang menjadi simbol dari kota ini. Biasanya pada bulan Mei terdapat Gestival Bunga Mawar atau dikenal dengan Fukuyama Rose Festival.
Saat pagi sekitar pukul 08.00-09.00 waktu Jepang. Aldi bisa berlenggang menikmati suasana kota yang tenang, lingkungan yang sejuk, dan jauh dari kebisingan. “Tidak banyak lalu lalang kendaraan, udaranya juga sejuk banget,” ujarnya.
Menurut Aldi, masyarakat Jepang memiliki pola hidup yang tertib, menaati peraturan dengan sangat baik, lebih memilih jalan kaki, atau menggunakan sepeda onthel bila pergi kemanapun, termasuk ke sekolah atau ke tempat kerja.
“Tiga kebiasaan positif orang Jepang yang bisa ditiru, senang berkeringat dengan jalan kaki atau bersepeda pancal, menggunakan public transportation (kendaraan umum) bila perjalanan cukup jauh, dan membuang sampah pada tempatnya,” terangnya saat ditemui PWMU.CO, Jumat (2/8/19) sore.
“Mengapa di Jepang tidak banyak sampah?” itu pula yang sering ada di benak saya.
Menurut putra pertama pasangan Alfan Wahyudin dan Nurul Fitriyah ini, semua itu dikarenakan pola kehidupan masyarakat Jepang yang lebih memilih pembiasaan hidup positif. Seperti penggunaan benda-benda yang dapat dipakai kembali (reuse) atau yang dapat di daur ulang (recycle) dari pada benda sekali pakai dan buang yang semakin menambah pencemaran lingkungan.
“Bahkan, saat ke coffee shop (warung kopi) pun orang Jepang terbiasa membawa cangkir sendiri dari rumahnya. Lha, justru perilaku pembeli seperti ini yang akan memperoleh potongan harga yang besar, ” jelas Aldi. (*)
Kontributor Anis Shofatun. Editor Mohammad Nurfatoni.