PWMU.CO-Muhammadiyah yang punya sistem bagus harus disumbangkan untuk Indonesia melalui politik atau kekuasaan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr Saad Ibrahim ketika memberikan sambutan pada Diskusi Publik Pilkada 2020 Pemian atau Penonton di Hall Mas Mansur Jalan Kertomenanggal Surabaya, Sabtu (24/8/19).
Saad mengatakan, Alquran menyebutkan kemenangan itu akan digilir antara manusia. Kekuasaaan Islam begitu besar mulai 622 di zaman Nabi hingga 1924 di era Kesultanan Turki. ”Kuncinya adalah bersatu. Setelah itu hancur kekuasaan Islam diceraiberaikan oleh kedatangan imperialis Barat,” tuturnya.
Dalam menggilirkan kekuasaan kepada manusia, sambung Saad, memang Allah ada dominan, tetapi juga ada peran dari sisi lain. Peran ikhtiar manusia. Allah tidak terus membiarkan kekuasaan umat itu hancur.
”Tahun 1912 Allah ilhamkan kepada KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Kemudian berdiri Persis, NU,” jelasnya.
Bibit dakwah Islam yang telah ditanam oleh Allah di Indonesia ini, kata dia, harus dijaga. Tidak saling merusak dan menghancurkan. Islam harus jaya dan bersatu. Jangan ego sektoral tapi dahulukan ego komunal. Ini yang harus dipikirkan bersama.
Karena itu, menurut Saad, Muhammadiyah yang punya sistem bagus harus disumbangkan untuk Indonesia melalui politik atau kekuasaan.
Sebelumnya dia menyampaikan, Nabi Muhammad waktu memerintah Madinah sudah mencanangkan proyeksi khittah bagi kekuasaan Islam bahwa Persia dan Romawi akan masuk dalam kekuasaan Islam.
Proyeksi itu disampaikan karena optimistis Islam adalah pemenang. Padahal saat itu Nabi belum meruntuhkan tembok kekuasaan Mekkah yang masih dikuasai kafir Quraisy.
Secara logika sebenarnya proyeksi Nabi tidak sesuai dengan kondisi objektif saat itu. Bagaimana bisa memasukkan orang ajam seperti Romawi dan Persia dalam kekuasaan Islam, sementara penguasa kota Mekkah saja masih mengancam Madinah. ”Tetapi karena Islam agama pemenang maka Nabi optimis,” tandas dosen UIN Maulana Malik Ibrahim ini.
Kemenangan umat Islam, menurut dia, bisa dilihat dari surat-surat di Alquran. Alfatihah bisa berarti orang yang membuka. Kalau sesuatu itu eksklusif maka kalau datang alfatih akan menjadi inklusif. ”Kalau Romawi menang maka yang dikuasai dipaksa memeluk Nasrani. Kalau Persia yang berkuasa maka agama mereka yang dipaksakan,” jelasnya.
Kesimpulannya, tambah dia, Islam harus jadi pemenang, harus menjadi khairu ummah. Nabi mendirikan masjid sebagai proklamasi bahwa area itu dikuasai Islam. ”Dan fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah tapi juga untuk mengatur negara,” terangnya.
Nabi membangun pasar sendiri karena pasar Yatsrib yang dikuasai Yahudi saat itu penuh kecurangan. Berbeda dengan pasar Mekkah karena sebagai kota perdagangan orangnya menjaga kejujuran agar tidak hancur namanya.
Sejarah kemudian membuktikan, lanjut Saad, orang Yatsrib menjadi orang yang bagus dalam memperhatikan timbangan dalam jual beli karena ajaran Islam. ”Lalu dikenal dengan sebutan Almadinah Almunawaroh, yang berarti kota yang mencerahkan,” tuturnya.
Perubahan Madinah yang luar biasa menjadi misi Islam. Maka semua kawasan harus diubah, desa diubah menjadi kota tetapi dengan dimensi teologis yang kuat.
”Di Madinah, Nabi juga membuat konstitusi negara. Konstitusi yang sangat modern menurut beberapa pengamat konstitusi dunia. Dimana Nabi memberikan kebebasan kepada penganut agama lain dengan menjalankan keyakinannya meski berada di Madinah,” paparnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Sugeng Purwanto.