PWMU.CO-BJ Habibie adalah sosok yang percaya diri. Buku yang ditulis oleh Andi Makmur Makka, mantan Pemred Republika ini menceritakan satu kisah kepulangan Habibie ke Indonesia setelah bertemu Ibnu Sutowo.
Di suatu sore tahun 1973, Bacharuddin Jusuf Habibie masih sibuk dengan laporan tahunan di tempat kerjanya, pabrik pesawat Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB).
Tiba-tiba ada telepon dari Duta Besar Indonesia untuk Jerman Barat Achmad Tirtosudiro. Duta Besar memberitahu ada seorang dari Indonesia yang ingin bertemu dengannya besok pagi di Dusseldorf.
”Siapa orang itu?” tanya Rudy, panggilan akrab Habibie.
”Ibnu Sutowo,” jawab Dubes.
”Darimana dia?”
”Dari Pertamina.”
Begitu mereka bertemu, Ibnu Sutowo bukannya menyapa selamat pagi sebagai sopan santun tapi bersuara keras. ”Saudara Rudy, je moet schamen, als indonessische,” kata Ibnu Sutowo yang artinya, kamu harus malu pada diri sendiri sebagai orang Indonesia.
Habibie yang belum pernah kenal dengan Direktur Utama Pertamina ini langsung tersentak. Tidak paham konteks omongannya. Maka dia dengarkan saja Ibnu Sutowo bicara tentang pembangunan Indonesia dan Pertamina.
Dia tidak paham apa hubungan dirinya dengan pembicaraan Ibnu Sutowo ini. Membaca respon Habibie yang tak mengenal dirinya, Ibnu lantas berkomentar ,”Aneh orang ini. Dia tak tahu saya ini siapa.”
Pulang dari pertemuan ini Habibie bertanya kepada Ainun, istrinya, apa itu Pertamina. Dijelaskan, itu perusahaan minyak. Istrinya malah balik bertanya, apa hubunganmu dengan perusahaan minyak.
Pertemuan dengan Ibnu Sutowo itulah awal kepulangan Habibie ke tanah air. Dia pulang bersama beberapa temannya yang disebut sebagai kader teknologi.
Awalnya tugasnya sebagai penasihat Dirut Pertamina dan penasihat presiden. Hanya dapat satu meja dalam ruangan dengan staf ahli lainnya. Kontras dengan fasilitas saat kerja di MBB Jerman.
Kadang kala Habibie waktu masuk kantor menyalami semua orang. Termasuk ajudan Dirut yang tak memandang Habibie waktu disalami. Habibie cuek saja. Kemudian dia mendapat kantor di Gedung Patra di Jl, MH Thamrin. Awalnya satu lantai hingga semua gedung dikuasai saat mendirikan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).
Tahun 1978 Habibie kemudian dilantik menjadi Menteri Riset dan Teknologi. Mulai saat itulah bintangnya bersinar di negeri ini sebagai orang jenius bidang teknologi yang populer dengan industri pesawat terbang. (*)
Editor Sugeng Purwanto