
PWMU.CO – Waktu masih sangat pagi, ketika sejumlah aktivis dakwah dari berbagai daerah mengabarkan dirinya sudah sampai bandara internasional Juanda. Di antara mereka ada yang dari Banyuwangi, Ngawi, Ponorogo, Situbondo, Tulungagung, Malang, Pamekasan, dan Jombang.
Tak terlihat sedikit pun wajah lelah akibat perjalanan jauh. Padahal usianya rata-rata sudah jelita (jelang lima puluh tahun), dan lolita (lolos lima puluh tahun). Justru yang tampak adalah aura kegembiraan dan kegairahan.
Meski sebagian peserta belum saling kenal sebelumnya, ukhuwah dan solidaritasnya sangat kuat dan kompak. Terbukti ketika diberitahu agar masing-masing membawa cindera mata untuk lembaga yang dikunjungi, semua langsung sepakat urunan beli barang yang sama: kain batik Gajah Oling khas Banyuwangi dan memercayakan utusan Banyuwangi untuk membelikannya.
Di tengah kesibukan masing-masing peserta berbagi barang bawaan agar terhindar dari biaya bagasi pesawat, tim kontributor PWMU.CO, yaitu Ichwan Arif, Darul Setiawan, Sugiran, dan Arifah Wikansari kompak berbagi tugas menulis berita, hingga berhasil mewartakan seluruh kegiatan selama perjalanan, lebih dari 40 tulisan. Soliditas dan produktifitas mereka patut diajungi jempol.
Sri Yuliwanti dan Nur Sedjati dari Surabaya, menilai anggota rombongan yang baru bertemu dan bergabung dalam tim, dapat berinteraksi sangat bagus. “Baik dinamika maupun ketertibannya.” Dalam bahasa Sekretaris Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Sidoarjo Ade Evianti, “Tidak ada yang rewel blas.”
Banyak pengalaman baru, hikmah, dan pelajaran dari berbagai kejadian selama perjalanan di dua negara: Singapura dan Malaysia (17-20/8). Semua peserta, baik yang sudah berkali-kali ke luar negeri, maupun yang baru sekali, mengakui mengikuti rihlah adalah pengalaman istimewa.
“Rihlah ini jalan-jalan penuh makna. Di samping tadabbur, juga taklim dan menjalin ukhuwwah islamiyah internasional. Sehingga wawasan ber-Muhammadiyah kita menjadi luas dan mendalam,” kata Fathurrahman Sany, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jombang. “Menyisakan kenangan indah. Semua destinasinya, terbaik dalam kontek dahwah,” imbuh Basrowi, anggota Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim.
“Semua memiliki makna khusus yang tak tergantikan,” kenang Titik Gati Sumarti, dari Malang. Sutjiatim Ketua PDA Ngawi, seirama.
Ali Mu’thi dan Timur Aji Hantoro mengaku beberapa kali ke luar negeri, tapi Rihlah Dakwah sangat istimewa. “Kegiatannya dikemas penuh kegembiraan, saling mengisi dan membantu. Semua peserta diajak terlibat dalam semua sesi acara. Setiap ada jeda waktu, dimanfaatkan untuk berbagi pengalaman melalui kultum,” ujarnya.
“Perjalanan yang sangat menyenangkan. Penuh makna dan sangat berkesan. Kegiatan dan tempat-tempat yang dikunjungi, semua menarik,” tutur Sri Ngatun, Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Aisyiyah Genteng, Banyuwangi. “Saya bertambah ilmu dan bertambah saudara,” Robithoh Azizah, Bendahara PDA Banyuwangi menambahkan.
Lebih-lebih bagi mereka yang baru kali pertama ke manca negara seperti Sugiran, Ade, Dzulkifli, dan Cahyaningsih. Bagi mereka rihlah merupakan salah satu contoh kegiatan ber-Mmuhammadiyah dengan gembira, dapat membangkitkan ghirah perjuangan.

Singapura dan Malaysia
Singapura adalah profil negara kecil, sekuler. Namun perilakunya islami. Umat Islam hanya 15 persen dari 5,6 juta penduduknya yang mayoritas Kristen dan Budha.
Nur Cholifah, anggota Lembaga Lingkungan Hidup Pimpunan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim, terkesan dengan penataan lingkungannya. “Penataan kota dan kebersihannya sangat menyenangkan, penduduknya disiplin.”
“Meski Muslim minoritas, tapi militan dan mampu mengelola masjid secara profesional,” kesan Arifah Wikansari. Hal itu tampak di Masjid Sultan, kawasan Kampong Glam, dan Masjid Siglap di bekas perkampungan nelayan.
Di Masjid Siglap, diskusi tentang manajemen masjid bersama takmir: Dr Mohd Amin, Dr Scanif, Hadijah Abu Bakar, dan Puan Rahayu Muhammad. Di sini peran takmir perempuan terasa menonjol.
Agenda seminar internasional tentang Dakwah Serantau, digelar di Gedung Muhammadiyah Islamic College. Ketua PWA Jatim Siti Dalillah Candrawati, Sekretaris Majelis Tabligh PWA Jatim Asmawati Rosyidah sebagai narasumber bersama direktur Muhammadiyah Islamic College, Dr Saifuddin Amin.
Dalam paparannya, Saifuddin mengingatkan bahwa siapa pun yang terjun dalam dakwah harus mempunyai keimanan yang kokoh, leadership kuat, kemandirian ekonomi, dan penguasaan media.
Di Malaysia, kunjungan pertama ke negeri Melaka. Melihat situs-situs bersejarah dan kantor Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI). Presiden DMDI Datuk Seri Haji Mohd Ali dan pengurus lainnya menyamput penuh kekeluargaan. Dalam diskusi, mereka menawarkan kerjasama bisnis.
“DMDI memiliki banyak bidang usaha. Di antaranya hotel dan travel. Nanti kita berbicara lebih serius tentang masalah ini,” ujarnya.
Belum sempat mengemas oleh-oleh yang dibeli di Pasar Seni Kuala Lumpur, komunitas Muhammadiyah Malaysia sudah menunggu di Hall Mutiara Apartemen, Klang Lama. Tiba di lokasi, rombongan disambut keramahan tuan rumah dengan hidangan khas Lamongan ndeso. Usai santap malam, dua Siti didaulat memberikan taushiyah: Siti Dalilah Candrawati Ketua PWA Jatim dan Siti Zubaidah Ketua PDA Sidoarjo.
Setiap kali rihlah, komunitas ini menjadi destinasi utama. Hal itu sebagai apresiasi atas kegigihan dan militansi mereka dalam berdakwah di tengah kesibukan kerja. Mayoritas anggotanya dari orla (orang Lamongan), Gresik, dan Tuban.
Mengetahui Ketua Pimpinan Ranting Iistimewa Malaysia Klang Lama dan mayoritas audien berasal dari Solokuro, senyum Ali Mu’thi terus mengembang. “Berkah rihlah, saya bisa bertemu keluarga dan teman se-kampung di sini. Padahal kalau saya pulang kampung, belum tentu bisa bertemu,” tandasnya.
“Semangat mereka dalam ber-Muhammadiyah, membuat saya terharu,” Zubaidah memberikan kesaksian, diamini Robiyatul Adawiyah, Ketua PDA Pamekasan.
Ketua PCIM Malaysia Dr Sonny Zulhuda mengakui. “Orla memang matoh! Gara-gara orla, PCIM Malaysia menjadi satu-satunya PCIM di dunia yang punya ranting, bahkan ada tujuh ranting,” ujar dosen International Islamic University Malaysia itu.

Kisah-Kasih Kultum
Perjalanan darat dari satu destinasi ke destinasi lainnya, biasanya menjenuhkan. Tapi tidak terjadi dalam Rihlah Dakwah. Karena selama di atas bus, peserta mendapat suguhan menarik, yaitu kultum.
Kultum menjadi media berbagi pengalaman spiritual dan organisasional. Aneka kisah hero dan haru, sekaligus lucu yang terungkap, menjadikan persahabatan di antara peserta kian mendalam dan bertambah wawasan. Bahwa jalan menuju Islam dan menjadi Muhammadiyah penuh warna.
Sugiran misalnya, berkisah tentang proses perjuangan menjadi Muslim, dan kegigihannya dalam memualafkan calon isteri, Maria Goretti Heriaty yang Katolik. “Saya dari keluarga Hindu. Istri dan keluarganya dari Katolik.”
Tak kalah menarik cerita-cerita mengenai berkah ber-Muhammadiyah. Seperti diungkapkan Mufti Assidiqi. Staf Sekretariat PWM itu mengakui, dirinya dapat istri, gara-gara bantu jaga Warung Kopi IMM. “Sambil menunggu pembeli, kalau malam saya selalu SMS Fitrotul Ummama, untuk tahajud. Akhirnya, dia takluk menjadi istiri saya.”
Berkah serupa diperoleh Timur Aji dan Alfino Firdaus. Lantaran aktif di Pimpinan Wilayah (PW) IRM Jatim, yang ketika itu berkantor di rumah, Jalan Gembili III/42 Surabaya, keduanya menemukan jodoh.
“Saya ini orang desa, memperoleh jodoh Surabaya, Nur Habibah, gara-gara aktif di PW IRM Jatim,” kenang Timur dengan bangga. Alfino juga sama, berjodoh dengan Jumaiyah di rumah penuh kisah itu.
Beda dengan Edy Subagiardjo dan Anifatul Asfiyah. Keduanya baru menjadi ‘mualaf’ Muhammadiyah, karena bekerja di majalah MATAN. “Orangtua saya bukan NU, juga bukan Muhammadiyah. Tapi sejak gabung MATAN pada 2006 kami dan keluarga menjadi Muhammadiyah,” ujar Edo yang diamini Anifah.
Agenda kultum selama perjalanan memberikan kesan mendalam. “Cerita perjalanan hidup, dan pengalaman berdakwah menjadi perekat yang sangat ampuh,” kesan Titik Gati, yang diamini Arifah, dan Ade.
Program rihlah yang didesain sebagai bentuk apresiasi menggembirakan atas kinerja aktivis dakwah, semacam Baitul Arqam di luar negeri dengan aneka kegiatan bernuansa rekreatif, terbukti dapat meningkatkan ghirah perjuangan, menambah wawasan dan pergaulan internasional para peserta.
Disipilin peserta, desain acara, dan jejaring luas sangat menentukan kesuksesan rihlah. Dalam hal ini, peran Pak Latipun sangat signifikan. Beberapa tempat yang dikunjungi merupakan relasi Ketua Majelis Pendidikan Kader PWM Jatim tersebut. Tak kalah menentukan, tour guide yang gaul dan berwawasan luas: Abdurrahman dan Haliza. (*)
Penulis Nadjib Hamid. Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post