PWMU.CO – Kembali ke jati diri Muhammadiyah. Hal ini disampaikan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Banyuwangi, Dr Mukhlis MSi saat mengisi ceramah Kajian Ramadhan yang bertempat di Masjid Besar KH Ahmad Dahlan Pusat Dakwah Muhammadiyah Banyuwangi Jawa Timur, Ahad (24/3/2024).
Kajian Ramadhan ini mengusung tema Menunaikan Amanat Kepemimpinan. Hadir mengikuti kajian ini segenap PDM, PD Aisyiyah, Organisasi Otonom (Ortom) tingkat Daerah, dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) se-Banyuwangi.
Selain itu hadir juga anggota DPRD Jawa Timur dari Partai Golkar, Pranaya Yudha Mahardhika SP MIB. Kegiatan yang dimulai pukul 8.00 WIB di Lantai Dasar Masjid Besar KH Ahmad Dahlan itu berlangsung dengan lancar.
Di awal ceramahnya Mukhlis mengatakan kajian ini terstruktur. Mulai dari Pimpinan Pusat hingga Cabang.
“Semua wajib menyelenggarakan kegiatan ini. Jika ada cabang yang tidak mampu, boleh bergabung dengan cabang terdekat,” ujarnya.
Selanjutnya dia mengatakan, kegiatan Kajian Ramadhan yang akan di gelar secara serentak pada tanggal 31 Maret 2024 di masing-masing cabang menjadi hal penting. Karena merupakan kesinambungan dari Pimpinan Pusat, Wilayah, dan Daerah.
“Di samping itu merupakan bentuk ketaatan kita berorganisasi. Kita ini bukan gerombolan, tapi barisan. Karena itu jalannya harus menunggu komando. Onok sing gak manut komando, katanya dalam logat Jawa, ya tidak boleh ikut barisan,” tegasnya.
Mukhlis mencontohkan tentang penetapan puasa yang sudah ditetapkan pada hari Senin. Tidak usah inceng-inceng (melihat-lihat) dan bertanya lagi. Karena sudah ada instruksi resmi dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah kapan puasa dan bahkan Idul Fitrinya. Ini namanya barisan.
Sementara itu mengenai partai politik, sengketa pemilu, dan khususnya pilihan presiden (pilpres). Menurutnya yang menang jangan jumawa, dan yang kalah harus legawa, masih ada sidang Mahkamah konstitusi (MK). “Proses yang sedang berjalan dihormati,” katanya.
Muhammadiyah tidak mengarah ke blok satu, dua, atau tiga. Posisi Muhammadiyah sekarang sedang mendampingi para calon-calon itu. Siapa saja yang jadi, tidak dilepas, tapi didampingi. Karena ini bagian dari demokrasi.
Muhammadiyah menjaga jarak yang sama dengan seluruh partai politik. Menunaikan amanat kepemimpinan itu berat, katanya. Menirukan Prof Haedar Nashir, Mukhlis mengajak para peserta kajian.
“Mari kita kembali kepada jati diri Muhammadiyah. Yaitu kepribadian Muhammadiyah yang telah diputuskan dalam Muktamar Ke-35 di Jakarta 1962. Antara lain:
- Muhammadiyah itu beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
- Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiah.
- Lapang dada luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam.
- Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
- Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah.
- Amar makruf nahi mungkar dalam segala lapangan serta merujuk contoh teladan yang baik.
- Aktif dalam arus perkembangan masyarakat dengan maksud islah dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam.
- Kerjasama dengan golongan Islam manapun dalam menyiarkan dan mengamalkan agama Islam dan membela kepentingannya.
- Membantu pemerintah serta bekerja sama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.
- Bersifat adil serta korektif kedalam dan keluar dengan bijaksana.
Mengakhiri kajiannya Mukhlis mengajak peserta untuk bermuhammadiyah dengan gembira. (*)
Penulis Taufiqur Rohman. Editor Ichwan Arif.
Discussion about this post