PWMU.CO – Orasi Ilmiah dan Pengukuhan Yudisium Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya diadakan di Hotel Majapahit, Sabtu (12/10/2019).
Diikuti oleh 18 calon wisudawan-wisudawati Program Studi Magister Hukum Ekonomi Syariah dan satu calon wisudawati Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mereka mengenakan dress code laki-laki jas resmi dan berdasi sedangkan perempuan memakai baju muslim nasional atau kebaya.
Pengukuhan Yudisium dipimpin oleh Prof Dr H Abd. Hadi MAg, Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Tema orasi ilmiah tahun ini adalah Penyelesaian Sengketa Bisnis Berbasis Kompetensi Ekonomi Syariah dibahas oleh narasumber Drs Bahrussam Yunus SH MH, ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya.
Menurut Bahrussam, UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam pasal 55 (1) menyatakan penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
”Namun Pasal 55 (2) UU ini memberi peluang kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perkara mereka di luar Pengadilan Agama apabila disepakati bersama dalam isi akad,” katanya.
Disebutkan, penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar Pengadilan seperti musyawarah, mediasi dan arbitrase syariah tidak menjadi masalah.
Permasalahan muncul, sambung dia, ketika Pengadilan Negeri juga diberikan kewenangan yang sama menimbulkan dualisme kewenangan dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Akibatnya berujung lahirnya putusan MK No. 93/PUU-X/2012.
Putusan MK itu menegaskan, Peradilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang bertugas menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan dengan tugas pokok menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, infak, shadaqah, dan ekonomi syariah.
“Jadi Peradilan Agama tidak hanya mengurus urusan cerai saja ya!” ujar Bahrussam membuat gerr peserta.
Bahrussam menegaskan, sengketa di bidang ekonomi syariah yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah pertama, sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya.
Kedua, sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah.
Ketiga, sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama Islam. Dalam akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Dikatakan, pasal 49 UU No 3 tahun 2006 juga mengatur tentang kompetensi absolute (kewenangan mutlak) Pengadilan Agama. Oleh karena itu pihak-pihak yang melakukan perjanjian berdasarkan prinsip syariah tidak dapat melakukan pilihan hukum untuk diadili di Pengadilan yang lain.
Jadi, tambah dia, telah jelas, satu-satunya lembaga litigasi yang mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah baik di bidang perbankan syariah maupun bisnis syariah adalah kewenangan Pengadilan di lingkungan Peradilan Agama.
Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012 terkait dengan pengujian sengketa kewenangan tersebut bersifat final and binding. Artinya bersifat mengikat dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh terhadap putusan tersebut.
”Artinya jika ada sengketa ekonomi syariah diajukan di luar lingkungan Peradilan Agama maka pengadilan tersebut wajib menyatakan tidak berwenang sehingga dictum putusannya adalah tidak menerima gugatan penggugat,” tandasnya.
Penulis Kiki Cahya Muslimah Editor Sugeng Purwanto