PWMU.CO– Di sela acara Pelestarian dan Pengembangan Seni Tradisional yang digelar di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang, Jumat (18/10/2019), tampak dua wartawan cilik dari MI Muhammadiyah 10 Rejosopinggir Tembelang beraksi.
Dua wartawan pelajar itu Cintia Nur Rahma dan Nana Safinatun Najah. Keduanya dengan percaya diri mewawancarai budayawan Jombang Nasrul Ilahi yang tampil di acara itu. Cak Nas, begitu panggilan akrabnya, dengan senang hati melayani wawancara diselingi dengan guyonan.
Bagi Cintia dan Nana, panggilannya, ini pengalaman pertama wawancara. Walaupun gugup tapi berusaha percaya diri. Dia mempraktikkan ilmu jurnalistik yang diperoleh dari gurunya. Memberanikan diri wawancara dan menulis hasil wawancara seperti ini.
Nana : Apa pendapat Anda tentang acara ini?
Caks Nas : Acara Pelestarian dan Pengembangan Seni Tradisional ini rutin yang diselenggarakan setiap Jumat legi. Menurut saya, acara ini merupakan pintu gerbang untuk berkembangnya seni tradisi yang sudah banyak ditinggalkan. Adanya acara ini, ada harapan untuk melestarikan budaya Jombang.
Cintia : Bagaimana pendapat Anda tentang penampilan tari siswi MI Muhammadiyah 10 yang diiringi dengan kentrung?
Luar biasa tampilan pertama. Sangat percaya diri. Nanti pasti akan jauh lebih baik dan berkembang. Ini loh sudah bagus. Dari segi waktu tepat, dari segi gerak dengan musik dan iringan tepat, dari ekspresi teman-teman cilik tadi sudah seperti orang yang profesional. Jadi sangat menyenangkan.
Apa lagi nanti sudah bisa menciptakan yang lebih lagi. Insya Allah menjadi kebanggaan dan bisa meningkatkan rasa. Karena rasa itu di asah, hatinya makin halus, pertimbangannya makin tajam. Sehingga orangnya akan menjadi orang-orang yang bijaksana.
Saya punya harapan besar dari siswa desa yang jauhnya dari sini lebih dari 12 km itu bisa menampilkan sesuatu yang bagus. Tidak menutup kemungkinan MI Muhammadiyah 10 menjadi potret sekolah-sekolah lain, yang membuat iri banyak sekolah-sekolah lain dan membuat dampak MIM 10 mendapatkan murid yang banyak. Insya Allah begitu. Karena ini ekstrakurikuler yang positif. Ikut melengkapi syiar Islam dari musik kentrung dari desa itu sendiri yakni Jatimenok.
Apa cita-cita Anda ketika waktu kecil?
Cita-cita saya hanya satu bagaimana saya menjadi orang yang berguna. Ilmu saya walaupun sedikit bisa bermanfaat kepada siapa saja. Selama saya masih hidup dan diberi kekuatan. Makanya setelah saya 9 tahun pensiun saya tetap aktif. Menemani adik-adik karena ingin ilmu saya berguna. Kalau nanti ilmu saya diterapkan orang demi kebaikan, saya akan mendapat pahala jariyah. Apa lagi nanti kamu tularkan kepada adik-adik, cucu-cucu, ilmu saya tetap menajadi jariyah dan berkembang terus.
Apa pendapat Anda tentang ekstrakurikuler wartawan cilik MIM 10?
Wartawan cilik itu berarti jurnalis cilik ya. Berarti harus ada media nya seperti mading, majalah atau buletin. Jangan takut salah ketika menulis. Menulis itu mudah. Salah itu urusan belakang. Bisa dikoreksi.
Yang penting ada pemikiran bagus keluarkan. Menuliskan kembali, kamu rangkai ditambahi ini dan itu. Maka menjadi tulisan yang bagus. Kalau menulis itu jangan sampai bagus menurutmu. Bayangkan, kalau ini dibaca anak-anak, dibaca bapak ibu guru kayak apa ya?
Nah, di samping supaya kamu mendapat simpati dalam tulisan, kamu harus punya sifat empati. Membayangkan orang lain yang akan membaca tulisanmu. Contoh, kalau saya menulis ini nanti yang membaca pasti tersenyum. Itu harus tepat.
Jadi intinya, tulisanmu harus membawa perasaan pembaca. Bisa mengembangkan pikiran pembaca. Imajinasi pembaca harus berkembang. Itu namanya tulisan yang baik. Bisa memberikan inspirasi terhadap orang. Begitu ya! Sukses selalu buat MI Muhammadiyah 10. Semoga bisa menjadi inspirasi sekolah-sekolah yang lain. (*)
Penulis Zuly Ahsanul Bariyyah Editor Sugeng Purwanto