PWMU.CO-Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir punya perhatian khusus empat kementerian dalam Kabinet Indonesia yang diumumkan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Rabu (23/10/2019).
Kementerian itu adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Agama, Kesehatan, dan Sosial. ”Empat kementerian ini ada kesesuaian dengan arah gerak Muhammadiyah,” ujar Haedar Nashir kepada wartawan di rumahnya, Rabu tadi.
Bidang garap dakwah Muhammadiyah selama ini fokus pada pengajaran agama Islam, pendirian lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan lembaga sosial.
Soal penunjukan Menteri Agama Jenderal (Purn) Fachrul Razi dari pensiunan militer, menurut Haedar, siapa pun menteri berlatar belakang militer, ketika pensiun maka dia lepas dari profesinya itu. Ketika menjadi pejabat termasuk menteri beberapa koridor juga harus dipegang.
“Ketika sudah purnawirawan dia lepas dari latar belakangnya, termasuk pola-pola militer,” ujarnya.
Karena itu dia kurang sependapat dengan penilaian bahwa Menteri Agama diambilkan dari pensiunan militer untuk menangani radikalisme dari penganut agama.
Presiden Jokowi ketika mengenalkan Menteri Agama Fachrul Razi menyebutkan tugas yang dikerjakan bukan hanya soal radikalisme. Tapi juga urusan pembangunan ekonomi umat, industri halal, dan terutama haji.
Karena itu Haedar berpikir penunjukan Fachrul Razi tidak perlu diarahkan semata ke penanganan radikalisme. Sebab pembinaan keagamaan dan perilaku beragama yang positif di Indonesia jauh lebih banyak ketimbang negatifnya.
Soal radikalisme, Haedar mengatakan, agar tidak gebyah uyah atau menyamaratakan. Butuh pemahaman yang komprehensif mengenai radikalisme.
”Soal radikalisme itu harus tetap terukur jangan gebyah uyah. Artinya jangan sembarangan (menentukan) untuk ini radikal ini bukan radikal. Dalam konteks agama maupun umum perlu ada pemahaman yang komprehensif mengenai radikal supaya tidak gebyah uyah,” sambungnya.
Haedar meminta radikalisme jangan selalu dikaitkan dengan agama tertentu. Sebab ada bagian-bagian perilaku berbangsa, perilaku sosial yang ekstrem, dan radikal.
”Berbangsa, bernegara, berideologi bersosial itu juga ada kecenderungan ekstrem dan radikal yang mengarah pada kekerasan. Banyak contoh kejadian-kejadian di seluruh tanah air kita ini bahwa korban dari tindakan ekstrem itu bukan hanya agama jadi harus terukur itu,” tandasnya.
Menurut dia, institusi agama harus menjadi kekuatan yang mencerdaskan, mendamaikan, memajukan, menyatukan, bahkan membawa nilai-nilai rohani dan keadaban yang baik.
“Saya pikir semua agama begitu komitmennya. Tentu menteri agama punya komitmen ke situ,” tuturnya. (*)
Penulis Affan Safani Editor Sugeng Purwanto