PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir, membuka gelaran Tadarus Pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bekerjasama dengan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) di Auditorium UMM, Rabu (29/6).
Dalam sambutannya, Haedar Nashir menyampaikan dukungannya atas acara yang diadakan UMM juga atas inisiasinya mengadakan acara tersebut. Haedar menyampaikan harapannya agar tidak hanya pembicara, peserta yang hadir juga diharapkan dapat menawarkan pikiran-pikiran baru untuk Muhammadiyah.
(Baca: Kegelisahan Aktivis Muda Muslim pada Ustadz Selebritis dan Jangan Jadi Generasi Cengeng, Pesan Haedar Nashir untuk Pelajar Muhammadiyah)
Muhammadiyah merupakan gerakan tajdid, kata Haedar, dimana istilah ini bisa berganti sesuai dengan konteksnya saat ini. “Pada awalnya Muhamadiyah berfokus pada purifikasi (pemurnian) yang kemudian berkembang dan berubah sesuai konteks zamannya dengan substansi yang sama yakni amar ma’ruf nahi munkar,” terang Haidar. Hadir pula memberi sambutan Rektor UMM, Drs. Fauzan, M.Pd.
Di materi pertama “Membaca Muhammadiyah: Kini dan Masa Depan”, tadarus yang dihadiri seratus pemikir serta tokoh muda Muhammadiyah se-Indonesia ini menghadirkan Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr Muhadjir Effendy MAP yang menurutnya, sejak dulu Muhammadiyah telah dikenal dengan ke egaliterannya membuka diri dalam perekrutan kader. “Dibanding organisasi lain, muhammadiyah lebih egaliter. Organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah bukan menjadi satu-satunya sumber kader. Kita juga harus menjadikan sumber-sumber lain untuk dijadikan kader,” jelasnya.
(Baca: Muhammadiyah Menghadirkan Fajar Baru bagi Kemajuan Indonesia dan Dalam Kajian Ramadhan, Haedar Bongkar Penyebab Lahirnya Terorisme)
Itulah kenapa, lanjut Muhadjir, Muhammadiyah harus memahami keragaman pemikirannya. “Tapi tentu, kader ortom harus tetap menjadi sumber utama kader,” tutur pria yang juga wakil ketua Badan Pembina UMM ini.
Selain itu, dalam sesi pertama ini Muhadjir dipanel dengan cendikiawan Muhammadiyah, DR Zuly Qodir. Menurutnya, dalam sepuluh tahun terakhir Muhammadiyah sebenarnya jalan di tempat bahkan cenderung regresi ketimbang progresif.
“Tetapi secara objektif sebenarnya Muhammadiyah tetap berdinamika hanya sering kurang dipahami atau diketahui oleh sebagian peneliti dan pengamat dari luar Muhammadiyah,” pungkasnya. (can)