PWMU.CO – Suasana pagi hari di SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik seperti di pesantren, sebagaimana terlihat Senin (4/11/19).
Tempat wudhu telah ramai oleh para siswa. Yang lelaki berwudhu di belakang kantor guru. Sementara perempuan di belakang kantor bimbingan karier (BK).
Tepat pukul 06.50 saat bel masuk sekolah berbunyi, guru piket menutup pintu gerbang sekolah. Dengan sudah bermukena dan membawa sajadah, seluruh siswi bergegas menuju Aula Matahari 2 yang terletak di lantai satu. Sementara para siswa menuju perpustakaan di lantai dua.
Hari ini—seperti hari-hari lainnya—para siswa dan guru sekolah yang berada di Jl KH Kholil 90 Gresik itu akan melaksanakan shalat Dhuha sebelum kegiatan belajar-mengajar (KBM) dimulai.
Di perpustakaan, sudah ada Ustadz Anas Tohir SAg MPdI. “Anak anak, mari kita murajaah surat Albaqarah ayat 1-7, ayat 255-257, dan ayat 184-256,” ajaknya.
Materi murajaah itu juga berlaku bagi siswa putri. Yang berhalangan pun tetap murajaah dengan ayat yang sama. Namun mereka menempati ruang kantin di lantai satu yang bersebelahan dengan Aula Matahari 2.
Selesai murajaah (hafalan) semua siswa dan guru mengerjakan shalat Dhuha secara munfaridan (sendiri-sendiri).
Wakil Kepala Bidang Al Islam, Kemuhammadiyahan, dan Bahasa Arab (Ismuba) Drs Ahmad Mudhofar Basuni MPdI mengatakan, setiap anak saat berangkat ke sekolah mungkin membawa masalahnya sendiri-sendiri. “Nah upaya sekolah ini agar hati mereka ‘lunak’ dengan berdzikir,” ucapnya.
Dia menjabarkan, berdzikir itu ada tiga macam. Pertama dengan shalat, kedua dengan membaca Alquran, dan ketiga dengan mengucapkan kalimat thayyibah.
“Shalat Dhuha dan murajaah yang dilakukan sebelum pembelajaran, berguna untuk me-refresh otak agar siswa siap belajar selama seharian,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk mendukung kegiatan ini para guru mendapat tugas piket. Ada yang menata shaf, mengawasi tempat wudhu, menjaga ketertiban kelas, dan mengatur siswi yang berhalangan. “Bagi siswa yang terlambat mereka shalat ‘id’ alias shalat di lapangan,” ujarnya. (*)
Kontributor Estu Rahayu. Editor Mohammad Nurfatoni.