PWMU.CO – Andhika Rifky Arsaviansyah menaiki tumpukan batako, yang digambarkan sebagai Hotel Yamato Surabaya, lalu merobek bendera biru dan mengibarkan sang Merah Putih di angkasa. Kemudian mengumandangkan takbir dan pekik merdeka. Massa yang di bawah bersorak-sorai kemenangan.
Adegan perobekan bendera itu menjadi puncak teatrikal perjuangan arek-arek Suroboyo dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan yang diperankan siswa-siswi SD Alam Muhammadiyah Kedanyang (SD Almadany), Senin (11/11/2019).
Dengan berpakaian nuansa zaman 1945, guru dan siswa SD Almadany berkumpul di halaman sekolah di Perumahan Griya Karya Giri Asri (GKGA) Blok T 11 Kedanyang, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Mereka akan melakukan drama kolosal memperingati Hari Pahlawan. Ada yang berpakaian gadis-gadis desa dengan kebaya, jarik dan topi capingnya. Ada yang berpakaian militer dengan emblem bendera merah putih biru tertempel di dada atas yang berperan sebagai serdadu Belanda.
Ada pula yang berpakaian pejuang kemerdekaan indonesia dengan ciri hasduk warna merah putih diikat di lengan atau kepala. Juga ada perawat dan dokter cantik dengan baju putih. Ada juga yang berpakaian layaknya noni Belanda dengan topi lebar warna putih senada dengan warna gaun yang dikenakannya dengan aksesoris payung berwarna putih.
Sungguh pemandangan yang indah dan benar-benar sesuai dengan dresscode yang ditentukan sekolah pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2019 ini.
Kepala SD Almadany Drs AH Nurhasan Anwar MPd membuka acara pagi ini dengan menceritakan perjuangan arek-arek Suroboyo mempertahankan kemerdekaan.
”Anak-anakku, pagi ini kita akan memperingati Hari Pahlawan, mengenang perjuangan mereka yang dengan jiwa raganya mempertahankan kemerdekaan dari tangan penjajah,” ujarnya.
Selanjutnya siswa duduk mengelilingi halaman. Drama dimulai. Adegan pertama tampak sembilan pemuda-pemudi desa bermain dengan gembira. Ada yang bertiga main dakon, cublak-cublak suweng, dan petak umpet.
Tiba-tiba kedamaian itu pecah oleh suara deru pesawat-pesawat perang yang berkeliaran di angkasa. Itu pesawat-pesawat Belanda. Permainan bubar. Mereka berlarian pulang ke rumah.
Adegan berikutnya, barisan tentara Sekutu sedang show of force berbaris berkeliling kota Surabaya. Disusul pejuang Indonesia membicarakan kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA.
Tiba- tiba kertas- kertas berhamburan dari langit. Pemuda pejuang berebut membaca isi kertas-kertas yang berisi ultimatum tentara Sekutu dari Inggris kepada rakyat Surabaya untuk menyerahkan diri sebab telah membunuh Jenderal Mallaby.
Pemuda pejuang geram dengan ultimatum itu. Mereka meremas, merobek dan membuang kertas-kertas itu, lalu bertakbir dan pekik merdeka. Bertekad melawan. Tak mau menyerah begitu saja.
Asap dan menyala. Pertanda pertempuran dimulai. Perang arek-arek Surabaya dengan tentara Sekutu. Bersenjata apa adanya. Bambu runcing, parang, clurit, dan senapan. Ada yang terluka, perawat dan dokter dengan sigap mendatangi dan merawat luka. Hingga akhirnya tentara asing kalah.
Hotel Yamato menjadi puncak teatrikal perjuangan. Tumpukan batu bata berukuran 2 x 2 x 2 meter berdiri disamping lapangan dengan bendera merah putih biru berkibar di atasnya.
Puluhan pemuda mendatangi bangunan itu. Tanpa dikomando seorang pemuda yang diperankan Andhika Rifky Arsaviansyah menaiki bangunan hotel dan merobek kain berwarna biru. Menyisakan merah putih. Dikibarkan sang Dwiwarna sambil bertakbir dan pekik merdeka.
”Allahu Akbar … Allahu Akbar …. Allahu Akbar, Merdeka … Merdeka ,… Merdeka.” Pekik penuh semangat menjadi riuh diikuti puluhan teman-temannya yang berada di sekeliling bangunan hotel itu. (*)
Penulis Mahfudz Efendi Editor Sugeng Purwanto