PWMU.CO – Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh/Salam sejahtera/Shalom/Om swastiastu/Nammo Budhaya.
Ini salam yang lagi populer disampaikan para pejabat sekarang ini. Salam yang awalnya produk politik saat kampanye. Salam berasal dari semua agama. Salam pluralisme atas nama toleransi tentunya.
Kini salam model begini menjadi perbincangan karena Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan edaran agar umat Islam tidak menggunakan salam campuran semua agama itu.
Edaran MUI Jatim ini dikeluarkan tentu dengan pertimbangan tinjauan Alquran dan hadits. Salam agama itu semuanya berisi doa. Jadi memiliki dimensi muamalah, tapi juga sangat erat dengan dimensi teologis dan ibadah.
Maka sebagai muslim sepatutnya mengucap salam dan doa sebagaimana diajarkan Nabi. Hanya berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah swt. Bukan tuhan lainnya.
UUD 1945 pasal 29 ayat 2 pun menjamin kita untuk beribadah dan berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang kita anut. Jadi tidak perlu semua agama kita anut.
Agar tidak salah paham, sebaiknya kita cermati makna salam itu. Kata salam sejahtera merupakan terjemahan dari Assalamu. Makna ini sama dengan kata Shalom yang dipakai orang Kristen dan Yahudi.
Sedangkan Om Swastiastu, artinya semoga selamat. Om Swastiastu merupakan salam yang digunakan oleh umat Hindu ketika membuka suatu acara, baik itu rapat, sambutan, dan sebagainya.
Salam ini juga digunakan oleh umat Hindu untuk saling sapa ketika bertemu keluarga, orang tua, saudara, teman dan umat lainnya.
Dilihat dari arti kata, Om Swastiastu berasal dari bahasa Sanskerta. Terdiri Om, Su, Asti dan Astu. Om berarti Sanghyang Widhi Wasa (Brahman, Tuhan). Su berarti baik, Asti berarti berada dan Astu berarti semoga. Dengan demikian Om Swastiastu dapat diartikan sebagai semoga selamat atas lindungan Sanghyang Widhi Wasa.
Dalam Buku Mantra Samhita, Himpunan Doa Hindu seperti dikutip dari artikel mutiarahindu.com menjelaskan, Om Swastiastu memiliki arti Om Sanghyang Widhi Wasa, semoga kami senantiasa dalam keadaan selamat (Dana Dan Suratnaya, 2013:36).
Om merupakan aksara suci untuk Sanghyang Widhi Wasa. Sedangkan Swastiastu merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan alam semesta dari kata Swastika. Dengan demikian ketika kita mengucapkan kata swastiastu berarti kita telah memohon perlindungan kepada tuhan.
Dalam Bhagavadgita kata Om merupakan simbol tuhan. Dalam Kamus Bahasa Bali Swastiastu memiliki arti selamat yaitu dari kata suasti. Jadi ketika menjadi kata swastiastu berarti maknanya semoga selamat.
Sementara Namo Budhaya, menurut YM Uttamo Thera, artinya terpujilah semua Budha. Ini merupakan ajakan kepada orang lain untuk memuji para Budha. Sekarang ajakan memuji ini menjadi salam Buddhis.
Seangkan menurut YM Bhikkhu Dhammadiro, kata Namo Budhâya adalah suatu kalimat yang diucapkan oleh mereka yang menaruh hormat dan yakin pada Sang Budha.
Kata ini baru disebut dalam kitab penjelasan tata bahasa Pâli (Saddanîti-pakarana) yang disusun di Srilanka kira-kira 1000 tahun yang lalu.
Ada lagi dalam bentuk kalimat Namo Budhassa. Dalam tradisi Theravâda di Burma lebih banyak menggunakan kata ini daripada Namo Budhâya.
Tapi kata Namo Budhâya maupun Namo Budhassa tidak umum dipakai dalam tradisi Theravâda di Thailand.
Menurut Selamat Rodjali, kalimat Namo Buddhaya bukanlah salam, tetapi ungkapan penghormatan seseorang kepada Budha. Arti kalimat itu, terpujilah Budha.
Ungkapan ini lzaim diucapkan sebelum membabarkan Dhamma atau tulisan Dhamma. Di Indonesia, umat Budha sering mengucapkannya sebagai salam Budhis. Jadi sudah salah kaprah dan keluar dari makna sebenarnya. (*)
Tulisan opini oleh Anwar Abbas, Sekretaris Jenderal MUI
Editor Sugeng Purwanto