PWMU.CO – Era 60/70-an kita mengenal komedian Bing Selamet, Edi Sud, Ateng, dan Iskak. Mereka sebagai pengocok perut populer disebut Kwartet Jenaka.
Pada era bersamaan, juga ada kwartet ‘gila bola’ di Surabaya. Yaitu almarhum Muhammad Ghazali Dalimunthe (MGD), almarhum Manan Chamid (MCH), almarhum Amin Barowi (AB), dan Asmara Hadi (AH). Empat sekawan inilah sebagai punggawa yang mengurus Persatuan Sepakbola Hizbul Wathan (PSHW).
Tak cuma tenaga dan pikiran yang mereka curahkan untuk kelangsungan hidup PSHW dalam meraih prestasi bal-balan di kancah persepakbola-an nasional, khususnya di Surabaya. Tetapi, mereka juga berjibaku membiayai kesebelasan berlambang Melati Putih dan bermotto Fastabikul Khairat itu.
Siapa dan seperti apa sosok ketiga almarhum (MGD, MCH, AB) dan seorang AH itu? Ikuti lacakan penulis tentang Kwartet Pengurus PS HW ini.
MGD 1920-1989
Lahir 2 Januari 1920 di Desa Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumut. Almarhum MGD anak ke 8 dari 9 putra-putri pasangan almarhum H Muhammad Kasim Dalimunthe (MKD) dan almarhumah Hj Mourina Harahap.
Tidak bermaksud umuk atau riya’, MKD yang juga opung (kakek) dari penulis adalah Pujangga Angkatan Balai Pustaka. Buku karangan cerpen MKD yang terkenal di antaranya Teman Duduk.
Kembali ke almarhum MGD. Sosoknya tinggi besar berkulit putih. Suaranya bariton. Bila berbicara menguatkan sikap keras dan tegasnya. Namun, tetap sumeleh.
Awal merantau dari kampungnya Kotanopan sekitar 1940 almarhum ke Pekalongan. Ngenger ke kakaknya almarhua Nurisma Dalimunthe.
Karena pada waktu itu masa pergolakan (zaman penjajahan), almarhum sering ikut mengungsi ke daerah sekitar Pekalongan. Nah, dalam rentang pengungsian itu, MGD tertambat hatinya ke almarhumah Siti Nurlaila Lubis (SNL), tetangga waktu di pengungsian.
Almarhumah SNL putri sulung pasangan saudagar asal Batak di Surabaya H Osman Lubis-Siti Aisyah Ismail (saudara sepupu almarhum Ustadz Gafar Ismail).
Karena jadi menantu saudagar pemilik Firma Raos (Raja Osman) perusahaan dagang khususnya batik dan jasa angkutan yang berkantor di Jalan Panggung—kini jadi kawasan heritage di Surabaya Utara—maka jadilah almarhum MGD sebagai saudagar juga.
Singkat kisah, dari perkawinan dengan SNL dan berdomisili di Perak Timur, Surabaya, almarhum MGD merintis aneka usaha dengan membuat perusahaan CV Upaya. Kerja sama dengan Aduma Niaga dan Aneka Niaga (dua BUMN zaman itu) yang menyalurkan bahan pangan. Mulai dari pengadaan beras, tepung terigu sampai kain blaco.
Kantor CV Upaya di Jalan KH Mas Masyur, kawasan Ampel. Tak ayal MGD banyak bersosialisasi dengan pengusaha setempat yang keturunan Arab. Semisal, almarhum Umar Alaydrus, almarhum Zen Baagil, keluarga Mahri—almarhum Jafar, almarhum Abdullah dan Ahmad—serta keluarga Martak–almarhum Ali dan almarhum Ahmad, Salim Martak—Umar bin Agil, Salmin Bin Mahdi, Gowi Ghoromah, keluarga Lahji—almarhum Moh dan almarhum Muhsin.
Sebagai saudagar MGD bergaul lintas sektoral. Di kalangan ABRI, almarhum akrab dengan almarhum Witarmin (Pangdam VIII Brawijaya), almarhum Acub Zainal (Danrem Bhaskara Jaya), almarhum Sugiyono (Wadanrem).
Dari pergaulan dan juga hobby bal-balan, MGD setiap Ahad pagi bermain bola di lapangan Sawahpulo bersama warga gabungan Ampel Kesumba Pasar dan Ampel Kejeron. Karena hobby berat sepakbola, kemudian diajaklah MGD menjadi pengurus PS Assyaabbab era ketuanya Zen Baagil sebagai Bendahara.
Selain itu, MGD yang suka berorganisasi sering bersilaturahmian dengan tokoh perserikatan Muhammadiyah. Seperti almarhum Ustadz Aunurofiq Mansyur (Pak On, putra almarhum KH Mas Mansyur), almarhum Dr Suwandi, alm Anwar Zain, almarhum Dr Abd Wahid (AW) Suyoso, almarhum Hamim Tohari, almarhum Gani, almarhum Syukur Chamid (bapak alm MCH).
Penulis, sering diajak MGD bila kumpul-kumpul dengan para tokoh itu. Semisal di kediaman almarhum Pak On di Kampung Kalimas Udik dekat Masjid At Taqwa. Di rumah almarhum Dr Suwandi Jalan Anjasnoro, rumah almarhum Anwar Zain di kawasan Bubutan, rumah Gani di Kebalen dan di Pertukangan rumah almarhum Syukur Chamid.
Karena intens berkumpul para tokoh itu, jadilah almarhum menangani PDHW dan mundur dari PS Assyabbab.
Sejak itu MGD fokus mengurus PSHW bersama almarhum MCH sebagai Bendahara (menurun ke putranya Ir M Rudyansah Ch, Bendahara PS HW era kebangkitan sekarang) almarhum AB (Sekum) dan AH selaku menejer tim.
Perihal posisi jabatan Kwartet PS HW itu, penulis baca di buletin (stensilan) Kompetisi Persebaya yang berisi jadwal pertandingan kelas utama, satu, dan dua, perubahan pemain klub (keluar/baru), juga susunan pengurus klub anggota Persebaya.
Di mana latihan PSHW waktu itu? Ada dua lapangan langganan, yaitu lapangan terbuka Pacarkeling milik DKA (Dinas Kereta Api) dan lapangan Kapaskerampung, yang sekarang berdiri megah bagunan mal.
Penulis ketika itu usia 15-an tahun dan suka main bola. Hampir pasti selalu diajak MGD menonton setiap PSHW berlaga. Baik di lapangan Tambaksari (lama) dan lapangan Persebaya Jalan Kusumabangsa yang berubah fungsi jadi Taman Remaja.
Setiap pertandingan dan latihan, Kwartet pengurus PSHW itu tak pernah absen. Saling menguatkan satu sama lain. Karena itu, PSHW selalu bertengger di peringkat atas kelas utama bersama PS Assyabbab, PSIM, PS Nagakuning (Suryanaga). Dan PSHW jadi pemasok pemain Persebaya, karena punya pemain bertalenta tinggi, semisal: Anjik Alinurdin, Junaidi Abdillah, Wantoyo, Jacob Sihasale, dan Usman serta kiper nasional Hadi Purnomo dan Suharsoyo. Hebat bukan! (*)
Kolom oleh Ferry Is Mirza Dalimunthe.
Catatan
Penulis pernah ikut Garuda Putih (semacam SSB) seangkatan dengan pemain Persebaya Jr, Kautsar, Salim Bahmid. Penulis juga pernah gabung di Assyaabbab junior bersama Cholid Ghoromah, alm Fuad Alkatiri, Ali Bahanan dll. Kenapa tidak ikut PSHW? Karena waktu itu PSHW cuma untuk pemain senior dan berlaga di kelas utama kompetisi Persebaya.
Tulisan ini untuk menyambut relaunching PSHW yang akan dilakukan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, pada perayaan Milad Ke-107 Muhammadiyah yang digelar PWM Jatim di Umsida, Sabtu 23 November 2019.