Sebagai bangsa besar dan muslim terbesar di dunia, kita masih menghadapi persoalan besar dalam berbagai sektor kehidupan. Persoalan ekonomi, sosial, politik dan moral. Persoalan ekonomi berupa kemiskinan, ketimpangan sosial yang tajam, dan pengangguran. Persoalan social seperti narkoba, miras, kenakalan remaja, dan pelanggaran susila. Persoalan politik seperti tampilnya pemimpin yang tidak beriman, tidak memiliki tatakrama dan tidak memiliki nasionalisme dan menjadi cukong kepentingan asing.
(Baca: Khutbah Idul Fitri PWM Jatim: Berhari Raya Tanpa Ber-Idul Fitri)
Dengan modal ketaqwaan yang kita miliki, mari kita wujudkan dalam kehidupan nyata sesuai dengan peran kita masing-masing.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al-A’raf: 96)
Allahu akbar Allahu akbar walillahil hamd.
Persoalan lain yang dihadapi bangsa Indonesia adalah gencarnya serangan liberalism dan kebangkitan kembali komunisme. Serangan liberalism dan komunisme adalah bentuk dari proxy war dengan tujuan menjatuhkan dan menghancurkan bangsa Indonesia dan ada pihak-pihak tertentu yang akan mendapatkan keuntungan baik ekonomi, politik dan agama.
Liberalisme akan menjerumuskan bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli karena asset-aset bangsa dikuasi asing atau segelintir orang yang berkolaborasi dengan asing. Liberalisme yang kebablasan bisa menghilangkan hakikat kemerdekaan dan membangkitkan kolonialisme baru (neo kolonialisme) yang tidak kalah kejamnya dibandingkan dengan kolonialisme lama.
(Baca: Redaksi Takbiran: Allahu Akbar 2 atau 3 Kali? dan Tuntunan Praktis dalam Ber-Idul Fitri)
Liberalisme dalam beragama juga sangat berbahaya karena melahirkan relativisme nihilism kebenaran agama. Contoh paham liberalisme yang merusak standar moral bangsa antara lain LGBT. Dalam LGBT perilaku lesbi (nikah sesama perempuan), Gay (nikah sesama laki-laki), bisek (onani dan masturbasi) dan transgender (ganti kelamin) dianggap sah-sah saja karena manivestasi dari kebebasan. LGBT adalah contoh perilaku abnormal dan jelas-jelas akan menghancurkan sebuah bangsa, tetapi mengapa justru dikampanyakan dan didukung oleh media cetak atau elektronik mainstream?
Sementara juga ada pihak-pihak yang berusaha membangkitkan lagi komunisme. Komunisme jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, bertentangan dengan fitrah manusia dan telah terbukti beberapa kali menghianati bangsa dan Negara berdarah-darah. Kelompok-kelompok tertentu yang tidak ridlo terhadap Islam sebagai agama mayoritas Bangsa Indonesia, telah secara sengaja membangkitkan kembali komunisme dan mereka akan mengambil keuntungan sebagaimana yang terjadi pada gerakan G30S 1965.
Contoh kampanya komunisme adalah seruan untuk menghormati orang yang tidak puasa, kampanye memilih pemimpin tanpa memperhatikan agama, pembebasan penjualan miras, sek bebas, dan penghilangan identitas agama di kartu tanda penduduk (KTP). Hati-hati dengan media atau kelompok-kelompok tertentu yang secara terang-terangan atau tersembunyi mengkampanyekan kebangkitan komunisme. Komunisme terbukti tidak cocok bagi Bangsa Indonesia, maka dari itu mari kita kubur dalam-dalam komunisme, jangan diungkit-ungkit lagi karena sangat berbahaya dan mengerikan akibatnya, dan para pendukungnya kita ajak kembali ke jalan yang benar yaitu Islam sebagai agama yang lurus.
Dalam menghadapi tantang liberalism dan komunisme, mari kita tingkatkan kewaspadaan, memperkokoh keimanan dan ketaqwaan kita, kita intensifkan pendidikan agama anak-anak kita, kita pilih lembaga-lembaga pendidikan Islam, kita giatkan madrasah-madrasah diniyah dan kita makmurkan masjid-masjid kita. Dalam hal ini mari kita dukung ajakan Walikota Malang untuk shalat berjamaah lima waktu di kantor, kampung dan perumahan dimana orangtua dan pimpinan harus menjadi contoh dan penggerak.
Allahu akbar Allahu Akbar walillahil hamd.
Permasalahan lain yang perlu mendapatkan klarifikasi yaitu masalah toleransi. Dalam masalah toleransi dan kerukunan umat beragama umat Islam dan Bangsa Indonesia tidak perlu diajari oleh Bangsa Barat, justru merekalah yang harus belajar dari kita. Rasulullah, para khalifah dan dimana-mana mayoritas muslim selalu menghormati dan melindungi minoritas non muslim. Minoritas non Muslim tidak pernah diganggu apalagi disakiti terkait dengan hak-hak beragamanya. Mereka aman, dilindungi dan dijamin hak-haknya sebagai warga sipil. Justru sebaliknya di Negara atau di wilayah dimana muslim menjadi minoritas, sering terjadi hak-hak sipil dan hak-hak menjalankan agama sering mendapatkan gangguan.
(Baca: Dalam Fiqih, Muhammadiyah Itu Bukan NU dan 6 Penyakit yang Perlu Diwaspadai Terkait Lebaran)
Seperti gerakan Ismaophobia di Negara-negara Barat termasuk Australia yang terus memusuhi dan memfitnah Islam dan umatnya dengan berbagai cara yang menyebabkan umat muslim tersudut dan menjadi sasaran hinaan dan kekerasan. Penderitaan berkepanjangan umat muslim di Thailand selatan dan Plihipina selatan, Penderitaan tak terperikan dialami Muslim Rohingya di Myanmar yang dihapuskan hak warga negaranya karena mereka beragama Islam.
Bahkan di Indonesia sendiri dimana Muslim jumlahnya sepadan atau minoritas pernah mendapatkan perlakuan yang sungguh memprihatinkan seperti di Ketapang Kalimantan Barat, Sampit Kalimantan Tengah, Ambon Maluku, Poso Sulawesi Tengah dan yang terakhir di Tolikara Papua.
Bersambung halaman 3