PWMU.CO–Semua peserta sarasehan terharu dan meneteskan air mata saat lagu Indonesia Raya, Sang Surya dan Mars Aisyiyah dilantunkan santriwati Pesantren An Nisa Lapas Wanita Kelas IIA di Sukun Kota Malang, Senin (23/12/19).
Paduan suara santriwati itu warga binaan Lapas Wanita ini. Mereka menyanyi untuk memperingati Hari Ibu dengan sarasehan peran perempuan yang diadakan oleh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Malang di Lapas Wanita.
Ketiga lagu tersebut dinyanyikan dengan merdu dan apik sehingga menyentuh hati para peserta sarasehan.
Pimpinan paduan suara Fransisca Daris menyampaikan, senang diberi kesempatan memimpin teman-temannya membawakan lagu tersebut. ”Kami hanya latihan tiga hari atas binaan Kalapas sendiri,” katanya.
”Ya kami sangat bersyukur bisa menghafal lagu Sang Surya dan Mars Aisyiyah dalam waktu tiga hari, ini semua juga berkat pembina kami yang sangat luar biasa, Ibu Kalapas sendiri, Ibu Ika Yusanti SH MSi,” ujarnya.
Sekretaris PDA Rully Narulita menyampaikan, rasa bangga dan gembiranya selama 48 tahun Aisyiyah berkhidmat dan mencerahkan Lapas wanita. ”Dua lagu tadi adalah hadiah yang sangat berharga dan terindah bagi kami di hari ibu ini,” ucap Rully sembari menangis penuh haru.
Kepala Lapas Wanita Ika Yusanti SH MSi mengatakan, 48 tahun Aisyiyah bersinergi dengan Lapas wanita ini ternyata sama dengan usianya. ”Saya tidak tahu saat itu tepat kelahiran saya atau jelang kelahiran saya,” katanya mengawali materinya di sarasehan.
Ika menyampaikan terima kasih banyak pada Aisyiyah yang telah memberi banyak inspirasi. “Ini acara yang tidak seperti biasanya, sangat berbeda. Biasanya saya hanya pidato di podium, tapi kini saya berada di sini sebagai pemateri layaknya di kampus perguruan tinggi,” ujarnya yang disambut tepuk tangan hadirin.
Dia melanjutkan, ini memang pas. Lapas ini adalah kampus bagi santriwati. Agenda keilmuan seperti ini baru pertama kali dan Aisyiyah yang memberi inspiras,” ujarnya.
Menurutnya, visi misi Aisyiyah semua sejalan dan seirama dengan Lapas yaitu menyejahterakan perempuan dan anak serta memajukan perempuan guna membentuk karakter santriwati.
“Karena itu semua santri di sini harus tertib dan semangat didasari rasa ikhlas dalam setiap proses belajar bersama Aisyiyah, peran Aisyiyah bagi kemajuan perempuan sudah tidak diragukan lagi,” tandasnya.
Dia juga menjelaskan, pada dasarnya adanya warga binaan itu akibat dari melanggar hukum, maka untuk menjadikan lebih baik harus mondok dulu di Lapas untuk mencapai tiga target. Menyadari kesalahannya, bertekad untuk tidak mengulangi kejahatan atau keburukan yang pernah dilakukan dan turut membangun bangsa dalam mencapai pembangunan.
”Nah, agar bisa tercapai tiga target tersebut tergantung tiga pilar. Warga binaan, petugas Lapas dan masyarakat. Aisyiyah di sini merupakan representasi dari masyarakat,” tuturnya.
Dia juga menjelaskan, ada empat karakter santri yaitu theocentric, semua berproses dari Allah, karakter sukarela dalam mengabdi, karakter kearifan dan karakter kesederhanaan serta kemandirian. (*)
Penulis Uzlifah Editor Sugeng Purwanto