PWMU.CO-Majlis Tabligh PDM Tulungagung mengadakan pertemuan rutin takmir masjid Muhammadiyah se Tulungagung, Ahad (29/12/2019).
Acara bertempat di Masjid Al Huda Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Tanjungsari Cabang Karangrejo dihadiri 100 orang dari takmir.
Ketua Majlis Tabligh Arief Toha mengatakan, pertemuan ini digelar setiap Ahad kelima sehingga hanya 3-4 kali dalam setahun. ”Ahad kelima ini merupakan hari yang seluruh cabang tidak ada kajian, makanya kita pakai untuk kajian bersama,” ucapnya.
Kajian di sampaikan oleh Sekretaris Majelis Tabligh Dr Aji Damanuri MEI. Dalam paparannya dia mengajak seluruh takmir yang hadir untuk tadabur Alquran surat Al Mudatstsir ayat 1-7. ”Surat ini, menurut saya sangat cocok dengan profesi kita sebagai takmir,” katanya.
Tafsiran surat ini, ujar dia, pertama, takmir bertugas memberi peringatan kepada orang yang berselimut atau bermalas-malasan untuk segera bangkit mengagungkan Tuhan yakni dengan kajian, adzan dan shalat yang dilaksanakan di masjid. ”Takmir jangan datangnya ketika iqomah tapi saat menjelang adzan,” ucap Kang Daman, sapaan karibnya.
Kedua, sambung dia, takmir masjid harus memberikan contoh baik pekerjaan maupun ibadahnya di lingkungannya. ”Hal ini tercermin dari ayat ke 4-5,” katanya.
Dia mengatakan, jika petani yang hanya mendapatkan sekali dalam masa panen yakni 4/6 bulan, maka Aparat Sipil Negara yang bergaji setiap bulan dengan nominal rata-rata Rp 4 juta jika tidak siap mengurus masjid atau menjadi takmir ada dua hal yang keliru. Satu gaya hidupnya salah atau syukurnya kurang,” tandasnya.
Sedangkan pelajaran yang ketiga, kata dia, takmir harus senantiasa ikhlas dalam setiap perbuatan. ”Jangan mengharapkan balasan dari orang lain atas perbuatan kita. Hanya mengharapkan balasan surga dari Allah swt,” tuturnya.
Di akhir tausiyahnya, Wakil Dekan 1 Bidang Akademik IAIN Ponorogo ini mengajak seluruh anggota takmir untuk bisa memanfaatkan setiap potensi dan kelebihan jamaahnya.
”Muhammadiyah itu organisasi. Ibarat tubuh ada organ vital seperti jantung, ginjal, paru-paru itu ibarat pengurus, di segala tingkatan. Sedangkan warga atau simpatisan diibaratkan kuku, rambut. Keberadaannya memang tidak menentukan, namun tanpa adanya hal itu akan menjadi kurang. Jadi siapapun dia selama masih bisa bermanfaat bagi pergerakan Muhammadiyah, maka harus kita rangkul,” ujarnya. (*)
Penulis Hendra Pornama Editor Sugeng Purwanto