PWMU.CO – Kabar meninggalnya budaywan Gresik Lenon Machali pukul 09.00, Senin (18/7) pagi tadi, sangat mengejutkan. Rasanya begitu tiba-tiba, walau sejatinya beliau memang sedang dalam kondisi sakit yang lumayan parah. Kepergian yang terkesan mendadak ini membuat banyak pihak kehilangan. Tidak hanya teman seperjuangan di Muhammadiyah ataupun warga Muhammadiyah Gresik–karena kebetulan beliau merupakan Ketua Lembaga Seni, Budaya, dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik—tetapi juga warga Gresik pada umumnya.
(Baca: Penjaga Seni di Bumi Wali Itu Tiada)
Yang penulis ketahui, dan mungkin juga oleh sebagian anak-anak muda Muhammadiyah, Pak Lenon, demikian ia biasa dipanggil, tidak sekadar sebagai guru tempat untuk menimba ilmu. Pak Lenon juga merupakan teman yang enak diajak ngobrol. Ia adalah sahabat yang serius mendengarkan ketika ada yang curhat tentang apa saja. Orang tua yang sabar, telaten, dan penuh kasih sayang. Pak Lenon juga pembina yang sangat telaten dalam membimbing.
Tidak berlebihan bila banyak orang yang menganggap Pak Lenon sebagi guru yang sesungguhnya. Guru Sejati. Guru kehidupan yang patut menjadi cermin bagi guru-guru lain. Senyum ikhlas dan kesabaran yang ditampakkan dalam menghadapi siapa saja terasa begitu kuat dan sulit dilupakan.
(Baca: Dibutuhkan Sinergitas agar SMAM 1 Gresik Tetap Jadi Sekolah Favorit)
Pak Lenon merupakan sosok yang bisa bergaul dengan siapa saja. Strata sosial dan usia yang berbeda pun tidak menjadi penghalangnya untuk bergaul. Dari situlah, Pak Lenon sangat disukai oleh berbagai kalangan lintas generasi.
Lelaki kelahiran 13 Maret 1953 ini merupakan tokoh seniman teater dan budayawan kota Gresik yang cukup populer. Pada tahun 1985, ia mendirikan kelompok teater Cager. Seiring berjalannya waktu, kelompok Cager juga terus mengalami pergantian generasi. Namun, hingga akhir hayatnya, Pak Lenon masih bertahan di teater ini.
(Baca juga: Menemukan Kembali Tuhan: Memaknai Takwa Pascapuasa)
Pak Lenon pernah mengatakan bahwa teater bisa menjadi metode untuk mengolah diri. Baik olah tubuh, olah rasa, maupun olah vokal. Melalui kemampuan olah diri ini, tuturnya, menjadikan seserorang tidak mudah kaget dan siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tidak terduga.
Sepintas almarhum pernah bercerita tentang sejarah nama “Lenon” yang bertengger sebelum nama Machali. Nama aslinya adalah Mahali. Sayangnya penulis tidak mampu mengingatnya lagi terkait dengan kronologis tambahan nama itu. Karena dalam suasana yang tak begitu serius dan terkesan basa-basi dalam obrolan, penulis tidak memandang sebagai hal yang menarik dan menganggap julukan biasa.
Selamat jalan Pak Lenon, terima kasih atas keteladananmu. Semoga kami mampu melanjutkan perjuanganmu! (Abd. Sidiq Notonegoro)