PWMU.CO – Syuhada dan Pahlawan, Bedakah? Tulisan Dr H Achmad Zuhdi Dh MFil I—Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya dan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jatim—ini diawali dengan hadis dari Abu Hurairah riwayat Muslim.
Nabi SAW bersabda:
مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ
“Siapa yang terbunuh di jalan Allah (medan perang), dia syahid. Siapa yang mati (tidak terbunuh dalam perang) di jalan Allah dia syahid. Siapa yang mati karena wabah penyakit, dia syahid. Siapa yang mati karena sakit perut, dia syahid. Siapa yang mati karena tenggelam, dia syahid.”
Status Hadis
Hadis tersebut berstatus sahih menurut Muslim sebagaimana dimuat dalam kitabnya al-Jami’al-Shahih hadis No. 5050 pada Juz VI/51.
Selain Muslim, yang meriwayatkan hadis tersebut adalah an-Nasai dalam Sunan an-Nasai No. 1646 pada Juz IV/13; Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal No. 8092 pada Juz XIII/456; dan lain-lain. Al-Albani menilai hadis tersebut sahih (al-Albani, Ahkam al-Janaiz, I/36).
Kandungan Hadis
Hadis tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang termasuk dalam kategori mati syahid adalah orang yang terbunuh di medan perang (di jalan Allah). Selain itu, orang yang mati saat berjuang (berdakwah) di jalan Allah juga dianggap mati syahid. Juga orang yang mati karena wabah penyakit juga mati syahid, orang yang mati karena sakit perut juga mati syahid, dan orang yang mati karena tenggelam juga mati syahid.
Secara bahasa, syahid berasal dari kata sya-hi-da (bahasa Arab) yang artinya bersaksi atau hadir. Saksi kejadian, artinya hadir dan ada di tempat kejadian.
Secara istilah, syahid umumnya digunakan untuk menyebut orang yang meninggal di medan jihad (perang suci) dalam rangka menegakkan kalimat Allah. Bentuk jamak dari syahid adalah syuhada, artinya orang-orang yang mati syahid.
Ulama berbeda pendapat tentang alasan mengapa mereka disebut syahid. Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan ada sekitar 14 pendapat tentang makna syahid. Di antaranya adalah karena orang yang mati syahid hakekatnya masih hidup, seolah ruhnya menyaksikan, artinya hadir.
Ini merupakan pendapat Al-Nadlr bin Syumail. Sementara Ibn al-Anbari berpendapat, disebut mati syahid karena Allah dan para malaikat-Nya bersaksi bahwa dia ahli surga.
Ulama yang lain berpendapat, karena ketika ruhnya keluar, dia menyaksikan bahwa dirinya akan mendapatkan pahala yang dijanjikan. Karena disaksikan dirinya mendapat jaminan keamanan dari neraka. Karena ketika meninggal tidak ada yang menyaksikannya kecuali malaikat penebar rahmat. Dan masih ada beberapa pendapat lainnya (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari,VIII/438).
Syahid Sebaik-baik Mati
Mati syahid adalah sebaik-baik kematian. Banyak sahabat Nabi yang bercita-cita ingin mati syahid, tetapi tidak semuanya berhasil mati syahid di medan juang.
Di antara mereka yang syahid di medan juang (berperang di jalan Allah) adalah Hamzah bin Abdul Muthalib yang syahid dalam perang Uhud melawan kafir Quraisy.
Ada juga Jakfar bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abdullah bin Rahawaih yang syahid dalam perang melawan Romawi. Masih banyak lagi para shahabat yang syahid di medan juang.
Adapun di antara mereka yang tidak mendapatkan kesyahidan di medan juang adalah “Saifullah” Khalid bin Walid, meskipun ia sebenarnya layak mendapatkan julukan sebagai pahlawan besar, mengingat jasa-jasanya yang memenangkan di berbagai pertempuran melawan musuh-musuh Islam.
Gelar syahid adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamaba-Nya yang beriman dan berjuang mempertahankan kebenaran. Di antara mereka itu adalah yang meninggal pada saat berjuang fi sabilillah, berperang memperjuangkan agama Allah.
Syahid Bukan karena Perang
Selain itu, Nabi SAW juga memberi gelar syahid kepada orang-orang yang mati bukan karena berperang melawan musuh Allah, tetapi mati karena melahirkan, karena kebakaran, karena tenggelam dan lain-lain.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabat, “Siapakah yang disebut syahid menurut kalian?”
“Orang yang mati di jalan Allah, itulah syahid.” jawab para sahabat serempak.
“Berarti orang yang mati syahid di kalangan umatku hanya sedikit,” lanjut Nabi SAW.
“Lalu siapa saja mereka, wahai Rasulullah?” tanya sahabat.
Kemudian Nabi Saw menyebutkan orang-orang yang bergelar syahid, yaitu:
مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ
Siapa yang terbunuh di jalan Allah (medan perang), dia syahid. Siapa yang mati (tidak terbunuh dalam perang) di jalan Allah dia syahid, siapa yang mati karena wabah penyakit Tha’un, dia syahid. Siapa yang mati karena sakit perut, dia syahid. Siapa yang mati karena tenggelam, dia syahid.”
Dalam hadis lain, dari Abdullah bin Amr RA, Nabi SAW bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapa yang terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid.” (HR Bukhari No. 2480).
Dari Jabir bin Atik RA. Rasulullah SAW bersabda:
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ: الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Selain yang terbunuh di jalan Allah, mati syahid ada tujuh: mati karena tha’un syahid, mati karena tenggelam syahid, mati karena sakit tulang rusuk syahid. Mati karena sakit perut syahid, mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa benda keras syahid. Wanita yang mati karena melahirkan syahid.” (HR Abu Daud No. 3111). Hadis ini shahih menurut Al-Albani (Sunan Abi Dawud, ta’liq Al-Albani, III/156).
Syahid fi Sabilillah
Jika mereka yang syahid dalam perang fi sabilillah, maka tidak perlu dimandikan, dikafani, dan dishalati. Dan bagi mereka yang syahid bukan karena perang, jenazahnya diperlakukan sebagaimana jenazah kaum muslimin pada umumnya. Artinya tetap wajib dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dimakamkan. Para ulama mengistilahkan dengan syahid akhirat. Di akhirat dia mendapat pahala syahid, namun di dunia dia ditangani sebagaimana umumnya jenazah.
Ketika mejelaskan hadis tentang beberapa orang yang mati syahid selain di medan jihad, Badr al-Din al-‘Aini al-Hanafi mengatakan: “Mereka mendapat gelar syahid secara status, bukan hakiki. Dan ini karunia Allah untuk umat ini. Dia menjadikan musibah yang mereka alami (ketika mati) sebagai pembersih atas dosa-dosa mereka, dan ditambah dengan pahala yang besar, sehingga mengantarkan mereka mencapai derajat dan tingkatan para syuhada hakiki. Karena itu, mereka tetap dimandikan, dan ditangani sebagaimana umumnya jenazah kaum muslimin.” (al-‘Aini, Umdat al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, 21/273).
Imam al-Nawawi mengatakan:
الشُّهَدَاء ثَلَاثَة أَقْسَام : شَهِيد فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَة ، وَهُوَ الْمَقْتُول فِي حَرْب الْكُفَّار ، وَشَهِيد فِي الْآخِرَة دُون أَحْكَام الدُّنْيَا ، وَهُمْ هَؤُلَاءِ الْمَذْكُورُونَ هُنَا ، وَشَهِيد فِي الدُّنْيَا دُون الْآخِرَة ، وَهُوَ مَنْ غَلَّ فِي الْغَنِيمَة أَوْ قُتِلَ مُدْبِرًا
Mati syahid itu ada tiga kategori, pertama syahid dunia dan akhirat. Mereka itu adalah orang yang mati terbunuh di medan perang melawan orang kafir. Kedua, syahid akhirat, namun hukum di dunia tidak syahid. Mereka itu adalah orang yang disebut (dalam kelompok tujuh syahid di atas).
Ketiga, syahid dunia, dan bukan akhirat. Dialah orang yang mati di medan jihad, sementara dia ghulul (mencuri) ghanimah, atau terbunuh ketika lari dari medan perang (al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘Ala Muslim, VI/397).
Beda Syuhada dan Pahlawan
Bagaimana dengan gelar syahid untuk para pahlawan? Apakah mereka yang disebut sebagai pahlawan nasional otomatis meninggal sebagai mati syahid? Untuk membahas ini, perlu memahami dulu pengertian pahlawan.
Kata pahlawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran (KBBI, 1989: 636).
Di era modern sekarang ini, sebutan pahlawan menjadi lebih luas dan tidak ada batasan yang jelas. Misalnya, para tenaga kerja Indonesia disebut sebagai para pahlawan devisa. Guru yang mengajar di sekolah diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa.
Bahkan seorang pria ataupun wanita yang bekerja membanting tulang demi menghidupi keluarganya disebut sebagai pahlawan keluarga. Semua sebutan pahlawan tersebut merujuk pada pengertian ‘telah berjasa’. Dalam pengertian tersebut tidak mencantumkan komitmen terhadap agama.
Jika ditinjau dari terminologi Islam bahwa mati syahid adalah orang yang meninggal ketika berperang atau berjuang di jalan Allah karena membela kebenaran untuk menegakkan agama Allah, maka para pejuang bangsa Indonesia yang telah mendapatkan gelar pahlawan tidak otomatis mati syahid, walaupun berjasa bagi bangsa dan negara.
Adapun para pahlawan kusuma bangsa yang telah berjuang dan meninggal di medan pertempuran demi membela kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam keadaan beriman, ikhlas dan berjuang menegakkan kebenaran karena Allah SWT, insyaallah mereka ini, selain dapat gelar pahlawan juga layak mendapatkan gelar mati syahid.
Wallahu A’lam bishshawab! (*)
Syuhada dan Pahlawan, Bedakah? Editor Mohammad Nurfatoni. Artikel ini kali pertama dipublikasikan di Majalah Matan dengan judul Syuhada dan Pahlawan.