PWMU.CO-Muhammadiyah itu awalnya sangat sedikit. Asing. Jumlah murid sangat sedikit itu pun difitnah sebagai penyebar agama baru. Tapi sekarang sekolah Muhammadiyah punya murid di segala pelosok negeri.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua PWM Jawa Timur Nadjib Hamid MSi dalam ceramah Milad SMAM 1 di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Oro-Oro Dowo Kota Malang, Sabtu (18/1/2020).
”Masih ingatkah ketika pertama kali Pak Yai Dahlan itu dituduh penyebar agama baru bahkan disebut sebagai kiai murtad? Maknanya, tantangan dakwah itu tidak ada yang ringan dan Kiai Dahlan sama sekali tidak gentar, justru itu digunakan sebagai modal mengembangkan Muhammadiyah,” tuturnya.
Dia lantas menerangkan kisah Kiai Dahlan. Seabad yang lalu Kiai Dahlan hanya memiliki 7 murid. Tapi dari 7 itu seabad kemudian sekarang jumlah murid sudah berkembang jutaan murid di seluruh nusantara. Bahkan di luar negeri juga tumbuh berkembang hampir di semua negara,” katanya.
Maknanya apa, sambung dia, kita yang sekarang punya modal besar untuk bisa berkembang luas, maju, hebat, apalagi di Malang.
Tokoh Bedjo Dermoleksono
Malang untuk urusan pendidikan justru pusatnya. “Kita punya pengalaman Universitas Muhammadiyah Malang. Salah satu perintisnya itu nama yang dipakai nama masjid ini, yaitu Pak Bedjo Dermoleksono itu sangat legendaris. Siapa pun yang pernah membaca sejarahnya, mendengarkan cerita-ceritanya luar biasa beliau,” ujar Nadjib.
Kalau Kiai Dahlan itu tokoh nasional, menurut dia, Pak Bedjo itu tokoh regional Jawa Timur yang selevel di bawah Kiai Dahlan. Kalau karya Kiai Dahlan bisa luar biasa seperti ini, maka Pak Bedjo juga bisa dalam wilayah Jawa Timur.
Bayangkan, kata Nadjib, 59 tahun yang lalu dia sudah merintis pendirian perguruan di Malang ketika kita belum lahir. Sudah punya gagasan mencerdaskan bangsa seperti ini kan sangat luar biasa.
”Nah 69 tahun berlangsung apa yang sudah dilakukan oleh generasi berikutnya untuk melanjutkannya,” tandasnya. ”Kalau 69 tahun lalu tanah yang dimiliki seluas ini, maka 69 tahun sekarang ini harus berlipat-lipat,” sambungnya.
Karena itu dia berpesan harus beli tanah untuk meluaskan Perguruan Muhammadiyah ini. Jangan tanya caranya bagaimana? ”Karena sejak dulu Muhammadiyah itu ya begitu itu kalau pingin besar ya utang. Di samping menggali dana dari sumbangan sosial dan dengan cara-cara yang lain,” tuturnyanya.
”Tanyakan saja di mana mana sama semua Perguruan Muhammadiyah. Tidak ada yang besar karena digrojok dana dari atas. Baik PDM, PWM, PP sekalipun setahu saya tidak pernah grojok uang ke bawah,” tegasnya.
Ditegaskan, Kiai Dahlan ketika mendirikan Muhammadiyah zaman itu juga bukan karena punya uang tapi gagasan besar.
”Salah satunya memodernisasi sistem pendidikan dari yang awalnya siswa sarungan gak pakai buku, gak pakai bangku kemudian gurunya berubah gagah, pakai dasi, pakai celana, malah dituduh tasabuh,” tuturnya.
”Man tasabaha biqaumin fahuwa minhum. Siapa yang menyerupai kaum, maka dia itu bagian dari kaum itu. Saat itu yang berpakaian seperti itu adalah Belanda. Nah siapa yang mencontoh Belanda pada zaman itu disebut kafir. Beliau dituduh Kristen terselubung. Ajaran sesat dan fitnah-fitnah yang lain,” paparnya.
Sekarang semua yang dilakukan Kiai Dahlan telah ditiru bangsa Indonesia. Membangun sekolah memakai bangku dan guru, murid tampil gagah dengan seragam, ada kurikulum dan buku.
Butuh Orgil
Karena itu untuk menjadikan Perguruan Muhammadiyah di Oro-Oro Dowo ini besar, kata dia, harus punya gagasan besar, gagasan spektakuler. Memang dibutuhkan orgil yaitu orang gila dengan gagasan aneh-aneh, kalau normal-normal saja tidak akan besar.
“Bu Umi, sebagai kepala sekolah di sini juga harus bisa jadi orgil. Lihat sekolah yang dipimpin Pak Maryanto. Juga sekolah yang dipimpin Pak Pahri itu gila. Di desa bangun gedung sekolah 7 lantai,” ucapnya.
“Saya berharap 5 tahun mendatang semua akan studi banding ke Oro-Oro Dowo ini. Tidak lagi jauh – jauh ke Gondanglegi,” tuturnya.
Selain gagasan besar , yang kedua harus sinergi. Muhammadiyah itu harus bekerja sama bukan thekmu, bukan thekku. Kalau sudah ada dalam satu perguruan kemudian masih ada endi thekmu endi thekku maka pasti tidak akan maju. ”Sinergi itu yang berat bisa jadi ringan yang sulit akan jadi mudah,” tandasnya. (*)
Penulis Uzlifah Editor Sugeng Purwanto