PWMU.CO – Habib Chirzin di Malaysia beberkan pengalaman dakwah Muhammadiyah dalam sebuah konferensi internasional yang digelar IIIT-Unisza di Malaysia.
Dia mengawali paparannya dengan mengatakan bahwa tajdid dan ishlah harus selalu berorientasi masa depan (future oriented). Dan selalu melakukan kritik diri.
Country Representative IIIT (International Institute of Islamic Thought) Indonesia, itu menyampaikan hal tersebut dalam International Conference on Social Islam 2020. Konferensi bertema Islamic Social Framework in the Context of Maqashid Syariah and Civil Society.
Konferensi hasil kerja sama antara IIIT Washington DC dengan Unisza ini digelar di Perdana Hall Unisza Gong Badak Campus, Malaysia, Kamis (23/1/2020).
Mengangkat tema “Faith and Maqashid in Action: The Need for Futures Literacy”, Habib Chirzin menjelaskan, gerakan civil soviety (masyarakat Madani) seperti Muhammadiyah, NU, ICMI dan lain-lain sedang menghadapi fenomena baru global civil society dengan problem global good governance.
“Juga berkembangnya new social movement yang bersifat multy sectoral dan multy stake holders, dengan activitas public policy advocacy. Social Islam perlu terus mengembangkan relevansinya sebagai sebuah gerakan. To put text in the context,” ujar Habib Chirzin di Malaysia.
Pengalaman Muhammadiyah
Ketua Badan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 1990-1995 itu lalu mencoba memberikan jawaban dari pengalaman kongkret Muhammadiyah selama 107 tahun.
“Muhammadiyah telah berkembang menjadi global civil society dan islamic new social movement, dengan mengangkat berbagai inovasi seperti MPS, Lazismu, MDMC, LPCR dan lain-lain,” terangnya.
Secara khusus, sambungnya, untuk tajdid fi al-mi wa al-hadlarah dan tafaqquh fiddin, serta pengkaderan, saya mengemukakan Madrasah Muallimin dan Muallimaat Yogyakarta. “Juga 328 pesantren Muhammadiyah dan perguruan tinggi Muhammadiyah yang berjumlah lebih dari 170,” ujarnya.
Selain itu mantan Ketua Umum Pimpinan Pemuda Muhammadiyah itu juga mengemukakan peran masjid-masjid kampus dan kampung.
Beberapa masjid yang dia contohkan adalah Masjid Salman ITB, Masjid Shalahuddin UGM, Masid Al Ghifari IPB, Masid Arif Rahman Hakim UI. Dan Masjid Jogokarian yang didirikan oleh Ranting Muhammadiyah Karangkajen.
Habib Chirzin menjelaskan, paparannya itu sekaligus untuk menjawab pertanyaan Ketua Majelis Wali Amanah Unisza (Universitas Islam Sultan Zainal Abidin) Terengganu, Malaysia Prof Dr Nurmanuty. Tentang tathbiq maqashid syariah, yaitu aplikasi dan implementasi syariah di masyarkat.
Juga untuk menjawab pertanyaan Anwar Ibrahim tentang dampak dan makna dari penerapan masyarakat luas dan alam semesta. “Sekaligus memberikan bukti kepada Prof Muhammad Abu Bakar yang sedang menulis buku The Failure of Social Islam.
Habib Chirzin menambahkan, ada dua profesor pakar social Islam dan pakar social welbeing and happiness yang ingin mengunjungi Indonesa dan mempelajari Muhammadiyah.
Keynote Speech Anwar Ibrahim
International Conference on Social Islam 2020 dibuka oleh Prof Dr Nurmanuty yang juga sahabat lama Habib Chirzin.
Setelah itu dilakukan penandatanganan MoA antara Unisza dan IIIT. Kemudian Dato Seri Dr Anwar Ibrahim, President Board of Trustee IIIT, menyampaikan keynote speech.
Selain Dr Habib Chirzin, International Conference on Social Islam 2020 ini menghadirkan lima pembicara lainnya.
Yaitu Prof Dato’ Mohamad Abu Bakar (Holder of Sultan Mizan Zainal Abidin Chair), Assosiate Prof Dr Syud Khairuddin Aljunaid (Faculity of Arts andSicial Scienes National University of Singapore, NUS).
Juga Associate Prof Dr Wan Mohd Yusof Wan Chik (Fellow Researcher, Research Institute for Islamic Products and Malay Civilization (InsPrire, Unisza).
Ada juga Prof Dr Jamal Ahmad Bashire Badi (Kulliyyah of Islamic Revealed Knowladge and Human Sciences, UIIM), dan Prf Dr Norizan Abd Ghani (Dean Faculty of Aplied Social Sciences Unisza). (*)
Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni.