PWMU.CO – Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah (RSM) Lamongan RSM dr Umi Aliyah, MARS dalam Silaturrahim Syawalan di Aula RSM setempat menyampaikan, tantangan yang kini dihadapi RS Muhammadiyah semakin hari semakin berat. Apalagi, dengan adanya cita-cita untuk menjadikan RSM Lamongan sebagai rumah sakit Islam bertaraf internasional.
Untuk itu, lanjut Umi diperlukan adanya dukungan dan kerja keras dari semua pihak untuk menjawab itu semua. ”Dengan kerja keras dan dukungan dari semua pihak, saya yakin itu semua segara biasa terwujud. Mohon do’anya,” katanya, Sabtu (23/4).
Dalam Silaturrahin Syawalan ini hadir PDM Lamongan, MPKU dan Organisasi otonon (Ortom) Muhammadiyah tingkat Daerah. Hadir pula jajaran BPH RSM Lamongan, mantan Direktur RSM Lamongan, serta karyawan besama dengan keluarga.
(Baca: Untuk Kuatkan Tradisi Literasi, RS Muhammadiyah Lamongan Dorong Karyawan Jadi Anggota PNRI dan PWM Dorong Berdirinya Universitas Muhammadiyah Lamongan)
Senada dengan itu, KH Ali Hilmi dalam sambutannya mewakili PDM Lamongan berpesan, pentingnya bersinergi dengan semua pihak, saling asah, asih dan asuh. Itu dilakukan supaya cita-cita RSM Lamongan untuk menjadi RS Internasional bisa segera terwujud.
”Sinergi itu ibarat seperti tangan kanan dan kiri. Keduanya selalu bekerja sama, saling asah asih dan asuh. Untuk itu, mari secara bersama-sama menjadikan RSM Lamongan sebagai RS yang bernuansa Islami. Sehingga selalu mendapat ridho Allah swt. selain itu setiap masyarakat yang berobat bisa terkenang “Emasnya”pelayanan dari RSM Lamongan,” ujarnya.
Dalam Silaturrahim Syawalan itu juga menghadirkan narasumber Anang Rikza, selaku Pimpinan Pondok Modern TAZAKA Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Dalam tausiyahnya, Anang menjelaskan saat ini yang dilakukan Muhammadiyah sudah tetapt. Tidak hanya pada tataran gagasan ataupun ide saja, tetapi bagaimana gagasan yang didasarkan dari Al-qur’an dan As sunah itu sudah terimplementasikan dalam kehidupan sekari-hari warga Muhammadiyah.
(Baca: Inilah 4 RS Muhammadiyah yang Raih Penghargaan Provinsi dan Sosialisasi Tata Kelola Perumahsakitan yang Paripurna)
Menurut Anang dalam konteks bekerja bisa dinilai dua hal, yakni kongkrit ataupun abstrak. Kongkrit itu, ketika bekerja bernilai dan dihitung sebagai ibadah. Sementara yang abstrak itu bernilai gaji.
”Kenapa saya sebut gaji itu abstrak?. Itu karena belum tentu gaji yang diterima itu digunakan untuk kebaikan yang bernilai ibadah. Maka dalam bekerja niat harus tertata, agar setiap hal yang kita lakukan itu dapat bernilai ibadah,” tandasnya. (Bayu Saputra/aan)