PWMU.CO – Tanaman pesisir hendaknya dijaga oleh masyarakat karena mampu mengurangi tinggi gelombang tsunami jika bencana itu terjadi sehingga membantu mitigasi bencana.
Hal itu disampaikan Deputi Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencna (BNPB) Lilik Kurniawan ST MSi pada Pertemuan Ilmiah Muhammadiyah (PIM) Kebencanaan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (30/1/2020).
Lilik Kurniawan menyebutkan, vegetasi atau kumpulan tanaman yang ada di pesisir pantai mampu mengurangi tinggi gelombang tsunami sebanyak 88,2 persen. “Maka peran dari berbagai lapisan masyarakat sangat diperlukan guna mengantisipasi bencana gelombang tinggi,” kata Lilik Kurniawan.
Indonesia menjadi daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami karena berada pada jalur pertemuan tiga lempeng tektonik Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. “Selain itu, negara ini juga merupakan kawasan maritim yang luas,” tandasnya.
Karena itu, tata ruang berbasis mitigasi bencana harus dilakukan dengan menjaga kelestarian ekosistem tumbuhan di pesisir pantai serta menjaga lingkungan di kawasan pegunungan dan perkotaan. “Karena manusia juga berkontribusi dalam terjadinya bencana,” ungkapnya.
Lilik Kurniawan berharap masyarakat untuk mengubah budaya. “Karena negara kita kawasan maritim dan kepulauan,” urainya.
Salah satu yang yang harus dilakukan, menurutnya, adalah melakukan upaya-upaya vegetasi. “Ternyata ada suatu penelitian yang memperlihatkan vegetasi yang ada di pesisir mampu mengurangi tinggi tsunami,” ujarnya.
Tanaman Pesisir
Lilik juga menyampaikan, daerah di selatan pulau Jawa yang rawan terjadi bencana tsunami memiliki kawasan tanaman pesisir pantai yang sangat minim.
Maka dari itu, BNPB bersama dengan berbagai pihak seperti MDMC , berencana untuk menanam tumbuhan guna meminimalisir bencana gelombang tinggi.
Lilik menyebut manusia memiliki kontribusi dalam kerusakan wilayah dan penjajah wadah-wadah air. Saat ini fenomena ekonomi melawan ekologi sedang terjadi di tengah masyarakat.
Daerah aliran sungai, hutan dan gunung yang tadinya menjadi area resapan air berganti menjadi lahan perkebunan. “Kita perlu mencari solusi atas masalah ini,” papar Lilik.
Masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, dijelaskan Lilik, butuh makan dan mengatasi permasalahan ekonominya. “Tetapi apakah harus menghancurkan ekosistem yang ada?” katanya yang berharap harus mencari solusi yang tepat untuk itu
Kepada Muhammadiyah dan MDMC, Lilik berharap agar pertemuan ilmiah ini dapat menemukan akar permasalahan dan solusi atas berbagai bencana yang ada di Indonesia. Dia mengajak seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) untuk menjadi perguruan tinggi tangguh bencana.
“Di mana seluruh elemen yang ada di kampus untuk memberikan bantuan guna meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi risiko bencana,” tandasnya. (*)
Penulis Affan Safani Adham Editor Sugeng Purwanto