PWMU.CO– Budaya organisasi adalah jantung dari sebuah organisasi. Dialah yang memompakan darah semangat agar mengalir dan menggerakkan semua organ hingga yang paling kecil untuk bersama mencapai tujuan.
Hal itu disampaikan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik Dr Taufiqullah A. Ahmady saat Pengajian Pimpinan dalam Rapat Kerja Cabang Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kebomas di Aula SD Muhammadiyah Giri Gresik, Ahad (2/2/2020).
PDM Gresik, sambung dia, yang mempunyai 19 PCM ada yang cepat bergerak, ada pula yang lambat pergerakannya.“Hal itu karena kuat atau tidaknya pertumbuhan budaya organisasi di masing-masing PCM,” tuturnya.
Mengutip pendapat Stephen J. Robbins, Taufiqullah menjelaskan, budaya organisasi diawali oleh ide, gagasan, pandangan hidup, pemikiran, pendirinya. ”Di Muhammadiyah ide, pemikiran dan gagasan KH Ahmad Dahlan yang dominan mewarnai budaya organisasi ini,” katanya.
Salah satu budaya organisasi itu, sambung dia, adalah kriteria seleksi dalam penentuan pimpinan sebagai pemegang amanah. Di PCM, diawali dari terbentuknya 9 formatur yang dipilih berdasar kriteria seleksi dari pemegang hak suara di Musycab.
Taufiqullah melanjutkan, pimpinan sebagai pemegang amanah harus memiliki ide, gagasan, pemikiran yang kuat. Jika pemikiran, ide gagasan itu tidak ada atau bahkan hilang, maka organisasi tidak berjalan. ”Tumbuhnya karakter organisasi itulah yang nantinya akan menjadi pembeda, identitas Muhammadiyah,” tandasnya.
Unsur Budaya Organisasi
Mengutip pendapat Mc Shanie dan Gilnov, dikatakan Taufiq, unsur budaya organisasi antara lain keyakinan, nilai, legenda, ritual, struktur fisik bangunan dan bahasa.
”Dalam Muhammadiyah unsur pertama keyakinan. Al-Quran dan sunnah sebagai pedoman dasar gerakan. Al-Quran surat Ali Imron ayat 104 menjadi landasan dan pedoman hidup warga persyarikatan,” ujarnya.
Ayat 104 surat Ali Imron itu artinya, hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
Keyakinan dalam budaya organisasi, kata dia, termasuk juga tampilan busana syar’i yang dipakai dalam aktivitas keseharian maupun dalam acara tertentu.
Kedua, unsur nilai, nilai tajdid, pembaharu, penerapan pola pikir maju sehingga hidup di Muhammadiyah menjadi lebih kreatif dan inovatif.
Unsur ketiga legenda, unsur ini melekat pada KH Ahmad Dahlan sebagai tokoh panutan di Muhammadiyah. Perjuangan KH Ahmad Dahlan harus mampu memberikan inspirasi kepada sebagian besar individu warga Muhammadiyah.
Ritual menjadi unsur keempat, dimana kegiatan sehari-hari identik dengan khas Muhammadiyah. Misalnya, ritual shalat berjamaah, shalat sunnah gerhana, penyembelihan hewan kurban ataupun pengajian ahad pagi.
Bahasa sebagai unsur kelima, ujar dia, diwujudkan dalam komunikasi yang santun, gaya bahasa yang sesuai dengan lawan yang kita ajak bicara. Baik itu bahasa lisan maupun tubuh.
Terakhir unsur struktur fisik bangunan, sarana fisik gedung-gedung Muhammadiyah maupun amal usahanya harus tampak pada fungsinya sebagai berdkwah. Sekolah Muhammadiyah sebagai tempat belajar mengajar yang Islami dan tempat beribadah baik mahdhah maupun ghairu mahdhah. ”Warna cat bangunan juga cerminan budaya misalnya berwarna biru,” ucapnya.
Dimensi Budaya Organisasi
Budaya organisasi juga punya dimensi keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas dan misi. Dia menerangkan, dimensi keterlibatan artinya, warga persyarikatan terlibat dalam kegiatan persyarikatan.
”Dimensi ini dipandang memiliki fungsi yang baik dalam meningkatkan kompetensi warga persyarikatan untuk menunjang kualitas individu sekaligus kualitas Muhammadiyah,” katanya.
Dimensi konsistensi menjadi dimensi budaya organisasi kedua, mewujud dalam bentuk kegiatan konsolidasi, koordinasi dan integrasi menumbuhkan hubungan yang harmonis antar individu di persyarikatan. ”Dimensi ini dapat dibangun melalui komunikasi para pimpinan persyarikatan dalam rapat formal dan non formal,” paparnya.
Terakhir, dimensi adaptabilitas. Dijelaskan, kader-kader persyarikatan harus mampu menyesuaikan perubahan dan perkembangan zaman. Kader-kader itu dioptimalkan untuk mewarnai gerak persyarikatan, warga persyarikatan yang telah banyak pengalaman dioptimalkan mendampingi kader-kader. ”Hal ini berjalan sebagai upaya penyiapan generasi muda menjadi pimpinan persyarikatan berikutnya,” tegasnya. (*)
Penulis Mahfudz Efendi Editor Sugeng Purwanto